Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Yang bahagia, harmonis & sebagainya

Yayasan scorpio (yasco) dalam perayaan hut-nya yang ke-4 menobatkan pasangan keluarga teladan (50 thn) dan keluarga harmonis (25 thn). terpilih rb. soerjohardjo sebagai pasangan keluarga teladan. (ils)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI tentang keluarga teladan. Yayasan Scorpio (Yasco) memberikan persyaratan sebagai berikut. Pasangan keluarga teladan adalah mereka yang telah menikah 50 tahun. Taqwa kepada Tuhan. Mempunyai anak yang jadi "orang baik-baik". Berpandangan baik terhadap KB dan ya jadi teladan bagi lingkungannya. Untuk pasangan keluarga bahagia dan harmonis, tidak banyak beda dengan keluarga teladan, hanya masa perkawinan 25 tahun. Malam tanggal 2 Juni yang lalu. Yasco mengadakan pesta sekedarnya untuk menobatkan mereka yang telah berhasil dipilih jadi pasangan dengan ketentuan di atas. Bertempat di Hotel Sahid Jaya, Yasco juga sekalian merayakan HUT-nya yang keempat. Yayasan ini semula terkenal dengan biro jodoh yang konon telah berhasil menikahkan gadis dengan perjaka, duda dengan perawan, janda dengan perjaka. Pilihan Anak "Dan kerja kami ini bukan latah-latahan," kata M. Subky Hasbie yang jadi Ketua Dewan Pelaksana untuk pemilihan macam ini. Ini disebabkan karena Hasbie telah melihat dan mendengar beberapa orang yang mengeluh soal keadaan rumah tangganya. "Bahkan ada seorang isteri yang berpendirian: lebih baik suaminya pergi ke nightclub atau ke WTS, asal pulang ke rumah " ujar Hasbie, "dan fikiran demikian ini jelas tidak bisa dibenarkan." Kemudian Yasco mengeluarkan pengumuman, sayang kurang banyak didengar oleh masyarakat luas. Sebuah badan juri kemudian dibentuk, diketuai KH Hasan Basri yang kini menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia. Anggota juri yang lain ialah Dr. H. Ali Akbar dari BP4 H. Zubaidah Muchtar dari BMOIWI, Mudasir dari PWI dan Ien Basri Ananda dari PKBI DKI Java. Kerja para juri tidaklah berat, yaitu cuma meneliti berkas-berkas pasanan yang dimasukkan oleh Dewan Pelaksana. "Idealnya memang," kata Hasbie "juri mengadakan penelitian on the spot. Tapi belum sempat." Dengan nada penuh maaf Hasbie juga mafhum bahwa persiapan panitia kali ini kurang rapi. Masa pengajuan calon hanya satu bulan. Calon-calon pasangan yang dianggap seronok diajukan oleh sebuah badan yang disebut promotor. Hasbie juga tidak menjelaskan siapa-siapa yang bisa jadi promotor itu. Ternyata promotor memberikan beberapa nama yang sudah jadi tokoh masyarakat. Seperti H. Mohammad Roem dan nyonya yang terpilih sebagai pasangan keluarga bahagia. Ada pula orang yang memang sudah kebeken, seperti pasangan Sukamdani S. Gitosardjono, sebagai pasangan keluarga bahagia, yang "kebetulan" mempunyai hotel yang jadi tempat perayaan. "Data yang masuk, hanya itulah," kata Hasbie lagi, "yang dari golongan rendah memang tak ada." Dia kemudian mengharapkan bahwa pemilihan macam ini dilembagakan dan sempat bekerja setahun penuh. Juga bisa menggali dari segala kelas dan macam keluarga yang lebih luas. Kata Hasbie lagi: "Sebuah rumah yang menenteramkan, pada dasarnya bukan sekedar tampak dari bentuknya yang mewah, kukuh dan sentosa. Tapi terlihat dari wajah para penghuninya yang cerah, rukun dan bahagia." Jangan Makan Hati Apakah pilihan panitia sudah tepat? Juri memindahkan tanggungjawabnya kepada Dewan Pelaksana, yang menyodorkan data-data 34 pasang suami isteri yang harus dipilih dalam tiga kategori (teladan, bahagia dan harmonis). Di antara mereka dipilih 10 pasangan suami-isteri. Nama paling atas yang disebut sebagai pasangan Keluarga Teladan ialah RB Soerjohardjo. Pasangan ini menikah di tahun 1923. Walaupun jumlah anak tidak segaris dengan ketentuan Keluarga Berencana, Soerjohardjo mempunyai anak 14 orang banyaknya. Ini yang hidup. Total jenderal sejak dulunya, sang nyonya telah melahirkan 20 bayi, 3 keguguran dan 3 anak telah meninggal. Menurut pengakuan Soerjohardjo, selama perkawinan mereka tak pernah ribut-ribut. Resepnya, menurut sang nyonya "Kalau bapak ribut, saya diam saja." Dan kalau ribut kelewatan? Barulah sang nyonya buka suara: "Apa tidak malu kedengaran tetangga? Kita ribut-ribut, tapi tiap tahun punya anak satu. Apa tidak malu?". "Nah, kalau dia sudah berkata begitu, bukan cuma 1-0, tapi 2-0," sambung sang suami. Masing-masing faham dan tahu soal-soal apa yang bisa membuat berang teman hidupnya. Pak Soerjohardjo tidak senang kalau isterinya memotong kalimat-kalimat yang sedang diucapkannya. Isterinya juga minta pengertian dari suaminya, jangan sekali-sekali dia dibohongi. Resep sukses lainnya: "Pantang bagi kami menceritakan kesulitan hidup pada anak." Biarpun usianya sudah 78 tahun (isterinya 5 tahun lebih muda), Soerjohardjo masih bekerja di sebuah kantor Swasta. Dalam tempo 24 jam dia membagi jadwal setiap harinya 8 jam bekerja, 8 jam berfikir dan 8 jam sisanya mengaso. Supaya tidak cepat tua (paling tidak tetap bersemangat), "hati harus gembira dan jangan makan hati," ujarnya, "nanti bisa tebese." Di rumahnya di bilangan Jatinegara ada sebuah musholla kecil. Di dinding rumah ada tergantung sebuah tulisan yang berbunyi: "rasa tanggung jawab itu merupakan mutiara yang tidak ternilai." Tulisan yang lain: 'hormati, jagalah selalu nama baik ayah-bundamu menjadi umat yang bermutu." Berbicara mengenai tulisan-tulisan tersebut, Soerjohardjo berkata lagi: "Dari pada dengan mulut, 'kan lebih baik begitu. Bisa dibaca kapan saja." Nama Soerjohardjo sampai di meja Dewan Pelaksana, atas usul salah seorang dari 14 anak-anak (dan 7 orang mantu) yang telah mengirim data-data mengenai orangtuanya, yang dianggap patut dinobatkan jadi pasangan Keluarga Teladan. Niat sang anak kesampaian. Dan di malam orangtuanya mendapat predikat pasangan teladan, ke-21 anak dan mantu datang menyaksikan untuk memberi penghormatan. Dan tentu saja, mereka datang tidak dengan kartu undangan gratis. Tapi membeli karcis yang harganya Rp 5.000 seorang. "Rp 105.000 buat beli karcis untuk melihat bapak-ibunya diberi kehormatan," kata Soerjohardjo ketawa puas. Orangtua yang mempunyai semangat muda ini lugu sikapnya. Juga selalu terbuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus