HUJAN masih terus mengucur di Jawa, sekalipun sebenarnya kini
sudah musim kemarau. Tapi apakah ini akan bcrarti alamat baik
untuk produksi beras tahun ini masih merupakan tanda tanya.
Soalnya, tahun lalu dengan musim hujan yang sama baiknya,
sasaran produksi beras ternyata tidak tercapai. Produksi beras
tahun lalu, hanya mencapai 17,40 juta ton, 4% di bawah sasaran.
Tahun ini sasaran produksi beras 17,94 juta ton, 3% di atas
produksi tahun lalu.
Proyeksi tingkat kenaikan ini merupakan hal yang bisa dicapai
Indonesia dl waktu-waktu yang lalu, tapi serangan hama wereng
dan tikus yang belum mereda, menyebabkan banyak yang ragu bahwa
sasaran produksi tahun ini bisa dicapai. Serangan hama
menyebabkan banyak sekali terjadi pergantian tanaman, hingga
panenan di Jawa dan Bali diduga akan terlambat.
Kelambatan ini jelas akan mempngaruhi pembelian dalam negeri
oleh Bulog. Semula Bulog memperkirakan masih mampu melakukan
pembelian 800.000 ton beras, tapi sasarannya sekarang diturunkan
menjadi 700.000 ton. Dan untuk mengumpulkan jumlah itu pun Bulog
telah melakukan beberapa kolnpromi dengan jalan menerima gabah
petani yang kwalitasnya berada di bawah standar yang ditetapkan
Bulog sendiri. Akibatnya, Bulog menghadapi beberapa kerugian
berasnya tak bisa tahan lama disimpan, dan kandungan katul dan
menirnya tinggi. Ini bisa mengurangi jumlah efektif dari beras
yang sebenarnya tersimpan di gudang-gudang.
Untungnya, stok beras yang masih ditangan Bulog yang berasal
dari pembelian tahun lalu masih cukup banyak. Akhir bulan lalu
jumlah ini masih tercatat 800.000 ton. Keperluan beras impor
diperkirakan akan bisa dikurangi dari 1,2 juta ton tahun lalu,
menjadi 1 juta ton tahun ini. Kontrak pembelian beras ini sudah
ditandatangani, dan yang terbesar akan dibeli dari Muangthai
dengan 400.000 ton, disusul dari AS dan Jepang masing-masing
300.000 dan 200.000 ton sebagai bagian dari persetujuan IGGI
yang ditandatangani April kemarin di Amsterdam.
Beras RRC
Bagi Jepang, Indonesia merupakan pembeli berasnya yang terbesar
karena jumlah ini akan meliputi 60% dari jumlah beras yang akan
diekspor Jepang tahun ini. Harganya belum ditetapkan, tapi
kemungkinan besar sekitar U$ 225 per ton, yang merupakan harga
di pasaran internasional sekarang. Pembelian dari Jepang ini
akan punya syarat yang ringan untuk Indonesia, dibayar dalam
waktu 30 tahun, dengan tenggang waktu 10 tahun, dan tingkat
bunga 2 atau 3% setahun .
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini Indonesia tak
merencanakan pembelian beras dari RRC. Bukan karena Indonesia
tidak mau, upi karena jumlah beras RRC yang tersedia di pasaran
luar negeri tahun ini tidak bertambah. Menurut laporan FAO
jumlah beras RRC yang tersedia di pasaran internasional adalah
1,6 juta ton, sama dengan jumlah tahun lalu. FAO juga
memperkirakan beras yang diperdagangkan di pasaran internasional
tahun ini akan berjumlah 8,6 juta ton, 3% lebih rendah jumlah
yang tersedia tahun lalu. Ini disebabkan terutama karena
kebanyakan negara pengimpor beras tahun ini akan mengalami
perbaikan produksi berasnya.
Bagi Bulog, pengimpor tunggal beras, tak ada kabar yang lebih
menggembirakan dari pada laporan FAO yang meramalkan harga beras
di pasaran internasional akan tetap rendah dalam beberapa bulan
mendatang ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini