Kawasan perdagangan Chow Kit di pusat kota Kuala Lumpur, Malaysia. Tempat yang biasanya ramai dan tenteram itu mendadak ricuh ketika sejumlah pedagang berteriak-teriak, ”Ada siasat, ada siasat!” Sejumlah pedagang asal Indonesia bergegas menutup tokonya. Yang lain berhamburan tak tentu arah.
Polisi Malaysia sore itu melakukan razia imigran gelap asal Indonesia. Setiap yang dicurigai sebagai orang Indonesia diperiksa. Yang ketahuan tak memiliki paspor atau identity card (IC) akan langsung diangkut ke kantor polisi. Penggerebekan Chow Kit hari itu, sebuah Sabtu di Desember 1987, berhasil meringkus 400 pendatang haram—350 diantaranya berasal dari Indonesia.
Menurut seorang polisi, imigran Indonesia memang biang keladi. Selama ini dalam hampir setiap kejahatan—dari samun (penodongan), pecah rumah (pencurian di malam hari), hingga pemerkosaan—selalu ada orang Indonesia yang terlibat. Dari beberapa kali penggerebekan polisi, imigran Indonesia paling banyak kena garuk.
Sikap Malaysia membuat berang pemerintah Indonesia. Jakarta menuduh pemerintah dan pers Malaysia melebih-lebihkan persoalan. ”Masa, pers setempat sampai hati membuat berita, ada penjual sate asal Indonesia yang memakai daging babi,” kata Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Himawan Sutanto.
Waktu berlalu dan persoalan tak juga surut. Ratusan tenaga kerja Indonesia kini tengah menanti hukuman cambuk di negeri jiran, Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini