DARI air pohon enau (Arenga Pinnata) orang kampung bisa membikin
gula. Di Garut, Eddy Achmad Kartawidjaja sudah terkenal membantu
para petani memasarkan gula aren itu, terutama ke pabrik dodol.
Semula semua berjalan lancar, tapi 4 tahun lalu -- sesudah Knop
15 (serangkaian peraturan pemerintah di bidang ekonomi-keuangan)
pasaran dodol Garut menjadi lesu. Dan akibatnya, berton-ton gula
aren tersimpan saja di gudang, tidak terjual. Selang satu minggu
gula itu meleleh dan cair.
"Apa boleh buat, terpaksa dijual murah ke pabrik kecap," kata
Kartawidjaja, bekas Ketua DPRD Garut (1971-77), Ja-Bar. Tapi
selanjutnya dia berusaha mencari akal untuk mengawetkan gula
aren. Sejumlah percobaan dilakukannya.
Air pohon enau, yang dimasak, dalam keadaan kental panas
biasanya langsung dimasukkan ke dalam cetakan, lantas terjadi
gula aren. Kartawidjaja mengubah cara pengolahannya. Ia membuat
pemanasannya lebih lama sampai semua air dalam ketel menguap dan
tinggal cuma kristal gula berbentuk merah kekuning-kuningan.
Kemudian diangkat dan ditumbuk menjadi tepung halus. Itulah yang
kini disebutnya gula semut.
Dalam bungkusan plastik atau botol ternyata gula semut bisa awet
sampai setahun. Gula aren biasa meleleh sesudah seminggu.
Kartawidjaja semula mengajarkan penemuan barunya itu kepada kaum
tani di Kampung Cihurip, Kec. Singajaya, Kab. Garut. Mereka
bergairah kembali. Berbagai kelompok produsen kecil kemudian
dibentuk bukan di Singajaya saja, tapi juga di beberapa
kecamatan lainnya.
Gula aren biasa, yang pakai bungkusan daun kelapa, kini berharga
Rp 400/kg. Bila komoditi itu diproses sampai menjadi gula semut,
harga jual petani mencapai Rp 800/kg, dan penjualan partai ke
toko-toko Rp 1.000/kg.
Seorang petani bisa menghasilkan 3 sampai 5 kg gula semut sehari
dengan tungku tradisional. "Saya yakin," kata Kartawidjaja,
"kemampuan produksi petani bisa meningkat lagi bila digunakan
tungku modern."
Yayasan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Indonesia (YP31)
perwakilan Garut yang dipimpin Kartawidjaja memasarkan produksi
petani itu. "Suatu ketika gula semut bisa menjadi komoditi
ekspor," katanya. Dia mungkin berkhayal, tapi PT Kmello Bandung
Sari Raya, perusahaan pengolahan makanan dan perdagangan umum di
Bandung, pernah Februari lalu memamerkan gula semut penemuan
Kartawidjaja di Utrecht, Negeri Belanda. "Orang Belanda
tertarik. Cuma mereka menyarankan agar kemasannya lebih
disempurnakan," kata Ny. Ine C. Saputra, Direktris PT Kmello.
Secara kecil-kecilan gula semut sudah dikirim ke Negeri Belanda.
Orang di sana menggemarinya sebagai pencampur roti atau kue.
Kini Badan Pengembangan Ekspor Nasional merencanakan iklt dalam
pameran promosi -- 10eme Salon International de L'alimentation
-- di Paris, 15-20 November. Dan undangannya sudah disampaikan
kepada Eddy Achmad Kartawidjaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini