Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK mudah mewawancarai seorang superstar. Selain cerewet dan banyak aturan, biasanya, ia lebih senang mengadakan jumpa pers ketimbang wawancara khusus. Mereka punya manajer publikasi yang mengurusi soal pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mick Jagger, superstar rock dari Inggris yang manggung di Stadion Senayan, Ahad depan, pun dikelilingi sejumlah orang yang juga cerewet. Tapi kami sudah biasa dengan kecerewetan seperti itu. Dan, Dewi Anggraeni, koresponden Tempo di Australia, berhasil menjinakkan penyanyi rock itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Mick berkeliling Australia, sebelum ke Indonesia, kami menugasi untuk mewawancarainya. Dewi menghubungi Paul Daincy Corporation, yang mengelola tur Mick di sana. Humas perusahaan itu, Dona Baes, kemudian memperkenalkan Dewi dengan promotor Mick Jagger. Di sinilah kecerewetan itu muncul. Promotor Mick meminta data lengkap Tempo, dari isi majalah sampai siapa saja tokoh-tokoh dunia yang pernah diwawancarai.
Penanggung jawab rubrik Musik, Mohamad Cholid, lantas mengirimkannya dengan senang hati, langsung ke alamat panitia melalui faximile. Rupanya, mereka puas. Terbukti Dewi diundang menyaksikan konser Mick Jagger di Melbourne.
Ibu dua anak yang bukan penggemar Mick Jagger ini "terpaksa" menonton pertunjukan itu dengan anak lelakinya yang sudah remaja, yang kebetulan penggemar berat Jagger. Dewi diajak ke belakang panggung, dan "dikuliahi". "Kalau Anda mewawancarai dia, Anda harus menganggap Mick bukan penyanyi sembarangan yang dangkal pikirannya," kata manajer publikasi Mick, Tony King.
Setelah Dewi diperkenalkan pada ini dan itu, diberi tahu soal tetek-bengek pertunjukan, wawancara dengan Mick Jagger pun dilakukan di Hotel Hilton, Melbourne, Jumat dua pekan lalu. Ternyata, kata Dewi, Mick yang pernah ke Bali tahun 1979 itu sama sekali tak berkesan sombong.
Dewi bahkan bisa "memerintah" sang superstar agar duduk lebih dekat ke meja -- takut kalau mik yang ditaruh di sana tak bisa menangkap omongan Jagger.
Wawancara itu berlangsung satu setengah jam. Esoknya, rombongan Mick Jagger terbang ke Perth. Tanpa disangka dari sana Jagger menelepon langsung ke rumah Dewi. Kali ini, Mick Jagger sendiri yang minta supaya Dewi bisa mewawancarainya.
Apa lagi? Begini: untuk kepentingan pentas di Jakarta, pihak promotor menginginkan ada wawancara antara Mick Jagger dan "seorang wartawan". Wawancara itu akan dipakai untuk publikasi -- disiarkan TVRI. "Saya tak pernah wawancara untuk TV," Dewi kaget.
Mick Jagger ngotot. "Kita coba saja, kalau hasilnya baik, kita pakai," desak Mick. Wawancara pesanan itu pun jadi juga, setelah Mick Jagger kembali ke Melbourne. Mick malah minta diajari sapaan dalam bahasa Indonesia, yang bisa mengakrabkan. Dewi mengusulkan kata "Selamat bertemu" dan "Sampai jumpa".
Pembaca, jika Anda menonton siaran bahasa Inggris TVRI, akhir pekan lalu, dan melihat di situ Mick Jagger diwawancarai seorang wartawati, nah, itulah Dewi Anggraeni, koresponden kami di Australia.
Mengapa tak menyebut dia dari Tempo? Wow, itu tak boleh, bahkan anehnya Mick Jagger selama wawancara tadi tak boleh dipotret.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo