Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dewan Pengawas Perbankan Swiss akan menghapus rekening anonim per 1 Juni 1991.
Mayoritas nasabah Indonesia meminta fasilitas super-secret banking.
Kebijakan ini dinilai tak akan memiliki dampak besar terhadap nasabah dari Indonesia.
PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan berfokus mengatasi pencucian uang di tingkat global pada 2021. Caranya, kata Kepala PPTAK Dian Ediana Rae, adalah meningkatkan kerja sama dengan organisasi internasional anti-pencucian uang, Financial Action Task Force on Money Laundering.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia berharap kerja sama ini bisa memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. PPATK mencatat transaksi mencurigakan pada 2016-2018 mencapai Rp 10,39 triliun. Pada 2019, lembaga ini mengungkap pencucian uang yang dilakukan sejumlah kepala daerah lewat kasino di luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencucian uang bukan hal baru. Tempo pada 18 Mei 1991 menulis soal kerepotan bank-bank Swiss menghadapi kasus-kasus pencucian uang ini lewat laporan berjudul Nasabah Kakap Takkan Lari. Duduk perkaranya bermula dari citra bank-bank negara berbendera palang putih ini sebagai bank pencuci uang kotor.
Pada awal Juni 1991, Dewan Pengawas Perbankan (Federal Banking Commission) Swiss akan menghapus semua akun rekening anonim yang bercokol di bank-bank negara tersebut. Artinya, semua pemilik rekening di Swiss harus menjelaskan identitasnya seterang-terangnya. “Ketentuan ini sebenarnya tidak baru,” kata Kurt M. Hochner, Konsul Kedutaan Swiss di Jakarta.
Jauh sebelum 1991, tepatnya pada 1977, Perserikatan Bank Nasional Swasta Swiss (Perbanas Swiss) telah bersepakat identitas nasabah harus jelas bagi mereka. Tapi aturan itu tak pernah berjalan. “Pada 1977-1980, terlihat jelas bahwa uang kotor hasil penjualan obat bius ‘dicuci’ di bank,” ujar Hochner.
Meski telah ada kesepakatan tentang identitas nasabah, kata dia, bank-bank Swiss memberi peluang rekening anonim lewat fasilitas super-secret banking. Caranya, para nasabah spesial ini cukup memberikan kuasa kepada pengacara lokal untuk membuka rekening dengan mengisi formulir khusus. Kehadiran pengacara menjamin kerahasiaan identitas nasabah.
Swiss serupa suaka bagi rekening anonim. Negara itu memiliki undang-undang kerahasiaan bank yang sangat kuat. Undang-undang ini mewajibkan setiap karyawan bank, pengacara, bahkan auditor dan semua yang terlibat dalam urusan nasabah merahasiakan setiap hal yang terkait dengan nasabah. Aturan ini berlaku wajib seumur hidup. Pelanggarnya diancam hukuman penjara enam bulan dan denda SF 50 ribu (sekitar Rp 65 juta—kurs saat itu).
Super-secret banking yang diterapkan di Swiss ini menarik orang-orang superkaya Indonesia. Seorang pemimpin Union Bank of Switzerland (UBS) di Singapura mengatakan nasabah terbesar mereka adalah orang Indonesia. “Orang Indonesia superkaya,” ujarnya. Mayoritas nasabah tersebut meminta fasilitas konservatif, kata lain dari jaminan kerahasiaan superketat.
Pengamat perbankan Priasmoro Prawiroardjo mengatakan Undang-Undang Perbankan Swiss yang terbaru tak akan membuat nasabah ciut dan lari. Selain memiliki kondisi politik yang sangat stabil di Eropa, Swiss dikenal sangat kuat menjaga tradisi kerahasiaan perbankannya. “Tradisi perbankan Swiss juga sudah demikian berakar. Kepercayaan itu tidak akan mudah didapat, misalnya, di Argentina atau Cayman Islands, yang sebenarnya juga menawarkan rekening anonim,” ujar Priasmoro.
Di dalam negeri, pemerintah Indonesia sendiri saat itu telah mulai mempermasalahkan money laundry. Namun kondisi perekonomian yang sangat rentan pada masa itu membuat pemerintah maju-mundur membuat undang-undang yang meneliti asal-usul uang nasabah untuk mencegah pencucian uang. “Toh, sudah ada undang-undang kerahasiaan bank yang mengizinkan otoritas memeriksa rekening nasabah dengan tata cara tertentu,” katanya.
Anonimitas kepemilikan rekening bank di Indonesia dilarang keras. Namun, menurut juru bicara Bank Indonesia, Dahlan Sutalaksana, rahasia nasabah tetap dijamin. Untuk kepentingan perpajakan, Menteri Keuangan sebagai otoritas moneter berwenang mengetahui identitas nasabah. Untuk kepentingan peradilan, Menteri Keuangan juga dapat mengizinkan Jaksa Agung atau Mahkamah Agung meminta informasi kepada bank mengenai uang tersangka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo