Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Mutu sebentar lagi

Sk. menpen no.224 dianggap penyebab lesunya produksi film nasional. pemerintah sedang menggalakkan konsep kultural edukatif terhadap film nasional dan film impor. (fl)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRODUKSI film nasional kini memang terasa lesu. Sebagian besar orang film -- terus-terang maupun secara tak langsung -- menunjuk SK Menteri Penerangan tertanggal 30 Nopember tahun lalu sebagai penyebabnya. Komentar-komentar mereka tentang SK tersebut disuguhkan dalam TEMPO 17 Maret 1979, dalam laporan utamanya. Tapi bagaimana suara Deppen sendiri? Di bawah ini sebagian hasil wawancara tertulis TEMPO dengan Menteri Penerangan Ali Moertopo, beberapa hari setelah FFI Palembang usai. Orang film melihat SK Menpen No. 224 sebagai penyebab berkurangnya produksi film kita. Apakah ini memang diperhitungkan pemerintah mengingat kebanyakan film kita selama ini rendah mutunya? SK Menpen No. 224 adalah suatu koreksi terhadap kebijaksanaan terdahulu, yaitu-kebijaksanaan Wajib Produksi. Perlu dikemukakan bahwa kebijaksanaan tersebut telah berhasil meningkatkan jumlah produksi film nasional, tapi justru sebagian besar dari film-film tersebut tidak pantas lahir dan bertentangan sekali dengan usaha bangsa Indonesia dalam meningkatkan derajatnya. Kebijaksanaan Wajib Produksi oleh kebanyakan importir lebih banyak dijadikan sekedar alat untuk memperoleh keuntungan dari usaha perdagangan film impor. Keuntungan importir dari satu film impor sekitar Rp 20 juta. Bila dia membuat satu film nasional, jadi mendapat hak memasukkan tiga film impor, equivalet dengan 3 x Rp 20 juta = Rp 60 juta. Jadi sejauh mungkin produksi film nasionalnya harus di bawah Rp 60 juta itu. Akibamya film-film nasional tersebut harus dibuat: semurah, selaris dan secepat mungkin. Sekarang, dengan enam copy film, apakah ini tidak mengutangi kesempatan ekshibisi film nasional? 6 copy film adalah angka mutlak. Artinya tak akan lagi diberi copy tambahan/pengganti. Ketentuan sebelumnya, tahun pertama dibenarkan dengan 3 copy dan apabila rusak dapat diganti dengan 3 copy lagi dari jumlah yang 6 copy tersebut. Tujuannya pemutaran di daerah terpencil masih dengan film yang cukup baik. Perkiraan film ex impor yang diedarkan 6 copy sekaligus akan menyempitkan ruang gerak film nasional, perlu ditelaah mendalam. Jumlah film impor 1978 sampai dengan Mei 1979 ialah 260 judul, film nasional sekitar 100 judul. Total, 360 judul. Jumlah gedung bioskop di Indonesia - 1.024, dan pembagian filmnya sekurang-kurangnya melalui 3 jalur utama yang saling beroposisi. Jadi setiap jalur kebagian 120 judul. Jadi dalam waktu setahun, diperkirakan setiap judul akan diputar di satu gedung bioskop selama 360: 120 = 3 hari. Film yang sukses tentu saja lebih dari tiga hari. Perlu dikemukakan bahwa gedung bioskop tentulah enggan memutar film ulangan jika tidak terpaksa sekali. Dan untuk memutar film yang telah menjadi milik pihak oposisi jelas tak akan terjadi. Dari angka-angka tersebut jelaslah bahwa 'orang film' kemarin-kemarin ini punya kekhawatiran yang tidak/kurang beralasan. Film nasional dianjurkan agar ber konsep kultural-edukatif. Bagaimana sikap Pemerintah terhadap film impor? Sama saja. Misalnya terlihat denga penghapusan sikap penyensoran yang sebelumnya dapat disebut 'mendua'. Sekarang dalam melaksanakan tugasnya Badan Sensor Film tidak mengadaka perbedaan antara film produksi nasion dan film impor. Yang menjadi poko pertimbangan ialah bagaimana kemungkinan pengaruh film itu kepada penonton. Jika akan jelas negatif, maka film mana pun harus dipotong atau ditolak sama sekali. Untuk ini BSF tak pandan bulu: film impor ataukah film produks kita sendiri. Apakah akan ada semacam mekani me yang akan mengatur film impor sehubungan dengan pertanyaan No. 4 -- hingga film impor pun termasuk dalam kategori kultural edukatif dan tidak sekedar memenuhi jumlah saja Mekanisme ialah Asosiasi Film Impor, yang merupakan peningkatan dari Kon sorsium Film Impor, yang pada masanya hanya bekerja sekedar memenuhi jumlah quota sehingga yang masuk hanyalah film kelas B ke bawah yang orientasinya komersial semata-mata. Misalnya film Edwige Fenech dan sejenisnya. Melalui Assiasi pengertian sistim single buying agency mulai benar-benar dilaksanakan, dalam arti hanya atau 3 orang saja yang ditugaskan membeli film impor. Hingga apabila mereka cudah dibekali dengan petunjuk-petunjuk film impor yang sebagaimana yang boleh dimasukkan ke Indonesia, maka Insya Allah jenis-jenis, film yang maka kalaupun tidak 100 prosen bernilai kultural edukatif, yang pasti tak akan bertentangan dengan konsep kultural edukatif yang sedang digalakkan. Dewan Film gaya baru yang akan dibentuk nanti kabarnya mempunyai hal-hal khusus. Apa bedanya dengan Dewan Film gaya lama? Dan kapan yang gaya baru ini akan dibentuk? Banyak bedanya, tapi yang penting ada tiga perbedaan pokok. Satu, DF gaya baru tidak lagi berfungsi sebagai Badan Penasehat, tapi langsung menjadi lembaga perfilman tertinggi yang punya wenang eksekutif. Kedua, keanggotaan yang lebih mencerminkan interaksi yang sifatnya integral dan Itomprehensif karena melibatkan seluruh unsur yang terlibat dalam rnasalah perfilman, baik Pemerintah, masyarakat perfilman dan masyarakat pada umumnya. Yang ketiga, peningkatan aktivitas Dewan Harian yang langsung membawahi tiga Konlisi Tetap dengan bidang nugas idiil, struktural dan sosial ekonomi. Diharapkan paling lama satu bulan DF gaya baru telah dibentuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus