Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tayangan sinetron mendominasi pelbagai stasiun TV, khususnya TV swasta, dan umumnya menduduki prime time--pemirsanya paling banyak dibandingkan dengan jam tayang lainnya. Sayangnya, hampir semua sinetron itu hanya "menjual mimpi" (meminjam istilah seorang kritikus) dan sama sekali tidak mengandung unsur pendidikan--kalau tidak mau disebut sebagai proses pembodohan masyarakat.
Dalam banyak hal (logika, misalnya), sinetron-sinetron itu sungguh memprihatinkan--untuk tidak disebut "konyol". Belum lagi kalau bicara mengenai setting-nya, yang serba mewah dan snob, seakan-akan itu bukan Indonesia, melainkan suatu tempat antah-berantah. Lebih jauh lagi, sinetron ini seolah mengejek dan memberikan iming-iming kosong kepada masyarakat yang sedang bergelut dengan krisis berkepanjangan.
Sampai kapan sinetron konyol seperti ini mendominasi TV? Apakah memang penulis-penulis kita sudah kehilangan inovasi dan kreativitas sehingga tidak mampu membuat sinetron yang "cerdas"? Bukankah sudah ada contoh "sinetron cerdas" yang pernah ditayangkan TV, seperti Bukan Perempuan Biasa atau Si Doel Anak Sekolahan, yang juga banyak diminati penonton sambil mencerdaskan bangsa?
Chirdiono M. Achadiat
Alamat lengkap pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo