Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAYA mendapatkan pengalaman yang ”mengenaskan” ketika mengikuti ujian calon pengacara praktek yang diadakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta, tahun lalu. Betapa tidak, seorang pengacara, yang dituntut menegakkan keadilan, rupanya dengan mudah bisa mendapatkan izin sebagai pengacara praktek tanpa ikut ujian. Mereka cukup menyediakan sejumlah uang untuk membeli surat keputusan pengadilan tinggi. Selain itu, ia harus terampil melobi, menyontek, serta bekerja sama selama ujian. Parahnya, semua kegiatan ini diketahui panitia ujian.
Mengapa ujian ini tidak dihapus saja, kalau toh hanya membuka peluang kolusi? Apakah tidak perlu dicari cara lain untuk menyaring calon pengacara? Bagaimana dengan agenda reformasi di bidang hukum jika untuk menjadi pengacara saja harus berkolusi? Bagaimana pula dengan para hakim yang membiarkan atau bahkan mengakomodasi hal-hal seperti itu?
Harus dilakukan upaya besar-besaran untuk membersihkan virus di pengadilan kita.
MRS
Jakarta - (Nama dan alamat sebenarnya pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo