Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perburuan besar-besaran terhadap anjing laut (Phoca vitulina) terjadi satu abad silam di Kanada, Greenland, dan Namibia. Spesies ini pun nyaris punah. Mereka diburu karena bulunya yang halus untuk digunakan sebagai bahan mantel, serta lemaknya dimanfaatkan sebagai lampu minyak dan kosmetik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski jutaan anjing laut dibantai setiap tahun, para ahli genetika populasi dari Bielefeld University dan British Antarctic Survey mendapati bahwa 11 spesies anjing laut lolos dari kepunahan. Temuan tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perburuan, epidemi, dan perubahan iklim berpotensi mengurangi jumlah individu dalam suatu populasi yang berujung pada hilangnya keragaman genetika," kata Joseph Hoffman, kepala kelompok penelitian ekologi perilaku molekuler di Bielefeld University.
Menurut Hoffman, penurunan populasi ekstrem itu dikenal dengan istilah bottleneck, perlahan tapi pasti terjadi. "Ketika suatu spesies tak memiliki lagi keragaman genetika, kemampuan mereka beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan penyakit sangat rendah," ujarnya.
Para peneliti pun menganalisis spesies anjing laut yang berhasil melewati kondisi kritis setelah terjadi perburuan dan pembantaian besar-besaran tersebut. Mereka melakukan penelitian ini bersama para peneliti lain di 10 negara.
"Dengan begitu, kami dapat mengumpulkan data genetika dari ribuan anjing laut dari 30 spesies berbeda," ujar Martin Stoffel, penulis utama studi. Karena ada 30 spesies anjing laut berbeda, penelitian tentang keragaman genetika anjing laut ini jadi yang paling komprehensif.
Para peneliti menggunakan data dari studi tentang anjing laut Antartika yang hidup di Pulau Burung (Georgia Selatan) di Sub-Antartika. Mereka mensimulasikan berapa banyak keragaman genetika yang diharapkan pada setiap spesies anjing laut.
Hasilnya, perburuan anjing laut sekitar seabad lalu menyebabkan hampir punahnya sepertiga spesies yang diteliti. "Sebagian besar spesies yang hampir punah itu telah pulih dan secara genetik kini cukup beragam meskipun populasi mereka menurun tajam," ucap Stoffel.
Stoffel melanjutkan, ada empat spesies pengecualian yang tetap bertahan, yakni anjing laut gajah utara, anjing laut Mediterranean, anjing laut Hawaii, dan anjing laut Saimaa. "Genetika spesies ini sangat mirip. Keempatnya memiliki 20 persen keragaman genetika spesies yang hampir tak pernah diburu sama sekali," tuturnya.
Stoffel menjelaskan, anjing laut gajah utara, misalnya, hanya beberapa lusin individu di antaranya yang selamat dari perburuan. "Kemudian mereka kembali membangun populasi yang saat ini sudah ada lebih dari 200 ribu ekor," katanya.
Penelitian ini juga menunjukkan spesies anjing laut di dataran rendah jauh lebih kuat daripada yang berada di atas es. "Ini mungkin karena mereka yang berada di dataran tinggi berselimut es tinggal di daerah Arktik dan Antartika yang terpencil. Mereka berada di luar jangkauan pemburu," ujar dia.
SCIENCE DAILY | PHYS | AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo