Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

11 Juni, 38 Tahun Lalu Heboh Gerhana Matahari Total Melintas Indonesia

38 tahun lalu, tepatnya 11 Juni 1983, Indonesia mengalami fenomena gerhana matahari total atau GMT. Bagaimana pemerintah dan publik menyikapi saat itu

11 Juni 2021 | 10.57 WIB

Jalur Gerhana Matahari Total pada 11 Juni 1983 (infoastronomy.org).
Perbesar
Jalur Gerhana Matahari Total pada 11 Juni 1983 (infoastronomy.org).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 38 tahun lalu, tepatnya 11 Juni 1983, Indonesia mengalami fenomena gerhana matahari total atau GMT. Berbeda dengan fenomena gerhana matahari yang terjadi sesudahnya, Indonesia yang berada di bawah pemerintahan Orde Baru kala itu dilarang untuk melihat langsung fenomena tersebut secara langsung. Bahkan Menteri Penerangan kala itu, Harmoko, meminta warga untuk tidak keluar rumah dan melihat fenomena tersebut secara langsung.

Gerhana matahari total saat itu melewati sejumlah daerah di Yogyakarta, Semarang, Solo, Kudus, Madiun, Kediri, Surabaya, Makassar, Kendari, dan Papua. Peristiwa alam saat itu berlangsung pukul 11.00 WIB selama enam menit.

Pemerintah Orde Baru dalam menyikapi fenomena yang juga disebut Total Solar Eclipse tidak hanya melalui pelarangan yang dilakukan oleh Menteri Penerangan saja, melainkan mengerahkan aparat keamanan seperti TNI dan Polri untuk melarang warga menyaksikan langsung secara beramai-ramai. Bahkan di Jawa Timur, aparat menyita teropong yang digunakan warga untuk melihat fenomena gerhana matahari total.

Selain Menteri Penerangan, TNI, dan Polri, kehebohan pemerintah menyikapi fenomena ini juga digemborkan melalui saluran Televisi Republik Indonesia atau TVRI. Stasiun TVRI waktu itu menayaangkan berulang-ulang menganai bahaya melihat GMT secara langsung. "Hanya satu cara melihat gerhana dengan aman, lihatlah melalui layar TVRI Anda," seru TVRI bernada iklan.

Lebih lanjut, Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. Setiap berkunjung ke daerah yang terlewati GMT, tim mengkampanyekan larangan menatap langsung GMT. bahkan, dr. Bambang Guntur, ahli penyakit mata Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total, mengatkan, "Jangan sekali-sekali menatap gerhana. Kebutaan oleh gerhana matahari tak bisa disembuhkan."

Beberapa bulan sebelum gerhana tersebut muncul, ada petunjuk yang memperbolehkan masyarakat untuk melihatnya secara langsung menggunakan kaca mata gerhana yang terbuat dari kaca film, namun hal ini tetap dilarang ketika mendekati hari H fenomena gerhana itu muncul. Akibatnya pemerintah menyita lebih dari tiga ribu kaca mata produksi PD Besar Bandung—sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan Stempel dan Digital Printing.

Pendapat ilmuwan. Prof Dr Bambang Hidayat, yang waktu itu menjabat Direktur Peneropong Bintang Bosscha justru mengecam kampanye pemerintah. Ia melarang pemerintah seolah menganggap gerhana matahari total sebagai sebuah bencana. Dia menganggap gerhana matahari total justru aman melihat matahari, asal tidak terus-menerus sampai selesai gerhana.

Sedangkan, menurut peneliti astronomi di Observatorium Bosscha, Moedji Raharto, ketika itu pemerintah melakukan perintah mengenai gerhana matahari total secara instruksional. Menurutnya warga pada saat itu semua patuh karena tidak ada pengalaman tentang gerhana matahari, ditambah menelan mentah-mentah informasi yang disampaikan pemerintah.

GERIN RIO PRANATA

Baca: Begini Jalur dan Waktu Gerhana Matahari Cincin 2021, Pada Hari ini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus