Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, mampukah pemerintah menstabilkan harga kedelai? | ||
Ya | ||
25.16% | 117 | |
Tidak | ||
70.11% | 326 | |
Tidak tahu | ||
4.73% | 22 | |
Total | 100% | 465 |
LIMA ribu pengusaha tahu-tempe dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tumpah-ruah di depan Istana Negara, Senin dua pekan lalu. Mereka berunjuk rasa menuntut pemerintah menurunkan harga kedelai, yang sejak awal Januari lalu naik gila-gilaan. Harga satu kilogram bahan baku tahu-tempe itu, yang semula Rp 3.450, naik menjadi Rp 7.500. Ongkos produksi pun kian melambung.
Lonjakan harga ini tak lepas dari pengaruh meroketnya harga kedelai di pasar global. Dalam tujuh bulan terakhir, harga naik dua kali lipat menjadi US$ 600 per ton. Kenaikan ini dipicu oleh berkurangnya pasokan kedelai dari Amerika, yang mengalihkan 15 persen lahan kedelainya untuk ditanami jagung. Untuk menyiasatinya, kata Menteri Perdagangan Mari E. Pangestu, ”Bea masuk impor diturunkan dari 10 persen menjadi nol atau lima persen.”
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan lebih dari 70 persen responden menganggap pemerintah gagal menstabilkan harga kedelai.
Komentar
Saya rasa pemerintah mampu menstabilkan harga kedelai, namun butuh waktu lama karena banyak pejabat tidak langsung turun tangan.
—Raesya, Padang
Pemerintah sejak awal tidak pernah peduli dengan komoditas kedelai. Rasanya kita memang sudah tak pantas disebut bangsa tempe.
—David Achmad, Jakarta
Saya sangat yakin pemerintah mampu. Negara yang 90 persen kebutuhannya bergantung pada impor produk pertanian seperti Brunei dan Singapura saja bisa menstabilkan harga. Masak, negara agraris seperti Indonesia tidak mampu?
—Udin Jambros, Bojong Rangkong
Tak ada gunanya menisbahkan pesimisme pada setiap upaya pemerintah memperbaiki keadaan. Lebih baik ikut membudidayakan kedelai daripada memaki ketiadaannya.
—Daeng Rusle, Balikpapan
Indikator Pekan Depan: INDEKS saham Bursa Efek Indonesia ambruk pada perdagangan Selasa lalu, seiring dengan rontoknya bursa dunia lainnya. Hingga perdagangan ditutup, indeks anjlok 191,36 poin (7,7 persen)—penurunan terbesar dalam lima tahun terakhir. Para investor global rame-rame melego sahamnya karena waswas perekonomian Amerika Serikat di ambang resesi. Mereka pesimistis paket kebijakan pajak yang diluncurkan Presiden George W. Bush bisa mengatasi kelesuan ekonomi Amerika, yang remuk dihantam krisis kredit macet perumahan (subprime mortgage). Menurut Anda, akankah gejolak pasar uang dan saham dunia berlangsung lama? Kami tunggu komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo