Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA Samuel Beckett menulis Waiting for Godot, ia tidak sedang menyindir Kepala Kejaksaan Agung Andi Ghalib. Tokoh dalam drama klasik itu menunggu sesuatu yang tak kunjung datang, sementara Ghalib, yang tengah mengusut harta Soeharto, justru kebanjiran info.
Majalah Time edisi akhir Mei 1999 membongkar kekayaan klan Cendana. Investigasi majalah berita itu selama empat bulan di 11 negara menemukan bahwa kekayaan keluarga Soeharto mencapai US$ 15 miliar (Rp 120 triliun) dalam bentuk uang, properti, perhiasan, hingga pesawat jet. Usaha bisnisnya berserakan di 564 perusahaan di Indonesia serta ratusan lainnya di luar negeri. Dari Amerika hingga Uzbekistan. Cendana juga disebut-sebut memiliki 3,6 juta hektare tanah—lebih luas ketimbang negeri Belgia.
Dengan kekayaan itu Soeharto ditaksir merupakan orang terkaya nomor tiga di Asia setelah Sultan Bolkiah (Brunei) dan Raja Fahd (Arab Saudi). Dari mana harta itu? Menurut Time, klan Cendana memperolehnya dari kutipan haram dan main patgulipat dalam bisnis.
Banyak kalangan me ngatakan, laporan Time mestinya dapat menjadi titik tolak pengusutan harta Soeharto oleh Ghalib. Toh, jenderal bintang tiga itu tak jua menyeret jenderal bintang lima ini ke meja hijau.
Idem ditto dengan para Kepala Kejaksaan Agung pengganti Ghalib. Bahkan Soeharto kini mendapat angin. Pekan lalu, Mahkamah Agung memenangkan gugatan Soeharto terhadap majalah berita mingguan tersebut. Gara-gara laporan utama berjudul ”Soeharto Inc.”, Time diharuskan membayar Rp 1 triliun kepada Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo