Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Yang asli dan imitasi

Di kalimantan timur dikenal manik-manik (asli maupun imitasi), yang dirangkai jadi kalung, tempat pensil & tas sekolah. suku dayak daerah hulu sungai mahakam percaya manik-manik hijau lumut punya khasiat. (ils)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANIK-manik Kalimantan Timur juga terkenal. Manik-manik ini biasanya dirangkai jadi kalung, tempat pinsil bahkan tas sekolah. Orang bisa juga pesan tempat pinsil dengan huruf depan dari nama si pemesan. Manik-manik asli, bagi Suku Bangsa Dayak yang tinggal di pedalaman hulu Sungai Mahakam, konon sama nilainya dengan harga diri mereka. Ragam manik-manik, aneka warna. Ada yang sebesar kacang hijau, ada pula yang sebesar dadu. Manik yang tak mempunyai warna, dinamakan manik buntat. Tapi dari semua manik yang beraneka warna itu, ada yang berkelas tinggi. Bahkan dipercaya mengandung khasiat tertentu. Manik tersebut ialah manik-manik ukiran, karena tubuh manik penuh dengan ukiran yang semrawut dan tampak sedikit absurd. Jenis ini umumnya segede ibu jari tangan. Mandau Begitu berharganya manik-manik ini, nilainya sama seperti binatang yang namanya babi untuk penduduk pedalaman Irian Jaya. Terutama yang berwarna hijau lumut, mereka beranggapan mempunyai khasiat yang bukan main. Manik hijau lumut ini biasanya dijadikan kalung dan tergantung macam medalion. Pemilik manik hijau lumut biasanya kepala suku atau pimpinan "anghatan perang" dan dianggap sebagai jimat Sembarang orang tak diperkenankan memakainya. Pernah, gara-gara manik nyaris pecah pcrkelahian dengan mandau Ceritanya begini. Seorang anak kepala suku ingin mengawini seorang gadis ayu, yang juga anak kepala suku dari daerah lain. Lamaran segera dilaksanakan. Tanpa melewati soal-soal rumit, orangtua si gadis setuju. Pasangan muda-mudi ini dianggap sepadan. Hari perkawinan segera ditentukan dan pihak pengantin perempuan minta manik-manik sebagai mas kawin. Permintaan pihak wanita ini segera dipenuhi dan dikirimlah dua buah manik, sebagai lambang sepasang suami isteri baru. Tiba-tiba kebahagiaan pasangan baru itu cemar oleh adanya kemarahan dari pihak orangtua wanita. Rasa girang dan pesta besar diusik oleh adanya berita bahwa manik-manik yang dijadikan mas kawin itu palsu, manik-manik imitasi yang kemungkinan besar dibuat dari plastik belaka. Kena tipu begini, martabat orangtua si gadis merasa diinjak-injak. Mereka kemudian mengancam bahwa nyawa orantua laki-laki -- yang dianggap telah menipu ini -- harus melayang. Sang kepala suku yang satu ini, tentu saja tidak rela kepalanya melayang oleh mandau begitu saja. Dia kemudian memerintahkan rakyatnya untuk mempertahankan negerinya. Pecahlah perang antara dua suku bangsa tersebut dan kedua kampung tersebut bermusuhan. Nyaris Punah Kini, sulit mencari manik-manik yang asli dan manik-manik imitasi. Di Samarinda, banyak toko suvenir yang menjual manik-manik dalam berbagai ragam kerajinan tangan. Jangan menganggap semua itu manik-manik asli. Yang imitasi bahan bakunya macam-macam. Ada manik-manik yang dibuat dari plastik, dari kaca, porselin dan keramik. Pada umumnya, manik-manik yang diimpor itu kecil-kecil walaupun bentuknya tidak beda dengan manik-manik yang asli, terutama yang dari hulu Sungai Mahakam. Biarpun manik-manik bukan asal Mahakam, tetap disebut manik-manik imitasi, sebetulnya juga manik-manik asli. Hanya bukan berasal dari Kalimantan Timur yang kabarnya tahan api. Orang sana percaya bahwa manik-manik yang berasal dari Singapura, Cekoslowakia atau dari Bandung sekalipun, tidak mempunyai khasiat apapun juga. Sebegitu jauh, belum diketahui khasiat apa gerangan yang terkandung dalam manik-manik asli. Kepala Permuseuman, Sejarah & Kepurbakalaan P&K Kalimantan Timur, Husin Achmad, juga menyatakan bahwa khasiatnya tak pernah bisa dibuktikan. "Untuk kekebalan tubuh juga tidak," tutur Husin. Tambahnya: "Secara kronologis, asal muasal manik itu juga tidak diketahui." Tapi menurut cerita, manik-manik itu bersumber dari gunung. Manakala hujan lebat turun, kabarnya, manik-manik bermunculan begitu saja di kaki gunung. Orang-orang Dayak pun kemudian tinggal memungutnya. Di mana letak gunung manik-manik, tidak pernah ada orang yang tahu. Ir. Rahman Karim, Kepala Perindustrian Kal-Tim kemudian mengeluarkan pendapatnya juga. Bahwa kemungkinan besar, manik-manik tersebut berasal dari Tiongkok atau India, di mana di zaman dulu kala, kepala suku atau raja-raja orang Dayak saling bertukar hadiah. Karena selain manik-manik yang dijimatkan, mereka juga menyimpan patung-patung dan belanai dengan ukiran bercorak Hindu. Dulu, "sebutir manik yang dianggap berkhasiat tinggi bisa ditukar dengan 10 orang tawanan perang," kata Rahman lagi. Benda-benda ini tiba-tiba populer di tahun 1968. Waktu itu, beberapa suku pedalaman yang tak terlalu liar turun ke kampung membawa manik-manik. Mereka menukarkan benda-benda itu dengan sekilo atau dua kilo beras atau rokok beberapa bungkus. Ketika orang kota cinta akan manik-manik, harga pun melonjak. "Satu untaian manik yang dijadikan kalung, waktu itu sampai berharga Rp 10.000," cerita Rahman. Tak ayal, orang Dayak kemudian menjadikan manik-manik yang keramat jadi barang dagangan. Lebih-lebih ketika para pemuka daerah selalu memberikan hadiah bagi orang-orang Pusat yang daung ke sana. Manik-manik yang dihadiahkan, sempat pula dibisikkan sebagai benda berkhasiat. Seperti cerita batu kecubung asihan yang bisa menggaet siapa saja -- konon -- yang dimauinya. Orang Jakarta yang mendengar hal ini, bertambah getol mencari manik-manik. Konsumen bertambah, sementara gunung tidak lagi memprodusir manik-manik. Jalan paling gampang ialah mengimpornya. Dan dari semua itu, yang paling beruntung bisa memboyong manik-manik yang asli, yang sungguhan, ialah orangorang Malaysia dan Pilipina. Orang Jakarta paling banter cuma sampai Samarinda dan puas mendapat manik-manik tiruan biarpun dikatakan asli. Bagi orang Malaysia dan Pilipina, manik-manik didapatnya ketika mereka masuk hutan selagi menggarap penebangan kayu di sana. Akibatnya, harga manik-manik melonjak terus. Kini untuk sebuah tas sekolah yang dibuat dari manik-manik, harga toko bisa mencapai Rp 50.000, sementara seuntai kalung berharga Rp 20.000. Itupun, tidak jelas, yang asli atau imitasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus