Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Arkeolog Temukan Situs Megalitik di Lapangan Tembak Kodam Papua

Arkeolog menemukan tinggalan megalitik berupa batu lumpang di lapangan tembak Kodam XVII/Cenderawasih.

5 Oktober 2019 | 11.21 WIB

Batu lumpan tinggalan dari zaman megalitik ditemukan Balai Arkeologi Papua di Lapangan Tembak Kodam Cendrawasih di Jayapura, Oktober 2019. (dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua)
Perbesar
Batu lumpan tinggalan dari zaman megalitik ditemukan Balai Arkeologi Papua di Lapangan Tembak Kodam Cendrawasih di Jayapura, Oktober 2019. (dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Balai Arkeologi Papua di lapangan tembak Kodam XVII/Cenderawasih, Gunung Bakso, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua berhasil menemukan tinggalan megalitik berupa bongkahan batu besar yang pada masa prasejarah berfungsi sebagai lumpang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lumpang batu terdiri dari bidang atas berupa cekungan atau lubang (tidak tembus) berukuran 20-35 cm yang terletak relatif di bagian tengahnya, bagian bidang samping merupakan badan lumpang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Cekungan atau lubang lumpang merupakan bagian terpenting dari alat ini. Jenis batuan yang dipakai untuk batu lumpang ini berupa batu gabro, jenis batuan yang banyak terdapat di Gunung Bakso," kata arkeolog Hari Suroto, kepada Tempo, Sabtu, 5 Oktober 2019.

Menurut Hari, lumpang ini berfungsi untuk menumbuk biji-bijian atau ramuan tumbuhan. Hal ini terlihat pada permukaan yang aus serta bentuk cekungan yang dalam serta menunjukkan keausan akibat pemakaian (penggerusan).

Batu lumpan tinggalan dari zaman megalitik ditemukan Balai Arkeologi Papua di Lapangan Tembak Kodam Cendrawasih di Jayapura, Oktober 2019. (dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua)

Selain itu pada permukaan bongkahan batu terdapat lukisan prasejarah yang sudah aus, lukisan ini dibuat dengan menggores batu, teknik menggambar ini memiliki kesamaan dengan Situs Megalitik Tutari.

Berdasarkan hal ini, maka lukisan prasejarah pada bongkahan batu ini diperkirakan seumuran dengan Situs Megalitik Tutari di Doyo Lama, kata Hari Suroto.

Istilah Gunung Bakso sendiri berasal dari masyarakat Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, yang sering makan bakso di jalan masuk ke lapangan tembak, di tempat tersebut menjadi pangkalan tukang bakso keliling untuk beristirahat.

Temuan itu bermula dari cerita tokoh adat Doyo Lama, yang mengatakan ada batu peninggalan nenek moyang mereka. Namun masyarakat Doyo sendiri tidak tahu posisi batu megalitik tersebut.  Berdasarkan informasi tersebut, tim peneliti Balai Arkeologi Papua melacak jejaknya.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus