SAYA sependapat dengan tulisan O.C. Kaligis dalam rubrik Surat di Majalah TEMPO Edisi 23-29 September 2002. Intinya, dia mengatakan bahwa falsafah hidup bangsa Indonesia adalah kekeluargaan, bahwa anak-anak harus menghormati orang tua. (O.C. Kaligis menulis, ”Saat ini sedang mengadili dua tersangka pelaku penginjak-injak foto Presiden Megawati Sukarnoputri. Anehnya, kedua tersangka dibela mati-matian oleh lembaga swadaya masyarakat. Dalam falsafah hidup bangsa Indonesia, kekeluargaan, anak-anak harus menghormati orang tua. Anggaplah Presiden Megawati dan Wakil Presiden Hamzah Haz adalah orang tua kita.”—Red)
Saya setuju pada makna ungkapan luhur tersebut. Hanya, saya kurang sependapat dengan kata ”harus” karena bisa memelencengkan rasa hormat tulus menjadi rasa hormat semu, pura-pura, bahkan bernuansa menjilat.
Menurut saya, semua anak akan menghormati orang tua yang memang layak dan patut dihormati. Tapi, lantas timbul pertanyaan, apakah masih ada ”orang tua” dalam pengertian luas yang disebutkan O.C. Kaligis sebagai pejabat tinggi negara, para elite politik dan tokoh masyarakat, yang dari ukuran kepatutan dan moral masih patut dihormati. Lihatlah betapa perilaku mereka kini jauh dari terpuji dan amat korup.
Saya, yang sudah menjalani hidup dalam tiga zaman, kian merasa bangsa ini sudah hancur lebur dan bejat.
F.S. HARTONO
Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini