ORANG masih tetap bertanya: Betulkah di zaman wangsa Shailendra
dalam kekuasaannya di kawasan Jawa Tengah telah dikenal bahan
yang di zaman abad ke-20 ini disebut plastik? Sepintas lalu,
meskipun wangsa Shailendra antara abad ke-VIII dan ke-IX
terkenal sebagai "abad keemasan" wangsa tersebut, pertanyaan itu
menggelikan. Namun kaum ilmiawan kita belakangan ini terlibat
dalam "misteri plastik" dari candi Borobudur yang sedang
dipugar.
Kepala Proyek Pemugaran Candi Borobudur Dr. Soekmono minggu lalu
menjelaskan pada TEMPO setelah ada pemberitaan pers yang
simpang-siur. Keterangannya masih bersifat sementara dan
terbatas hanya pada lokasi temuan mote dan manik saja, sedang
apa artinya semua itu belum bisa dijabarkan.
Pengujian penelitian manik-manik itu baru berkisar untuk berat
jenis, kekerasan, titik leleh, kelarutan, indeks refraksi dan
sifat plastik kalau benda tersebut dibakar. Sementara penelitian
koefisien absorbsi dan analisa klmia, belum selesai dilakukan.
Tidak Benar
Sebuah suratkabar, memberitakan bahwa penemuan benda plastik itu
adalah dari tas wanita yang terbuat dari mote-mote plastik abad
ke-20 ini. Berita itu "tidak benar", demikian Soekmono Memang
ada ditemukan di sisi utara candi Borobudur sejumlah benda kecil
dari mote plastik, katanya, tetapi itu dikarenakan seorang
pengunjung secara tidak sengaja tasnya yang terbuat dari mote
plastik berceceran. "Salah seorang pegawai saya melihat hal
itu," lanjllt Soekmono, "dan kami temukan di atas lorong sisi
candi sebelah utara yang telah selesai kami pugar."
Tetapi di sisi timur yang kini tengah dipugar, di bawah batu
lorong l, 2 dan 4 pada lapisan dinding tembok dan tangga,
sesungguhnyalah telah ditemukan manik-manik dan mote. "Karena
letak benda-benda tersebut ada di sela-sela batu dinding," ujar
Sockmono lagi, "mustahil kalau hal itu diklasifikasikan manik
atau mote modern." Bentuk manik dan mote pada sisi timur ini
bulat dan bulat panjang, dengan ukuran diameter 1« mm dan 5 mm
untuk yang bulat panjang. Lewat pandangan mata, manik dan mote
itu berwarna merah (mulai dari merah muda, tua sampai oranye),
hijau, kuning, biru, putih dan hitam. Sementara penelitian lewat
"mikrokospis polarisasi" belum dilakukan (untuk melihat warna
asli, benda yang ingin diketahui warna aslinya harus ditipiskan
menjadi 0,001 mm, tanpa pengaruh pantulan sinar luar, baru bisa
diketahui warna asli benda tersebut).
Baik plastik yang ditemukan di sisi utara candi (plastik modern)
dan sisi timur (plastik kuno, konon) mempunyai titik leleh yang
sama (titik leleh awal 60øC). Keduanya larut dalam Toluol,
ber-p.H. uap 5 dan mempunyai ciri-ciri sama kalau dibakar
(meleleh, mudah terbakar, bau plastik, tidak padam berasap
hitam dan terdapat sisa-sisa hitam). Perbedaannya hanya pada
jumlah aneka warna dan ukuran.
Benda kecil yang mempunyai sifat plastik ini -- baik dari sisi
utara dan timur -- apakah bukan benda modern? Soekmono tetap
menggelengkan kepalanya. Dia cenderung mengatakan yang modern
dan ditemukan oleh salah seorang dari 400 pegawai yang bisa
digolongkan sebagai "kemiko dan tekno-arkeologis menengah,"
hanya manik-manik dan mote yang ada pada sisi utara candi.
Tidak mungkinkah van Erp misalnya (atau salah seorang timnya)
yang sengaja "meletakkan" benda-benda cilik itu di sisi timur
ketika candi untuk pertama kali dipugar? Agustus 1907, van Erp
sebagai seorang perwira zeni tentara Belanda waktu itu, mulai
mengadakan penggalian di halaman candi, untuk melengkapi
batu-batu yang tertimbun dan berserakan. Van Erp adalah anggota
tim yang menggantikan Brandes -- seorang ahli sejarah kesenian
yang pandai yang secara mendadak telah meninggal. Tahun 1910,
Pemerintah Hindia Belanda bersedia memberikan biaya sebanyak
34.600 gulden untuk pemugaran. Tahun 1911, uhtuk sementara
selesailah pemugaran candi tersebut. (Soekmono, Chandi
Borobudur, A Monument of Mankind. Unesco, 1976).
Benda "plastik" di sisi timur candi Borobudur yang kini
jumlahnya sudah 211 buah dari 12 kali penemuan kini tetap dalam
penyelidikan. Analisa lebih teliti tetap dilakukan dan untuk hal
ini Soekmono berkata "Kami tidak akan terus ngotot benda-benda
itu benda kuno, kalau penelitian rampung terbukti lain." Karena
hampir berbarengan dengan plastik di Borobudur, di candi
Prambanan (candi Shiwa) juga ditemukan bentuk plastik yang sama
pada sisi utara, selatan dan timur.
Jigsaw Puzzle
Lepas dari semua itu, tim pemugaran juga mempunyai persoalan
yang lebih utama. Yaitu bagaimana menyatukan kembali batu-batu
yang tadinya diangkut, setelah dibersihkan, supaya kembali ke
ukuran semula yang asli. Proses puluhan tahun menyebabkan antara
susunan batu menjadi renggang dan melar. Dinding lorong
rata-rata menyusut sampai 58 cm. "Pokoknya, menyusun kembali
candi ini macam anak-anak main jigsa, puzzle dalam tiga
dimensi," kata Soekmono.
Bagian timur yang banyak ditemukan manik dan mote itu adalah
pintu masuk utama candi, biarpun ada pula 3 buah pintu lainnya
untuk mensimetriskan bangunan yang tingginya kini 35 meter dari
halaman candi. Tidak kurang dari 55.000 m3 batu berbagai ukuran,
yang disusun sedemikian rupa, tanpa mempergunakan mortel atau
bahan perekat lain. Pasak-pasak yang berfungsi sebagai paku
untuk bangunan modern, di candi Borobudur diciptakan
lekukan-lekukan yang saling menggigit, sehingga fleksibilitas
banguan terjamin. Lorong yang panjangnya tidak kurang dari 200
meter itu dilengkapi pula oleh 100 buah pancuran air dalam
bentuk makara yang diukir indah.
"Biarpun begitu, adanya lumut tidak bisa kami cegah," demikian
drs. Boechari, dosen FSUI pernah berkata. "Kecuali kalau
dibuatkan sebuah dome atau payung besar dan ini tidah mungkin. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini