Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Teka-teki Pelabuhan

4 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino sebagai tersangka, Jumat tiga pekan lalu. Pelaksana harian Kepala Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak, mengatakan Lino menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010.

KPK menuduh Lino menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi terkait dengan pengadaan QCC di Pelindo II tahun 2010. Modusnya, Lino memerintahkan pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II (Persero) dengan menunjuk langsung HDHM dari Cina sebagai penyedia barang.

Tiga unit QCC tersebut ditempatkan di pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak. Akibatnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 60 miliar dari proyek bernilai sekitar Rp 160 miliar tersebut. Tak urung, banyak pihak menilai kasus tersebut menunjukkan buruknya pengelolaan pelabuhan di negeri ini.

Majalah Tempo pada 21 Juli 1973 menurunkan laporan utama "Teka-teki Pelabuhan". Isinya, mengulas ketidakberesan bongkar-muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Termasuk praktek suap para importir terhadap petugas pelabuhan agar barang mereka bisa segera keluar dari pelabuhan yang didirikan Belanda pada 1883 tersebut.

Waktu itu terjadi penumpukan barang karena pelayaran asing lebih suka menyetor barang di Tanjung Priok dan mengopernya ke perusahaan nasional yang bakal mendistribusikan ke pelabuhan tujuan. "Barang proyek untuk Ujungpandang, misalnya, harus dibongkar di Tanjung Priok," kata Subekti, pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjadi asisten Ketua Tim Penertiban Pelabuhan.

Konon, pengimpor barang menimbun barang di Priok sambil mencari pembeli dan menunggu harga pasar yang paling menguntungkan. Upaya itu didukung oleh murahnyabiaya sewa gudang yang saat itu hanya Rp 10 per ton per hari, sebelum dinaikkan menjadi Rp 50 per ton per hari untuk mencegah penumpukan. Pemerintah kemudian juga memberlakukan denda tinggi bagi mereka yang barangnya tak keluar lebih dari 15 hari.

Para pengusaha balik menuding penumpukan barang di Priok terjadi karena buruknya pengelolaan pelabuhan. Menurut Sekretaris Jenderal Shippers Council of Indonesia Haznam, cara pengelolaan barang di gudang pelabuhan juga tak teratur.Barang-barang yang tersebut dalam satu berkas dokumen sering kali diletakkan terpisah dan yang baru datang ditumpuk begitu saja. "Sehingga tak jarang barang yang akan diverifikasi petugas Bea-Cukai sulit ditemukan," ujar Haznam. Bahkan sebagian barang yang diperam di gudang lenyap atau dipreteli tangan-tangan jail.

Presiden Direktur Sucofindo Arifin Prawirakusumah mengatakan penumpukan juga terjadi karena urusan dokumen pengeluaran barang harus melewati 24 "terowongan administrasi". Ada pengusaha bisa mengurus surat dalam tiga hari, ada pula yang lima hari atau sepekan. Pun arus masuk-keluar barang tak mengikuti aturan FIFO (first in-first out). Sebagian pengusaha pun memilih memberikan "minyak pelincir" supaya barang bisa cepat keluar dan tak kena denda.

Arifin sudah mengirimkan saran dan analisis kepada Menteri Perdagangan Radius Prawiro. Salah satunya menggunakan sebagian dari 2.200 hektare wilayah daratan Tanjung Priok yang masih menganggur sebagai gudang. Dia juga meminta pemerintah menyederhanakan administrasi keluarnya barang dari pelabuhan. Maka pengurusan dokumen dengan instansi di luar pelabuhan, seperti bank dan departemen teknis, bisa selesai sebelum kapal pembawa barang tiba di pelabuhan.

Cara lain adalah dengan memberdayakan lebih luas lagi pelabuhan lain, seperti di Makassar, Tanjung Perak di Surabaya, Boom Baru di Palembang, atau Belawan di Sumatera Utara. Cara ini dipandang bakal ikut memeratakan pembangunan yang tak hanya terpusat di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus