Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkunjung ke sana untuk mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT), saya teringat pidato “Visi Indonesia” Presiden Joko Widodo di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Ahad, 14 Juli 2019. Presiden antara lain menekankan pentingnya kita mengantisipasi lingkungan global yang penuh perubahan, bergerak cepat, dan kompleks.
BPJS adalah badan yang ditunjuk pemerintah antara lain untuk memungut iuran dari peserta serta membayarkan manfaat dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat umum.
Apa yang terjadi di kantor BPJS Ketenagakerjaan Ciputat? Kita mulai dari nomor teleponnya. Dengan googling, Anda akan mendapati nomor telepon kantor itu (021) 1500910. Tapi ini anehnya: nomor itu tidak aktif, tidak bisa dihubungi. Jadi, misalnya ingin memperoleh informasi ringan terkait dengan layanan di kantor itu, Anda mesti datang, hadir secara fisik.
Untuk mencairkan dana JHT di kantor itu, peserta BPJS ternyata harus mendaftar secara online melalui http://bpjstkciputat.com. Mereka yang mendaftar hari ini baru akan dilayani esok harinya. Kuota per hari cuma 25 orang.
Masalahnya, tidak ada sosialisasi sehingga banyak orang yang datang kaget ketika mengetahui pengumuman tentang hal itu yang ditempel di dinding depan kantor. Uniknya lagi, pendaftaran secara online setiap hari baru dibuka mulai pukul 13.00 WIB. Kalau telat sedikit, Anda akan kehabisan kuota dan mesti mendaftar lagi esok harinya untuk pelayanan lusa.
Online kok dibatasi jam buka? Bukankah seharusnya peserta dapat mendaftar kapan saja, di mana saja? Namanya juga online. Lalu pendaftar secara otomatis mendapat nomor urut antrean. Dengan begitu, mereka cukup mendaftar sekali dan memperoleh kepastian kapan akan dilayani.
Yang tak kalah seru adalah proses pencairan dananya. Jika Anda telah lolos pengecekan persyaratan administrasi secara manual, dana tak segera ditransfer ke rekening Anda. Menurut petugas di sana, perlu waktu tujuh-sepuluh hari. Edan. Ketika teknologi informasi memungkinkan transaksi apa saja dilakukan dengan mudah, cepat, dan aman, mengapa BPJS Ketenagakerjaan begitu lamban? Pencairan dana JHT menjadi sangat ribet dan melelahkan.
Di Sentul, Jokowi berseru: “Kita harus meninggalkan cara-cara lama, pola-pola lama, baik dalam mengelola organisasi, mengelola lembaga, maupun dalam mengelola pemerintahan. Yang sudah tidak efektif kita buat menjadi efektif. Yang sudah tidak efisien kita buat menjadi efisien.”
Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Ciputat seperti berada di sebuah wilayah, entah apa namanya, yang jauh dari Indonesia. Entah siapa presidennya.
Eni Saeni
Tangerang Selatan, Banten
Politik Indonesia
POLITIK Indonesia selalu dinamis. Setelah selesai gugatan hasil pemilihan umum, kini partai-partai saling merapat dan mengunci untuk membagi kekuasaan. Tak ada angin tak ada topan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melemparkan wacana mengembalikan Garis-Garis Besar Haluan Negara—isu besar yang agaknya tak mungkin dikabulkan dalam waktu dekat. Dengan tabiat politik Indonesia, agaknya partai-partai sedang berupaya saling mengunci untuk bagi-bagi kekuasaan di parlemen ataupun di pemerintahan. Sebab, anehnya, Gerindra setuju dengan usul itu. Padahal Gerindra rival PDIP dalam pemilu.
Isu-isu terlihat dilemparkan layaknya jaring yang akan ditarik kembali jika umpan sudah dimakan. Para politikus perlu lebih dewasa dalam bermanuver. Bagi-bagi kekuasaan tidak jadi soal. Yang problematis adalah jika manuver-manuver itu menyangkut nilai-nilai dasar kita dalam bernegara, merongrong demokrasi, asa negara, juga konstitusi. Kembalilah ke jalan politik yang lurus demi kemaslahatan Indonesia.
Agus S. Subagyo
Bandung, Jawa Barat
Nasib Bumi yang Merana
PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa telah melansir laporan terbaru tentang kondisi planet ini. Aktivitas manusia ternyata telah memakai 72 persen lahan di bumi untuk pertanian, peternakan, serta perkebunan. Semua itu menimbulkan emisi gas rumah kaca yang merusak ozon pelindung atmosfer kita. Apalagi semua aktivitas itu menghasilkan sampah yang kian menambah beban bumi ini. Jika tak ada kebijakan dan pencegahan secara radikal, suhu bumi akan naik 1,5 derajat Celsius dalam seratus tahun mendatang.
Jika itu terjadi, manusia akan terpanggang dan merana. Bencana akan muncul di mana-mana akibat iklim yang berubah. Suhu bumi yang naik sebanyak itu akan mencairkan es yang membuat permukaan air laut naik 3 milimeter. Kenaikan permukaan dan suhu air laut ini tak hanya membunuh terumbu karang, tapi juga menyebabkan rob di sepanjang permukiman pantai kita. Daratan tempat kita tinggal akan menghilang.
Karena itu, sudah saatnya kita sadar bahwa apa yang kita lakukan akan berpengaruh besar pada bumi ini, sekecil apa pun. Musim kemarau saat ini membuat pasokan air seret. Saatnya kita berhemat. Makan sedikit, bepergian dengan memakai emisi sesedikit mungkin, lebih banyak menggunakan transportasi publik, tidak menyisakan makanan, tidak membuang sampah sembarangan—jika bisa, mengolahnya kembali. Hal-hal kecil itu akan menolong bumi dan spesies kita dari ancaman kepunahan.
Hermawan
Bogor, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo