TIAP minggu puluhan peristiwa terjadi. Tiap minggu sebuah mingguan majalah berita harus memilih, peristiwa apa yang paling hangat, pahng menguasai perhatian, atau paling istimewa selama tujuh hari itu. Dari pilihan itulah sebuah laporan utama disusun, dan disajikan buat pembaca. Tak selamanya keputusan itu mudah. Secara subyektif memilih sebuah topik bisa menyebabkan laporan yang disajikan tak digubris pembaca. Atau, cuma jadi perhatian pembaca di suatu tempat, bukan di tempat lain. Untuk menghindarkan hal itu, di TEMPO, misalnya, proses pengambilan keputusan tak dilakukan oleh satu dua orang. Diskusi bisa panjang. Terutama buat pekan ini. Sebab, soal-soal yang terjadi di pekan lalu, dan diduga akan berlanjut gemanya di pekan ini, tak cuma satu. Di Filipina ada krisis besar pemerintahan Cory Aquino. Di Indonesia sebuah undang-undang hak cipta yang efeknya akan luas disahkan di DPR. Bersamaan dengan itu pekan lalu pula, suatu peristiwa luar biasa tapi tak banyak disiarkan media massa berlangsung di Jawa Timur: sebuah pertemuan besar antara pelbagai kelompok aliran kepercayaan. Tepatnya di Trowulan, yang konon merupakan bekas ibu kota Majapahit. Maka, di TEMPO pekan ini, Anda akan menemukan tiga laporan panjang. Semuanya disiapkan lewat proses yang mengerahkan otak dan keringat tapi kami minta perhatian kali ini buat yang di Trowulan. Untuk meliput peringatan 1 Suro di Trowulan ini dari Surabaya berangkat Budiono Darsono, Jalil Hakim, dan Zaim Uchrowi. Mereka tiba di Trowulan sehari sebelum acara puncak berlangsung, sehingga sempat mengikuti kesibukan peserta acara, seperti mengunjungi makam pendiri Majapahit, Raden Wijaya, melakukan pemancangan umbul-umbul di Pendopo Agung, sampai acara macapatan. Dan, sejumlah wawancara dilakukan Budi, Jalil, dan Zaim pada malam tirakatan itu. Tokoh kebatinan yang kami wawancarai, antara lain, Ketua III Dewan Pengurus Pusat HKP, Sumantri Tjokrowardojo. Pada wawancara yang berakhir pukul 3.15 dinihari itu, kata Sumantri, ikut "hadir" mereka yang telah berada di alam gaib. "Di antaranya Bun Karno," ujarnya. Di Trowulan, trio wartawan dari Biro Surabaya juga menemui Eyang Purborini, salah seorang sesepuh kebatinan, di sebuah pertapaan yang dinamakannya Pertapaan Agung Istana Majapahit. Tempat ini, menurut Eyang Purbo, dipertaruhkannya untuk kebangkitan Nusantara. Sekalipun upacara 1 Suro di Trowulan dihadiri berbagai utusan aliran, peringatan itu masih terasa tak lengkap. Ada dua aliran besar -- Pangestu, yang dipimpin Menteri Kehutanan Soedjarwo, dan Subud -- tak terlibat di sana, dan kebetulan keduanya sudah menyatakan diri keluar dari HPK. Laporan dari sana, yang dikirim Budi, Jalil, dan Zaim dari Trowulan, setelah dilengkapi sejumlah wawancara dengan tokoh kebatinan maupun bukan di Jakarta, kemudian dirangkum oleh Susanto Pudjomartono, Amran Nasution, Happy Sulistyadi, dan Bambang Harymurti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini