Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Upacara Darah

Menyabung ayam perupakan judi dan juga sebagai salah satu upacara keagamaan di bali. dan kini dipersoalkan apakah sebagai judi atau upacara adat.

12 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARAH, pertarungan, kematian. Adu ayam di Bali sekaligus memikat dan mengerikan. Pelukis Affandi berkali-kali melukiskannya. Ahli antropologi Clifford Geertz pernah membuat esei yang mendalam tentangnya. Tapi apa artinya sebenarnya bagi orang Bali sendiri upacara atau cuma judi? Di tengah kerumunan pertandingan, dua ekor ayam jago bertaji saling terjang. Penonton tegang membisu atau berteriak, memberi semangat kepada ayam yang dijagoinya agar terus menyerang lawan. Pada saat kedua ayam itu sudah kelihatan lelah dengan luka-luka di tubuh, saya (wasit) memukul kempur (gong kecil). Jika salah seekor ayam itu mati sebelum kempur berbunyi 3 kali, ia dinyatakan kalah. Tapi bila lewat 3 kali pukulan kempur keduanya hanya terengah-engah saja, maka ayam-ayam itu dimasukkan dalam satu sangkar. Dalam sangkar ini, ayam yang paling dulu mematuk lawannya itulah yang dinyatakan menang. Dengan kepatuhan pada hukum tanpa KUHP itu para petaruh akan setuju. Juga bila setelah dimasukkan ke dalam sangkar, kedua ayam tadi tak berselera lagi saling mematuk lawan. Itu artinya draw -- sama halnya jika keduanya sama-sama mati sebelum kempur berbunyi 3 kali. Dari sekian banyak jenis judi di Bali, menyabung ayam dengan taruhan paling digemari. Separuh dari jumlah penduduk pedesaan di Bali paling tidak memelihara 4 ekor ayam aduan. Bahkan ada yang sampai memiliki 50 ekor. Bisnis jual beli ayam aduan ini juga cukup ramai lebih-lebih bila ayam itu berasal dari Lombok. Ayam aduan dari pulau ini terkenal gesit dan tangguh kehilangan nyawa bila bertarung. Makan Jangkrik "Memelihara ayam aduan harus teliti," tutur Made Rawig, penjudi terkenal dari Desa Abian Semal, Denpasar, yang juga memelihara beberapa ekor ayam aduan. Seminggu sekali, katanya, ayam harus dimandikan. Kakinya harus diberi parem bercampur tahi sapi. Makanannya tidak cukup hanya nasi. Agar "lebih bergizi" harus dicampuri rumput, jangkrik atau unsur lain yang dapat memperkuat tubuhnya. Seperti juga petinju, ayam aduan juga harus setiap hari diadu dengan sparing partner sebagai latihan. Jika fisik ayam telah dianggap kuat, barulah diturunkan ke gelanggang aduan. Tapi untuk apa? Marilah kita tengok Taman Hiburan di Pemedilan, Denpasar. Sabungan di Pemedilan hanya diizinkan 16 kali dalam sebulan. Taman Hiburan ini dikelola Pemda Kabupaten Badung. Tarifnya Rp 50.000 sebagai sewa tempat sekali pakai, ditambah karcis masuk Rp 200 tiap orang. Penghasilan Pemda Badung tak kurang dari Rp 1,5 juta tiap bulan dari arena ini. "Pokoknya lumayan," kata Kepala Humas Pemda Badung, Sutawan Sidik, "semua balai banjar di sini dibangun dari hasil judi ayam Pemedilan." Tapi tidak semua orang Bali meanggap judi sabung ayam dari segi keuntungan belaka. Banyak yang mempersoalkannya sebagai judi yang membawa kemelaratan. Dan lebih-lebih lagi, bertentangan dengan agama Hindu. Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, Ketut Wijana SH, misalnya termasuk orang yang sejak 1971 paling gigih mengusulkan agar judi serupa ini dihapus. Namun kegigihan Wijana rupanya belum membuahkan hasil sampai sekarang. Buktinya, bukan saja sabung ayam resmi masih terus muncul, tidak kurang subur pula yang tidak resmi, yang di daerah ini lazim disebut tajen malingan, adu ayam gelap. Namun bukankah adu ayam juga termasuk upacara? Bekas Kepala Bimas Hindu dan Budha Kanwil Depag Bali, I Gusti Ketut Kaler, bilang begitu. Adu ayam, kata Kaler, sesungguhnya adalah bagian dari upacara keagamaan. Tapi ia menambahkan justru karena itu tidak boleh diperalat untuk judi. Ia menyebut upacara masesangi, seperti yang biasa terlihat di Pura Hyang Api di Desa Klusa, Kecamatan Payangan, Gianyar, sebagai upacara keagamaan untuk melepas kaul karena panen berhasil atau ternak bebas dari penyakit. Polisi Kualat Adu ayam dalam upacara masesangi memang dicertai taruhan. "Rata-rata hanya bertaruh Rp 100, dan bukan dengan niat judi," tambah Kaler. Dengan taruhan itu si pemilik ayam merasa terhormat, karena ayamnya yang diadu di pekarangan puri diperhatikan si pemasang taruhan. Pada hari Kuningan, 10 hari setelah Hari Raya Galungan, di Pura Hyang Api selalu terlihat orang-orang datang menenteng ayam jantan dan sesajen. Namun tak untuk taruhan habis-habisan. Beberapa prasasti memang menyebut adu ayam sebagai salah satu upacara keagamaan. Misalnya prasasti Batur Abang (bertahun Saka 933 atau 1011 Masehi) dan prasasti Batuan (1021 Masehi). Keduanya berpangkal pada lontara Shiwa Tatwapurana yang lebih tua. Dalam lontara ini sudah dikenal Tabuh Rah, bagian permulaan upacara keagamaan -- dengan menaburkan darah untuk menjaga keharmonisan Buana Agung (alam semesta) dengan Buana Alit (manusia dan mahluk lainnya). Untuk mendapatkan darah itu dipergunakanlah darah ayam yang disabung dengan mempergunakan taji. Karena itu menyabung ayam di Bali tak mungkin dihapus. "Itu lambang dari suatu tekad" kata Ketut Kaler. Maka yang masih terus diperjuangkan pemuka-pemuka agama di Bali adalah menghindarinya dari penyalah-gunaan oleh para penjudi. Berbagai razia terhadap tempat-tempat penyabungan ayam gelap memang dulu sering dilakukan. Tapi akhir-akhir ini kabarnya di kalangan kepolisian di sana timbul kepercayaan jika merazia sabung ayam, bisa kualat. Soalnya, pernah seorang anggota Polri merazia penjudi-penjudi yang sedang menyabung ayam di halaman sebuah pura. Para penjudi memang lari tungganglanggang. Tapi waktu mengejar salah seorang penjudi, kaki anggota Polri tadi tersandung pada sebuah batu kecil. Ia jatuh dan sebuah jari kakinya luka. Luka ini tak sembuh-sembuh, sehingga jari kaki itu harus dipotong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus