Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan sikap Majelis Ulama Indonesia menunda pelaksanaan fatwa bunga bank haram? (26 Desember 2003 - 02 Januari 2004) | ||
Ya | ![]() | |
42.24% | 256 | |
Tidak | ![]() | |
51.82% | 314 | |
Tidak tahu | ![]() | |
5.94% | 36 | |
Total | 100% | 606 |
Awalnya adalah pernyataan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. Ma’ruf Amin, kepada wartawan dalam acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Hotel Indonesia, Jakarta, 16 Desember lalu. Waktu itu Ma’ruf mengatakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia menetapkan fatwa bahwa bunga bank adalah haram.
Kontan hal itu menimbulkan reaksi ramai di tengah masyarakat. Dua organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tak sejalan dengan pendapat MUI. Dalam pandangan Muhammadiyah, soal bunga bank itu masih jadi perdebatan antara halal dan haram sehingga pihaknya belum mengambil sikap. NU juga bersikap senada.
Yang mendukung fatwa itu juga tidak sedikit. Selain dari kalangan perbankan syariah, Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera juga mendukung. Partai Keadilan Sejahtera berpendapat fatwa itu perlu agar masyarakat, khususnya umat Islam, mengetahui kejelasan hukum bunga bank.
Ketua Umum MUI, Umar Sihab, mengakhiri perdebatan itu dengan menarik fatwa yang menyatakan bunga bank haram. ”Adanya berbagai reaksi dan tanggapan terhadap fatwa tersebut membuat kami terpaksa menunda penetapan fatwa itu,” kata Umar Sihab, 23 Desember lalu.
Namun, sebagian besar responden jajak pendapat Tempo Interaktif sepanjang pekan lalu tak setuju dengan penundaan pelaksanaan fatwa MUI. Salah seorang responden dari Semarang meminta MUI konsisten. ”Kalau memang haram, ya, bilang haram.”
Indikator Pekan Ini:
Setelah ditahan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) lebih dari enam bulan, wartawan RCTI Ersa Siregar akhirnya tewas. Wartawan senior itu ditemukan meninggal setelah TNI dan GAM terlibat kontak senjata di daerah Simpang Ulim, Aceh Timur, 29 Desember lalu.
Meninggalnya Ersa menimbulan reaksi luas. Berbagai wartawan mengutuk dan menyesalkan kasus itu. Organisasi wartawan menilai pemerintah tidak serius membebaskan Ersa, dan mereka juga mengutuk GAM yang seperti menjadikan Ersa sebagai tameng hidup. Banyak kalangan mendesak agar ada tim independen untuk mengusut kasus Ersa. Tim diharapkan dapat mengungkap penyebab kematian Ersa, apakah tertembak senjata TNI dalam kontak senjata atau oleh senjata GAM. Apalagi, ada dugaan lukanya akibat tembakan dari jarak dekat. Kami tunggu pendapat Anda di www.tempo.co.id. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo