Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Pejabat Fungsional Perekayasa Utama, Pusat Air Tanah Dan Geologi Tata Lingkungan (PATGL), Badan Geologi, Rustam mengatakan, lokasi lubang besar di Sukabumi berada di atas lintasan terowongan air. "Dinding tanah terowongan itu tidak ada penguatnya, tergerus aliran air. Sehingga menyebabkan terjadi rongga besar di bawah tanah dan mengakibatkan tidak mampu lagi menahan beban tanah di atasnya dan amblas," kata dia di Bandung, Senin, 10 September 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lubang yang ada di Kampung Legoknyenang, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, itu terbentuk pada Kamis, 6 September 2018, dan sempat membuat heboh warga sekitar. Sebidang lahan sawah di Sukabumi tiba-tiba bolong. Hal itu terjadi pada pukul 11.30-19.00 WIB.
Rustam dan tim telah melihat langsung ke lapangan. Mereka pun menemukan terowongan sepanjang kurang lebih 50 meter berukuran 2,5 meter hingga 3,2 meter. Lubang terowongan itu menjadi bagian saluran air anak Sungai Cigalunggung. Lokasi lubang amblesan berjarak 8-9 meter dari pintu terowaongan air.
Lubang amblesan itu berbentuk oval dengan panjang 6.5 meter dan lebar 4 meter, dengan kedalaman 6 meter. "Lokasi amblesan terletak di atas terowongan tanah," kata dia.
Aliran air anak Sungai Cigalunggung menyelusup di bawah hamparan sawah warga melewati terowongan tersebut dan muncul di sisi lainnya menuju Sungai Cigalunggung. Berdasarkan keterangan warga, amblesan di tengah sawah warga itu terjadi pada 6 September 2018 sekitar pukul 11.30 WIB.
Setelah peristiwa amblesan tersebut, air mulai menggenangi mulut terowongan air tersebut. "Saluran air ini tertahan karena sebagian terwongan tertutup meterial tanah yang amblas. Di mulut terowongan mulai ada genangan," kata Rustam. "Sementara di ujung terowongan aliran air mengecil. Aliran airnya jadi kecil dan keruh sekali. Ini menandakan air sedang menggerus tanah."
Rustam mengatakan, terowongan air tersebut tanpa penguat. "Hanya tanah polos," kata dia. Dari keterangan warga, terowongan tersebut buatan manusia dan sudah ada sejak zaman Belanda, namun Rustam menduga sebaliknya.
"Lubang ini tanpa konstruksi penguat. Kalau lubang buatan Belanda biasanya ada konstruksi penguatnya atau dibuat pada batuan keras. Saya cenderung menduga ini dari proses geologi. Batuan vulkanik muda sudah lapuk serta batu apung yang mudah larut oleh air. Mungkin dengan bertahun-tahun menjadi jalan air, menggerus tanah dan lama-lama muncul di sisi lain," kata Rustam.
Rustam dan tim merekomendasikan agar aliran air lewat terowongan air tersebut harus tetap mengalir. "Aliran air harus tetap jalan," kata dia. Alasannya, jika aliran air terputus, misalnya dengan menutup terowongan air tersebut, dikhawatirkan akan memicu masalah di kemudian hari.
"Kalau ini ditutup, aliran airnya kemana? Terowongan ini harus diberi penguatan supaya tidak roboh lagi. Kalau menimbunnya akan meminmbulkan masalah lebih rumit ke depan," kata dia.
Rustam mengatakan, terowongan air tersebut harus dibersihkan dari material tanah yang menghambat aliran air. Penguatan konstruksi dinding itu bisa dilakukan dengan memasang gorong-gorong beton agar dinding terowongan tidak tergerus air. "Dengan memasuki musim hujan, warga agar berhati-hati karena amblasan bisa tetap terjadi," kata dia.
Simak kabar terbaru tentang lubang besar di Sukabumi hanya di kanal Tekno Tempo.co.