Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sabdopalon, Setelah 500 Tahun

Ramalan Sabdopalon yang dimuat dalam kitab Darmogandul yang ditulis 1478 berisi bermacam nasihat, juga menguraikan riwayat tersiarnya Islam di pulau Jawa. Pro & kontra mengenai ramalan Sabdopalon.

19 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA Sabdopalon. Ia cuma seorang pembantu (abdi), meski yang diabdi adalah Brawijaya VIII, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Tapi nama sang abdi kini malah lebih bergema dibanding sang majikan -- setidaknya di kalangan penganut kepercayaan. Itu karena sang abdi tadi pernah membuat sebuah ramalan, yang konon diucapkan pada 1478, di saat runtuhnya Majapahit Ramalan Sabdopalon dimuat dalam Kitab Darmogandul, sebuah buku Jawa yang tidak jelas pengarangnya. Selain berisi bermacam nasihat, kitab ini juga menguraikan riwayat tersiarnya Islam di Pulau Jawa. Alkisah, Raden Patah, putra Brawijaya. bersama sejumlah wali berontak terhadap Majapahit yang berdasarkan agama Budha. Akibatnya, Majapahit runtuh dan berdirilah Kerajaan Demak yang berdasarkan Islam. Menurut Kitab Darmogandul, di saat Brawijaya diajak masuk Islam oleh Sunan Kalijaga, terjadilah dialog antara mereka. Tanya Brawijaya: "Jika saya masuk Islam. apakah saya akan diperintahkan sembahyang, dan bila belum mengerti, apakah aku akan dimandikan di kolam?" Sunan Kalijaga tertawa. "Tidak. Paduka hanya perlu mengucapkan dua kalimat syahadat." Akhirnya Brawijaya masuk Islam. Ketika Brawijaya menyarankan kepada abdinya yang bernama Sabdopalon agar ikut memeluk Islam, si abdi menolak. Abdi yang "raja dan yang tanah Jawa" ini memilih kembali ke kerajaannya. Tapi ia punya pesan. "Kelak sepeninggal saya, jika waktunya tiba, genap 500 tahun sejak hari ini, akan saya ganti agama (Islam), akan kami sebar agama kebatinan ke seluruh Jawa. Siapa yang tak mau menerima, akan kuhancurkan. Kuberi alamat kedatanganku: bila Gunung Merapi meletus, itulah tanda aku mulai menyebar keyakinan, menepati janjiku." Dari pesan yang bersifat mesianistis ini, kata Drs. Abu Tholhah, dosen Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, jelas dimaksudkan bahwa 500 tahun setelah runtuhnya Majapahit (1478) agama kebatinan akan bangkit lagi. "Anehnya, yang disebut agama kebatinan itu disebut juga sebagai agama budhi," katanya. Akibatnya, orang kebatinan mengklaim yang dimaksud ialah aliran kebatinan, sedang kalangan Budha berpendapat yang dimaksud adalah agama mereka. Banyak penganut kepercayaan yang percaya bahwa ramalan Sabdopalon itu tidak meleset. Buktinya. aliran kepercayaan diakui oleh negara pada 1983 lewat GBHN. "Pengakuan itu semakin menimbulkan optimisme di kalangan aliran kebatinan bahwa suatu saat aliran kebatinan akan berjaya kembali sebagai agama Jawa," ujar Abu Tholhah. Namun, bukankah lima abad setelah 1478 adalah 1978? Benarkah di saat yang dijanjikan itu ramalan Sabdopalon menjadi kenyataan? Waktu itu yang terjadi adalah penegasan dalam GBHN bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama. Pembinaannya juga dilakukan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Konsekuensinya adalah dimasukkannya Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ke dalam bidang kebudayaan yang dikelola Departemen P & k. Siapa sebenarnya penulis Kitab Darmogandul? Ada yang percaya, kitab tersebut tulisan pujangga Jawa terkenal Ronggowarsito. Banyak ulama Islam yang mengecam keras buku tersebut, yang dianggap merendahkan dan memutarbalikkan agama Islam. Tapi tak kurang pula yang membelanya. Sejarawan Taufik Abdullah menganggap Sabdopalon adalah tokoh fiktif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Sabdopalon hanyalah suatu simbol harapan orang Jawa terhadap Kejayaan Majapahit yang dinilai sebagai puncak kebesaran Jawa," katanya. Pengaitan Sabdopalon dengan zaman kebesaran Majapahit berarti ada keinginan pembuat ramalan untuk merasakan kembali kebesaran Majapahit. Taufik mengingatkan, dalam buku Babad Tanah Jawa disebutkan bahwa raja Mataram masih keturunan Majapahit. Itu menunjukkan adanya kekaguman terhadap Majapahit dan kesinambungan budaya yang hendak ditampilkan kembali. Fungsinya untuk memperkuat kekuasaan raja bersangkutan. "Jadi, Majapahit menjadi semacam impian yang memberi inspirasi bagi perkembangan sejarah dan spiritual," ujar Taufik. Tak semua orang yang dianggap penghayat kepercayaan peduli dengan ramalan Sabdopalon. "Itu bukan urusan kami. Kami bukan peramal yang senang utak-atik macam-macam klenik," kata Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, seorang tokoh Pangestu Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus