Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem pendeteksi tsunami berperan besar dalam proses evakuasi masyarakat di kawasan pesisir. Biasanya sistem ini memakai data dari buoy tsunami dan tide gauge untuk mengukur perubahan muka air laut.
Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan instrumen pemantau tsunami dengan sensor laser dan jaringan kabel serat optik. Menurut perekayasa instrumen Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko, jaringan sensor itu dipasang di dasar laut. “Bekerja memanfaatkan perubahan tekanan air,” kata pakar laser itu pada Rabu pekan lalu.
Serat optik adalah material yang dibuat dari kaca atau plastik. Bahan ini digunakan sebagai medium rambat gelombang cahaya berdasarkan efek pantulan sempurna karena terdapat perbedaan indeks bias material. Material pembawa informasi ini sudah digunakan dalam jaringan komunikasi dan infrastruktur Internet.
Bambang pernah terlibat dalam riset membangun sensor laser tsunami di Jepang pada 2004. Setahun kemudian, dia pulang dengan pengetahuan dan instrumen yang pernah dibuatnya dan melanjutkan riset di laboratorium LIPI. Keterbatasan dana penelitian sempat membuat risetnya mandek. “Enam bulan lalu saya mulai lagi setelah mendapat tambahan dana,” ujar Bambang, yang mengenyam pendidikan doktoral di Tokyo Institute of Technology.
Menurut Bambang, konsep sensor laser ini baru dalam tahap pengujian di laboratorium. Diperlukan riset lanjutan dan kerja sama dengan peneliti dari lembaga lain, seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, untuk mengetesnya langsung di lapangan. “Saya ingin membuktikan sistem ini bisa dibuat,” katanya.
Sistem sensor laser tsunami bekerja dengan mengirimkan cahaya ke sepanjang jalur kabel optik. Cahaya yang kembali ke darat membawa informasi tentang kondisi hidrostatis di dalam laut. Perubahan tekanan itu dapat mempengaruhi intensitas atau panjang gelombang laser yang melewati kabel optik.
Sensor di sepanjang jaringan kabel serat optik lalu mendeteksi perubahan tekanan drastis di dalam laut, misalnya akibat tsunami. Karena menggunakan cahaya, informasi bisa mengalir lebih cepat. “Data perubahan hidrostatis itu dapat langsung terbaca di stasiun pengamatan di darat,” ucap Bambang.
Desain sensor bawah laut juga disesuaikan dengan karakter lokasi pemasangan. Jika dipasang di kedalaman 200 meter, sensor akan dirancang agar tahan tekanan lebih dari 20 bar. “Sejak awal diperhitungkan dan diuji di darat dulu,” kata Bambang, yang juga penemu alat pencacah sinar laser.
Jumlah sensor laser yang dipasang tergantung kebutuhan dan panjang jaringan kabel serat optik. Jika sensor hendak dipasang 20 kilometer dari daratan, diperlukan jaringan kabel serat optik sepanjang itu. “Mau bikin satu atau sepuluh sensor, ongkosnya hampir sama,” ujar Bambang.
Jangkauan sensor juga dapat disesuaikan dengan kapasitas daya laser. Menurut Bambang, daya laser 100 miliwatt bisa menjangkau jaringan kabel serat optik hingga 200 kilometer. “Tapi untuk membangun jaringan sepanjang itu perlu investasi lebih besar karena harga serat optiknya cukup mahal,” ucapnya.
Investasi membangun jaringan sensor laser tsunami lebih tinggi daripada membuat buoy, yang harganya berkisar Rp 6 miliar per unit. Namun, kata Bambang, ongkos perawatan dan risiko gangguan, seperti dicuri atau dirusak, lebih kecil ketimbang buoy karena kabel serat optik ditanam di dasar laut. Selama ini sistem peringatan tsunami di Indonesia terganggu karena buoy hilang atau rusak.
Risiko sensor laser tsunami kehilangan sumber daya juga lebih kecil karena listriknya dipasok dari stasiun pengamatan di darat. Adapun buoy memakai sistem listrik sendiri, seperti baterai dan panel surya, yang juga rentan rusak atau dicuri. Peranti buoy, yang biasanya dipasang 60-100 kilometer dari pantai, juga harus diperiksa berkala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo