Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delapan kakatua berjambul kuning itu langsung terbang menyingkir ketika ada orang mendekat. Di dalam sangkar di lokasi karantina Maharani Zoo, Lamongan, Jawa Timur, mereka hinggap di dinding-dinding terjauh. Beberapa bersembunyi di belakang batang kayu. "Sikap waspada ini menunjukkan mereka berasal dari tangkapan liar, belum dekat dengan manusia," kata dokter hewan Surya Widyarsi kepada Tempo, akhir bulan lalu.
Kawanan burung itu adalah para penyintas dari 21 ekor kakatua yang diselundupkan dari Pulau Seram, Maluku, ke Surabaya, Jawa Timur, awal Mei lalu. Satwa-satwa itu dibekap di dalam botol-botol bekas kemasan air mineral. Ada pula burung-burung yang ditemukan dalam kondisi sayap terikat. Mereka disembunyikan di dalam kapal motor Tidar yang menempuh rute Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta.
Inilah ketiga kalinya sejak Februari lalu aksi penyelundupan satwa dibongkar petugas Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak. Bandar ini adalah lokasi persinggahan kapal barang dan penumpang yang berlayar dari Indonesia bagian timur ke barat atau sebaliknya. Ratusan satwa berbagai jenis, seperti kakatua, cenderawasih, dan nuri, juga ular dan biawak, dapat diselamatkan. Sayang, sebagian besar burung kakatua sudah mati di dalam botol saat ditemukan. Sisanya dibawa ke karantina. Polisi hanya menangkap satu orang pelaku penyelundupan.
Di karantina, kawanan burung berparuh bengkok itu dirawat agar kondisinya pulih. Semuanya diberi penghangat, asupan vitamin, dan obat cacing. "Sewaktu datang, kondisi mereka lemas, diam saja, dan dehidrasi. Mereka mengalami stres, tidak seperti burung pada umumnya," ujar Surya. Setelah sekitar dua minggu di karantina, para kakatua berbulu putih itu pulih dan berisik lagi. Jambulnya pun mekar kembali. Suaranya bersahutan dengan seekor macaw di kandang tetangga. "Mereka sekarang sudah lebih aktif. Kondisinya bagus."
Kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) masuk spesies yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Peraturan itu memuat 93 spesies burung serta nama genus dan famili dengan tambahan "semua jenis dari genus atau famili xxx". Artinya, semua spesies yang ada dalam daftar genus dan famili itu dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pun melarang penangkapan, pemeliharaan, serta perniagaan semua spesies yang tergolong satwa dilindungi.
Kepala Seksi Wilayah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Widodo, mengatakan modus penyelundupan burung kakatua di dalam botol baru pertama kali ditemukan. "Dulu modusnya tidak sembunyi-sembunyi, ditenteng begitu saja karena tidak banyak yang dibawa," katanya.
Pada Februari dan Maret lalu, polisi Tanjung Perak juga menggagalkan usaha penyelundupan ratusan satwa liar yang dilindungi. Mereka menemukan sejumlah besar hewan disembunyikan di kamar mesin, loker, dan kolong tempat tidur kapal motor Gunung Dempo yang berlayar dari Maluku dan Papua.
Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Arnapi mengatakan, dalam tiga kasus penyelundupan yang terbongkar di Tanjung Perak, selalu ditemukan kakatua jambul kuning. Penyelundupan itu diduga dilakukan sindikat yang sama. "Secara fakta hukum belum mengarah ke sana, tapi dari analisis kami ini adalah sindikat yang sama," ujar Arnapi.
Menurut spesialis konservasi biodiversitas dari Burung Indonesia, Hanom Bashari, kakatua yang diselundupkan lewat Surabaya itu mungkin jenis Cacatua galerita, yang juga dikenal sebagai kakatua koki. Seperti Cacatua sulphurea, kakatua koki memiliki jambul berwarna kuning. Namun ukuran tubuh burung yang juga masuk daftar dilindungi itu lebih besar dibanding kakatua jambul kuning.
Perkiraan itu berdasarkan informasi yang menyebutkan pelaku mengambil burung dari Maluku. Adapun habitat kakatua koki berada di Kepulauan Aru, Maluku, dan Papua. "Tidak ada C. sulphurea di Maluku," kata Hanom. Nuri bayan yang dibawa penyelundup juga menunjukkan asal-usul kakatua koki. Habitat spesies nuri itu hanya ada di Halmahera, Kepulauan Aru, Papua, dan Sumba. "Ada kemungkinan semua burung yang dibawa itu berasal dari Kepulauan Aru," ujarnya.
Kakatua jambul kuning masuk daftar merah Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) sebagai spesies kritis. Burung ini adalah satwa endemis Timor Leste serta wilayah Nusa Tenggara dan Sulawesi. Populasinya terus menyusut karena perburuan dan perusakan habitat. Saat ini diperkirakan hanya tinggal 7.000 ekor—separuhnya ada di Pulau Sumba.
Kakatua koki memiliki nasib yang lebih baik ketimbang kerabatnya, si jambul kuning. Populasinya masih tergolong besar dengan habitat terentang dari Papua hingga kawasan barat Australia. Dalam data IUCN, namanya belum masuk daftar merah spesies yang kritis. Namun populasi burung itu juga terus menurun karena habitatnya semakin rusak.
Kakatua diincar pemburu dan penyelundup karena harganya mahal. Burung itu juga disukai karena mampu menirukan bunyi. Di pasar lokal, seekor kakatua jambul kuning dibanderol sekitar Rp 3 juta. Tapi di pasar internasional harganya bisa melonjak sepuluh kali lipat.
Indra Exploitasia, Kepala Subdirektorat Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan perdagangan dan perburuan ilegal terhadap satwa yang dilindungi tergolong kejahatan terhadap satwa liar (wildlife crime). United Nations Office on Drugs and Crime mengkategorikan wildlife crime sebagai kejahatan luar biasa. "Ini kejahatan terbesar ketiga, setelah senjata dan obat-obatan terlarang, dan para pelakunya terorganisasi," tutur Indra.
Kementerian mendesak agar peraturan tentang konservasi segera direvisi. Kelemahan peraturan konservasi hayati di Indonesia kerap menjadi celah bagi pelaku wildlife crime. "Gading gajah Afrika termasuk yang dilindungi dalam hukum internasional, tapi di Indonesia tidak dilindungi. Inilah kelemahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990," ujar Indra.
Contoh lain cacatnya peraturan konservasi ditunjukkan dengan tidak adanya spesies kakatua putih (Cacatua alba) di dalam daftar satwa yang dilindungi. Padahal, di dalam daftar IUCN, spesies endemis kawasan Maluku Utara itu masuk kategori terancam. Jumlah kakatua putih, menurut Hanom, menurun drastis. "Diperkirakan ada 1.200 ekor per tahun yang ditangkap," katanya.
Usul revisi juga diangkat Kelompok Kerja Kebijakan Konservasi, yang beranggotakan berbagai organisasi lingkungan nonpemerintah. Mereka membuat petisi di dunia maya untuk menggiatkan usaha konservasi kakatua dan satwa liar lain. Posko penyelamatan kakatua yang dibuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan menerima lebih dari 20 kakatua yang diserahkan para pemiliknya dengan sukarela.
Edukasi dan pendampingan terhadap masyarakat bisa meredam perburuan kakatua ilegal. Hanom mengatakan masyarakat di sekitar habitat perlu terus diberi tahu tentang status hewan-hewan yang dilindungi dan apa dampaknya jika mereka masih memburunya. Di Sumba, menurut Hanom, dalam sepuluh tahun terakhir jarang sekali ada kasus penangkapan kakatua. "Masyarakat paham dan semakin waspada tentang populasi kakatua yang berkurang."
Gabriel Wahyu Titiyoga, Mohammad Syarrafah, Wuragil (Surabaya)
Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang dilindungi sulit diberantas. Para pemburu terus berusaha mencari keuntungan, sementara para kolektor tak peduli terhadap populasi satwa yang terus menurun. Satwa langka berbagai spesies, dari siamang, elang bondol, hingga merak hijau, masih diperdagangkan secara ilegal. Dalam sepuluh tahun sejak 2003, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus menemukan kasus satwa langka yang diselundupkan, diperdagangkan, atau disita dari tangan kolektor. Spesies kakatua selalu ada dalam daftar hewan yang mereka sita.
Tahun | Jumlah | Spesies |
2003 | 1 | kakatua gofin |
2004 | 63 | kakatua jambul kuning, kakatua koki, elang bondol, beruang madu, cenderawasih, nuri bayan, orang utan, kakatua raja, buaya, jalak putih |
2005 | 9 | kakatua koki, elang bondol, kakatua raja, nuri bayan, merak hijau |
2006 | 11 | kakatua Seram, kakatua jambul kuning |
2007 | 2 | kakatua jambul kuning |
2008 | 4 | kakatua jambul kuning, nuri |
2009 | 59 | kakatua jambul kuning, kakatua Tanimbar, kakatua raja, nuri merah kepala hitam, kanguru tanah |
2010 | 24 | kakatua jambul kuning, harimau Sumatera, rusa Timor, kakatua Tanimbar, nuri |
2012 | - | elang Jawa, elang hitam, kakatua jambul kuning, musang air |
2013 | 7 | kakatua jambul kuning, kakatua Tanimbar, nuri bayan, merak hijau |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo