MENURUT sebuah anggapan lama, anak yang luar biasa cerdas bakal menderita pada masa tua. Mereka, demikian anggapan tadi, akan menanggungkan penyakit fisik dan mental, menjadi urakan, atau mengecewakan masyarakat. Untuk menyangkal anggapan inilah, Prof. Lewis M.Terman dari Universitas Stanford, AS, memulai telaah tentang sejumlah anak cerdas 63 tahun lalu. Kini, hasil "studi psikologi terpanjang" itu mulai diumumkan. "Telaah Terman", yang dirintis pada 1921, mendaftar 1.528 anak cerdas dari sekolah-sekolah umum di California, dengan intelligence quotients (IQ) antara 135 dan 200 menurut skala Stanford-Binet. Kelompok ini, mewakili 1% penduduk California, terdiri dari 857 anak lelaki dan 671 anak perempuan. Kini, umur rata-rata subyek, yang dijuluki"Termit" itu, 74 tahun. Dalam jangka waktu sekian lama, hanya 37 yang dikeluarkan dari daftar telaah, 419 meninggal, 171 tak bisa diikuti perkembangannya, dan dengan demikian dinyatakan "hilang". Terman sendiri wafat pada 1956, dan pekerjaanya dilanjutkan Prof. Robert Sears yang, kebetulan, seorang "Termit". Hasil penelitian ini memang cocok dengan keyakinan Terman. Yaitu bahwa anak cerdas, bertolak belakang dengan anggapan lama tadi, Justru pada masa tuanya menjadi tokoh-tokoh sukses, berpendidikan lebih baik, serta lebih efektif dan produktif sebagai anggota masyarakat, dibandingkan dengan rata-rata penduduk Amerika. Telaah Terman memang melindungi nama semua "Termit". Tetapi diumumkan, di antara mereka terdapat "seorang sutradara film yang sangat berhasil pada 1950-an, tiga bintang film anak-anak yang termasyhur pada 1920-an, seorang ilmuwan atom, dua lusin peneliti medis top, delapan hakim terkemuka, seorang penulis fiksi ilmiah tingkat nasional, dan seorang ilmuwan wanita Jurusan metalurgi." Seorang di antara mereka berhasil memenangkan Hadiah Nobel. Dengan 11 kuesioner, selama 63 tahun para peneliti di Stanford memetakan perkembangan 901 "Termit". Daftar pertanyaan meliputi kehidupan, kepuasan dan harapan,serta sukses dan kekecewaan mereka. Data yang dikumpulkan menyangkut hampir semua aspek individual subyek, mulai agama,keyakinan politik, penyakit, perkawinan, sejarah keluarga, karier, anak, sampai pada perkembangan emosional. Sejumlah psikolog menganggap studi ini sebagai satu diantara yang paling mempengaruhi pembentukan teori modern tentang mendidik anak-anak cerdas. Di antara efeknya, menurut para ahli ialah menghapuskan anggapan bahwa akselerasi anak cerdas disekolah bisa berakibat membahayakan. Dengan hasil penelitian ini, "Muncul iklim baru, yang mengizinkan usia lebih dini mencicipi pendidikan perguruan tinggi," ujar Cecil Stanley Jr., profesor psikologi pada Universitas John Hopkins. Dr. Stanley mengambil contoh seorang mahasiswanya sendiri, yang meraih gelar doktor untuk Jurusan matematika murni pada usia 20. Sementara itu, di Bois State University, Idaho, seorang anak bernama Jay Luo menyelesaikan pendidikannya pada usia 12, dan menjadi sarjana termuda dalam sejarah Amerika Serikat. Selama puluhan tahun, para peneliti Terman mengikuti subyek mereka melalui masa pendidikan, perkawinan,masa mendidik anak, hingga saat pensiun. Ketika para"Termit" itu mencapai usia 50-an, pendapatan mereka rata-rata empat kali lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata sebaya mereka yang bukan "Termit". Namun, kecerdasan yang luar biasa, ternyata, tidak menjamin kebahagiaan emosional. Telaah ini membuktikan, angka perceraian, bunuh diri,dan problem alkoholis di kalangan "Termit"sama saja dengan rata-rata penduduk lainnya. Di kalangan wanita "Termit" berusia lanjut, banyak timbul penyesalan karena telanjur tidak memilih kehidupan karier pada masa muda. Tujuan Telaah Terman sendiri mengalami modifikasi menurut kecenderungan riset psikologi tertentu. Kini, misalnya, dengan rata-rata "Termit" berusia 74, studi difokuskan pada proses menua. "Katakanlah semacam usaha untuk menentukan betapa keputusan yang diambil pada usia dini bisa mem beri buah yang lebih nyaman dan lebih produktif bagi proses menua seseorang," tutur Prof. Sears. Telaah ini sendiri tidak sepi dari kritik.Pihak yang ragu, misalnya, mengajukan pertanyaan tentang nilai informasi yang dikumpulkan. Mereka keberatan, subyek Telaah Terman merupakan kelompok homogen dengan mayoritas kulit putih, kelas menengah,dan anak kota. Keberatan ini sendiri berhubungan erat dengan perdebatan yang ramai belakangan ini di sekitar keabsahan standardisasi tes kecerdasan. Para pengecam juga mengungkapkan fakta bahwa Prof. Terman tidak membentuk kelompok kontrol untuk menguji subyek.Tetapi, "Telaah Terman adalah telaah observasional," kata Prof. Stanley. "Terman bertujuan lebih mengobservasi mereka sebagaimana adanya. Kelompok kontrol tidak diperlukan, kccuali bila terhadap subyek akan dilakukan eksperimen." Yang jelas, para orangtua anak cerdas sekarang tak perlu terlalu khawatir. "Diukur dengan standar umum, mereka ternyata tokoh-tokoh yang baik dan sukses untuh ukuran kelas menengah," ujar Prof. Sears. Telaah itu diharapkan berakhir sepuluh tahun lagi, ketika semua "Termit", menurut ukuran jamak, sudah berangkat ke alam baka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini