Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Atonik dianjurkan tapi diragukan

Menteri pertanian mengeluarkan sk penggunaan zat perangsang tanaman atonik produksi cv taruna technical supplies. menurut penelitian bahwa zat tersebut tidak mempengaruhi peningkatan produksi padi.

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA dipromosikan sebagai "Sebuah Jenis Perangsang" yang "memberikan kekuatan vital kepada sayur-mayur, kacang-kacangan, kembang, buah-buahan dan tanaman lainnya". Bermodalkan istilah "ilmu pengetahuan", brosur zat perangsang tanaman Atonik mencoba memikat para petani. Atonik itu agaknya sejenis hormon yang kerjanya merangsang pertumbuhan tanaman (Cytohormon). Dengan cara mempercepat proses pengambilan zat hara melalui akar, Atonik diharapkan berpengaruh juga terhadap proses pertumbuhan tanaman. Menurut Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Dr. Ir. Ida Nyoman Oka sebenarnya sudah banyak cytohormon yang terdaftar di Departemen Pertanian. "Kira-kira ada sepuluh macam," katanya kepada TEMPO pekan lalu. Tapi Atonik yang diproduksi CV Taruna Technical Supplies, Jakarta sudah sejak 2 tahun lamanya beredar di pasaran Indonesia. Anehnya hampir bersamaan dengan produsennya mengajukan permohonan -- baru 4 bulan lalu -- untuk penelitian atas zat itu, Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Izin Sementara untuk penggunaannya. Kenapa tergesa-gesa? Sebetulnya permohonan penelitian atas produk yang hendak dipasarkan terlebih dulu harus diajukan kepada Komisi Pestisida Dep-Tan. Komisi ini yang dipimpin Dr. Oka kemudian menugaskan BPTP (Badan Penelitian Tanaman Pangan) Bogor dan Sukamandi mengadakan penelitian di laboratorium dan di lapangan. Berdasarkan hasilnya itu Komisi Pestisida menyarankan kepada Menteri Pertanian untuk menyetujui atau menolak pemakaian produk itu. Ternyata BPTP di Bogor dan Sukamandi belum menyelesaikan penelitian atas produk itu. Menurut Dr. Oka, "berdasarkan hasil percobaan di Filipina," yaitu waktu musim hujan 1979 di Pusat Penelitian Lembah Cagayan, San Mateo Isabela, "penggunaan Atonik disertai rekomendasi pemupukan yang tepat, akan meningkatkan produksi padi IR 36." Berdasarkan itu pula Komisi Pestisida merekomendasikan penggunaannya, hingga keluar SK Menteri. Menurut promosi CV Taruna Technical Supplies, Atonik mampu menaikkan produksi padi rata-rata 1,5 ton setiap hektar. Staf peneliti di BPTP Sukamandi menilai itu sangat fantastis, dan tidak mungkin terjadi. "Dengan Insus sekalipun, kenaikan sebesar itu jarang terjadi, apalagi hanya dengan hormon," komentarnya. Akhir Juni lalu, BPTP Bogor mengumumkan hasil penelitian awal selama 4 bulan atas Atonik itu. Kesimpulan Bogor: "Zat perangsang pertumbuhan tanaman yang bernama Atonik itu ternyata tidak mempengaruhi peningkatan produksi padi." Penelitian dalam kamar kaca BPTP Cikeumeuh, Bogor, menggunakan beberapa pot masing-masing berisi 10 kg tanah latosol cokelat dalam keadaan kapasitas lapang. Setiap pot itu ditanami 2 batang padi varitas IR 36. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap, sebagian pot itu diberi perlakuan Atonik, sebagian tidak sebagai kontrol. Dari hasil percobaan semusim itu diukur data berat gabah tiap pot, jumlah malai, jumlah gabah tiap malai, persentase gabah isi, berat 1000 butir gabah, tinggi tanaman, luas daun dan jumlah anakan nonproduktif. Walhasil antara tanaman yang diberi Atonik dengan yang tidak diberi, tak terdapat perbedaan yang nyata dalam hasil gabah, komponen hasil maupun tinggi tanaman. Kalaupun ada perbedaan hasil, itu bukan disebabkan perlakuan, melainkan disebabkan faktor lain di luar perlakuan. Tapi "itu belum merupakan hasil maksimal," ujar drs. Mahyudin MP Sc, Kepala Bidang Pengembangan Hasil Penelitian BPTP Bogor pekan lalu. "Penelitian masih harus dilakukan di berbagai tempat dengan berbagai kondisi tanah." Tapi sumber lain di BPTP Bogor itu agak skeptis "Atonik tak bermanfaat untuk tanaman padi," ujar sumber itu yang enggan disebut namanya. "Kami tidak menganjurkan kepada petani untuk mempergunakannya." Ketua HKTI Cabang Garut, Eddy Achmad Kartawidjaja pernah mencoba. Atonik tak menimbulkan reaksi apa-apa terhadap tanaman jeruk dan sekitar 300 hektar tanaman teh rakyat di Garut awal 1981, ujarnya. "Hal itu sudah saya beritahukan kepada Dinas Pertanian." Menurut dra. Puji Kusumaning Utami peneliti di BPTP Sukamandi, baik BPTP Bogor maupun Sukamandi belum melakukan penelitian terhadap formula Atonik. "Kalau ternyata tak bermanfaat buat apa diteliti lebih lanjut. Tapi kalau memang berguna, penelitian dilanjutkan untuk menghindarkan efek samping," ujar Puji. Semula untuk pemasaran di Jawa Barat PT Kerta Niaga di Bandung jadi agen tunggal Atonik, tapi berhenti sejak awal tahun ini, mungkin juga karena peminat sudah berkurang. Di Fa. Tani Mukti Bandung, misalnya dalam satu bulan hanya laku 5 botol Atonik. Itu pun yang kemasan 100 cc dengan harga Rp 1.575. Bahkan kemasan yang 1 liter dengan harga Rp 13.800, sejak 6 bulan lalu tak ada yang terjual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus