Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda jika pemerintah mempersenjatai petugas Satpol PP?
07-14 Juli 2010 |
||
Ya | ||
9,77% | 108 | |
Tidak | ||
2,62% | 29 | |
Tidak Tahu | ||
87,60% | 968 | |
Total | 100% | 1.105 |
MENTERI Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2010 tentang penggunaan senjata api oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Menurut Gamawan, senjata api yang boleh digunakan berbeda dengan milik polisi dan TNI. ”Pelurunya tidak tajam,” katanya Rabu dua pekan lalu.
Dalam peraturan tersebut, yang dimaksud senjata api adalah senjata gas air mata berbentuk pistol, revolver, atau senapan yang dapat menembakkan peluru gas atau peluru hampa. Senjata kejut listrik berbentuk pentungan juga termasuk senjata kategori itu.
Pemerintah Provinsi DKI sedang menyiapkan pengajuan izin pemberian senjata bagi Satpol PP. Jika izin turun, setidaknya 800 anggota kesatuan itu akan bersenjata.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif pekan lalu menunjukkan hanya 9,77 persen setuju Satpol PP diberi fasilitas senjata. Mayoritas responden tegas-tegas menyatakan tidak setuju.
”Tugas Satpol PP hanya mengingatkan agar warga tertib mengindahkan peraturan daerah, termasuk membuat surat teguran kepada warga yang melanggar aturan. Yang punya kewajiban menindak pelanggar aturan adalah pemerintah daerah dengan bantuan polisi,” kata Hasan, pembaca Tempo.
Indikator Pekan Depan Tayangan infotainmen bukan karya jurnalistik. Tepatkah? Mulharnetti Syas, doktor komunikasi massa dari Universitas Indonesia, melihat proses produksi infotainmen, dari liputan, wawancara, lalu kembali ke kantor untuk membuat tayangan itu. Hasilnya, menurut dia, tayangan infotainmen bukan karya jurnalistik. ”Saya bisa tegaskan itu karena prosesnya tidak sesuai dengan koridor jurnalistik,” katanya. Produk infotainmen, dia melanjutkan, bertentangan dengan kode etik jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Karena infotainmen dinilai bukan karya jurnalistik, kata Mulharnetti, pekerjanya pun tidak bisa disebut wartawan. Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan sedang mempelajari rancangan nota kesepahaman tentang infotainmen dengan Komisi Penyiaran Indonesia. ”Jangan sampai Dewan Pers mencampuri siaran yang tidak bersifat jurnalistik. Nanti manfaatnya tidak maksimal,” katanya. Setujukah Anda bila infotainmen digolongkan sebagai karya jurnalistik? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo