Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada murid sekolah menengah umum di Indonesia yang mengalami hal berikut ini: berpuasa 18 jam sehari, bersamaan dengan ujian akhir selama dua pekan. Hal itulah yang dihadapi para siswa muslim di Belanda, yang harus menempuh ujian akhir pada 14 sampai 29 Mei, bersamaan dengan awal Ramadan. Untuk pertama kalinya, dalam 30 tahun di Belanda, Ramadan jatuh bersamaan dengan ujian SMU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada hal lain yang membedakan Belanda dengan Indonesia, yakni durasi waktu berpuasa berubah dari tahun ke tahun. Karena tahun ini Ramadan jatuh pada musim semi, hari pun semakin panjang. Azan subuh berkumandang sebelum pukul 04.00 dan azan magrib menjelang pukul 21.30.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya bangun sebelum pukul 03.00 pagi ini," tutur Salma, siswi Calandlyceum di Amsterdam, yang mengalami hari pertama puasa bertepatan dengan ujian biologi. Meski begitu, siswi asal Maroko yang lahir di Belanda itu mengaku baik-baik saja. "Tidak ada masalah." Salma dan rekannya, Halimah, yang mengenakan hijab, terlihat segar di tengah hari yang panas terik, sekitar pukul 13.00. Mereka mampu berpuasa penuh selama masa ujian.
Sekitar 210 ribu siswa sekolah menengah di Belanda sedang menghadapi ujian akhir pada Mei ini. Berdasarkan angka biro pusat statistik Belanda, tahun lalu ada 5 persen dari 17 juta warga yang beragama Islam.
Tentu jumlah murid-murid muslim berbeda di setiap sekolah. Di Calandlyceum, misalnya, kurang-lebih setengah dari 400 murid yang tengah menempuh ujian akhir beragama Islam. Menurut kepala sekolah Calandlyceum, Jan-Mattijs Heinemeijer, pihak sekolah sudah membicarakan ihwal puasa dengan para siswa, "Juga orang tua mereka dan guru-guru." Sekolah ini juga mengundang sejumlah imam untuk berdialog dengan siswa-siswinya.
Meski mendukung siswa-siswinya menjalankan ibadah puasa, Jan-Mattijs menegaskan ujian akhir SMU diadakan serentak dan tidak mungkin ditunda ke hari lain. Sebagai kepala sekolah, dia juga merasa wajib untuk memperingatkan siswa-siswinya akan efek puasa terhadap konsentrasi selama ujian. "Mereka harus tahu bahwa prestasi mereka mungkin tidak akan maksimal. Pantang minum dan makan sudah berat sekali. Apalagi ditambah waktu tidur yang tidak rutin," kata dia.
Beberapa tahun lalu, dua dosen fakultas ekonomi dari Vrije Universiteit (VU) di Amsterdam membandingkan nilai mahasiswanya. "Pada tahun-tahun di mana ujian jatuh bersamaan dengan Ramadan, nilai yang dicapai mahasiswa muslim lebih rendah secara signifikan dibanding mahasiswa lain," kata guru besar ekonomi VU, Bas van der Klauw, seperti dikutip harian Volkskrant.
Jan-Mattijs juga membicarakan kemungkinan bahwa para siswa bisa menunda waktu puasa mereka dan menebusnya di kemudian hari. Hal itu juga diujarkan oleh Yassin Elforkani, seorang imam yang dianggap moderat di Belanda. "Puasa jangan sampai mengganggu kesehatan atau menyebabkan disfungsionalitas. Kalau seorang murid tidak sanggup mengerjakan ujian, mereka boleh berbuka puasa," kata Yassin, yang juga berbicara di harian Volkskrant.
Namun, hingga sekarang, kata Jan-Mattijs, semua siswanya berpuasa. "Kadang ini juga bersangkutan dengan peer pressure: walau mungkin ada murid yang ragu apakah mereka sanggup berpuasa selagi ujian, mereka tidak mau kelihatan kurang kuat di mata teman-teman mereka." Ketika ditanya tentang adanya kemungkinan menunda puasa mereka, Halimah dan Salma menjawab pendek: "Itu tidak boleh."
Hal yang sama dikemukakan oleh Sabien Onvlee, wakil kepala sekolah Barlaeus di Amsterdam. Di sekolahnya, kurang dari 10 persen murid beragama Islam. Namun, kata Sabien, hanya empat dari 128 murid Barlaeus yang menempuh ujian akhir sedang berpuasa. Sabien khawatir berpuasa akan berpengaruh terhadap prestasi murid-murid tersebut, dan sebetulnya berharap mereka menunda dan menebus puasa mereka setelah ujian. "Apalagi salah satu dari mereka angkanya agak mengkhawatirkan." Tapi tentu, kata Sabien, keputusan ada di tangan murid-muridnya. "Kami sebagai sekolah hanya bisa memberi saran dan dukungan."
Rasendria Aradhana, yang lahir di Amsterdam dengan orang tua asal Indonesia, menempuh ujian akhir SMU tahun lalu, di mana beberapa mata ujiannya harus dia jalani di awal Ramadan. "Yang paling berat adalah tidak minum. Dan memang konsentrasi berkurang sedikit," ucap Rasendria. "Tapi tahun lalu hanya satu atau dua hari yang bersamaan dengan Ramadan." Untuk dirinya, keputusan berpuasa atau tidak selama ujian adalah keputusan pribadi. "Tidak tergantung teman, dan juga tidak ada tekanan dari orang tua." LINAWATI SIDARTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo