Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ramadhan

Serba-Serbi Pemberian Gelar Haji di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui

Gelar haji di Indonesia memiliki sejarah panjang dan multifaset yang mencakup dimensi agama, sosial, dan politik.

8 Juli 2024 | 18.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Selama berabad-abad, umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia, telah melakukan perjalanan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Setelah menyelesaikan ibadah ini, mereka kembali ke tempat asalnya masing-masing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, orang yang baru pulang dari ibadah haji biasanya akan menyandang gelar haji. Gelar ini digunakan untuk menandakan bahwa mereka telah melaksanakan ibadah haji. Berikut serba-serbi menarik tentang pemberian gelar haji di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Ada Sejak Zaman Kolonial

Arkeolog Islam Nusantara, Agus Sunyoto, menyatakan bahwa gelar haji mulai dikenal sejak 1916. Pada awal abad ke-20, gelar haji menjadi bagian dari pergerakan politik kebangsaan dan kekuasaan kolonial, yang membuat pemerintah kolonial Belanda khawatir.

Penggunaan gelar haji memiliki dampak besar, yakni mendorong umat Islam untuk melakukan gerakan politik dan agama melawan kolonialisme. "Sejarahnya dimulai dari perlawanan umat Islam terhadap kolonial. Setiap pemberontakan selalu dipelopori oleh guru thariqah, haji, dan ulama dari pesantren. Ketiga kelompok ini menjadi penyebab utama pemberontakan yang membuat kompeni kewalahan," kata Agus.

2. Terdapat Makna dan Efek Besar

Gelar haji membawa pengakuan atas kesalehan, otoritas politik, dan status sosial-budaya. Pencantuman gelar haji memiliki makna dan dampak besar, terutama ketika gerakan politik dan Islam semakin besar untuk melawan pemerintah kolonial.

Kolonialis menjadi kebingungan karena setiap kali warga pribumi pulang dari Mekah, sering kali terjadi pemberontakan. "Tidak ada pemberontakan yang tidak melibatkan haji, terutama kiai haji dari pesantren-pesantren," kata Agus.

3. Tidak Hanya Ada di Indonesia

Menurut antropolog dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, tradisi memberikan gelar haji tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di bagian lain dunia Islam Melayu seperti Malaysia, Singapura, Brunei, dan bahkan Thailand Selatan.

"Di Mesir Utara, tradisi ini bahkan tidak hanya memberi gelar haji, tetapi juga melibatkan lukisan Ka'bah di rumah dan gambar moda transportasi yang digunakan ke Mekkah," ujar Dadi seperti dilansir dari laman resmi Kementerian Agama Indonesia.

Namun, menurut Agus Sunyoto, panggilan "Ya Haj" yang umum di Timur Tengah hanya merupakan penghormatan verbal semata karena pemerintah di sana tidak mengeluarkan sertifikat resmi untuk haji.

4. Belanda Terapkan Ordonansi Haji

Pada 1916, pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Haji yang mewajibkan setiap orang yang kembali dari haji untuk menggunakan gelar haji. Tujuan dari kebijakan ini, seperti yang dijelaskan oleh Agus, adalah untuk memudahkan pengawasan oleh intelijen kolonial terhadap orang-orang yang baru saja menunaikan haji.

Sejak 1916, setiap orang Indonesia yang pulang dari luar negeri, khususnya setelah menyelesaikan ibadah haji, akan diberi gelar haji sesuai dengan ketentuan tersebut.

Sejalan dengan pandangan Agus Suyanto, Abdul Mun'im menyatakan bahwa pemberian gelar haji oleh Belanda juga dimaksudkan untuk mengontrol dan mencatat pergerakan kaum nasionalis.

Banyak dari mereka yang pulang dari haji membawa semangat gerakan kemerdekaan. Setelah kembali dari Tanah Suci, mereka sering menjadi aktifis militan dalam gerakan perlawanan. Mun'im mengilustrasikan bahwa perlawanan di Banten sering kali dipimpin oleh ulama yang telah menunaikan ibadah haji.

5. Gelar Haji Diterapkan Sebelum Ordonansi Haji Belanda

Sejarawan dari Nahdlatul Ulama (NU), H. Abdul Mun’im DZ, menjelaskan bahwa gelar haji telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak lama di Indonesia, bukan karena Ordonansi Belanda pada tahun 1859. Bahkan, dia menunjukkan gelar haji sudah digunakan oleh para ulama dan raja di Riau sejak abad ke-17 dan ke-18.

Dia menjelaskan bahwa Ordonansi Belanda terkait gelar haji dikeluarkan pada 1859, tetapi penggunaannya baru efektif pada 1872 setelah Belanda mendirikan konsulat di Jeddah pada tahun tersebut.

NOVITA ANDRIAN | KAKAK INDRA PURNAMA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus