KETIKA meliwati lorong samping mesjid di kampungnya dekat Maja,
Majalengka, Cecep ketimpa sepotong genteng. Kepalanya benjol.
Ia pingsan. Pengalaman tidak enak seperti itu bulan lalu mungkin
terjadi lagi lebih dahsyat. Nanti bukan potongan genteng, tetapi
hancuran sebuah satelit Amerika Serikat seberat 85 ton, yang
mungkin akan membuat orang cidera.
Skylab, nama satelit itu, diperkirakan jatuh kembali ke bumi
antara 20 Juni dan 4 Juli. Tempatnya tak dapat dipastikan,
tetapi meliputi jalur sepanjang ribuan kilometer dengan lebar
160 km. Lokasi jalur ini mungkin antara garis lintang utara 50ø
dan lintang selatan 50ø. Indonesia bersama banyak negara lain
tampak menghadapi risiko tertimpa potongan satelit itu.
Asuransi
Badan Penerbangan Antariksa Nasional AS (NASA) meramalkan
kemungkinan seseorang tertirmpa kepingan Skylab "sangat kecil".
Perbandingannya 1 lawan 150. NASA memperkirakan lebih
dua-pertiga badan Skylab akan hancur di atas ketinggian 75 Km
karena terbakar. Sisanya sebanyak 500 keping, meliputi 20 ton,
akan jatuh ke bumi. Kepingannya bisa seberat 5 kg, tetapi bisa
pula jauh lebih berat. Khususnya 2 potong masing-masing seberat
2000 kg yang dicemaskan NASA.
Tempat jatuhnya baru bisa diketahui pada saat Skylab memasuki
lapisan udara. Itu akan terjadi di ketinggian 105 km, 20 menit
sebelum kepingan itu mengenai permukaan bumi dengan kecepatan
melebihi 400 km per jam. Berkata Richard Smith, Direktur Program
Skylab dari NASA: "Tidak akan ada kesempatan bertindak setelah
kita tahu di mana kepingan itu akan jatuh."
Sejak dimulai penyelidikan ruang angkasa di tahun 50-an sampai
Mei tahun ini, telah jatuh kembali ke bumi ribuan kepingan roket
dan satelit milik Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tidak satupun
mengenai orang. Bahkan jatuhnya tidak terperhatikan, kecuali
ketika satelit Soviet, Cosmos 954, menimpa bagian utara Kanada,
Januari tahun lalu. Itupun tidak mengenai orang. Tetapi karena
cosmos membawa muatan bahan radioaktif, peristiwa itu mendapat
perhatian besar.
Tidak jelas apa tindakan NASA di kala Skylab akan jatuh,
walaupun NASA bertanggung jawab atas segala kerugian yang
mungkin ditimbulkannya. Hal yang sudah jelas ialah usahanya
meyakinkan orang supaya tidak panik. Misalnya, kepala Program
Penerbangan Berawak Ruang Angkasa dari NASA, John Yardley,
mengemukakan seseorang lebih mungkin disambar kilat daripada
terkena kepingan Skylab.
NASA telah mendirikan Pusat Koordinasi Skylab dan membentuk
beberapa regu penyelidik yang dapat segera dikirim ke tempat
bila terjadi kerugian jiwa atau harta. Ada kemungkinan 1 banding
7 bahwa salah satu kepingan menimpa kota berpenduduk lebih
10.000 dan 1 banding 40 bahwa kepingan itu melebihi 100 kg.
Direktur pertama dari Program Skylab NASA, William Schneider,
sesaat sebelum peluncuran laboratorium ruang angkasa itu pada 14
Mei 1973 sudah mengatakan bahwa akan banyak problimnya. Memang
ternyata sejak awal Skylab sudah terganggu oleh berbagai
kegagalan dan kerusakan.
Satelit itu dimaksudkan sebagai laboratorium penyelidikan dan
telah dihuni berturut-turut oleh 3 kelompok astronaut selama
total 171 hari. Ratusan ribu foto astronomi dan permukaan bumi
serta puluhan ribu meter pita rekaman data ilmiah lain berhasil
dikumpulkan.
Hasilnya cukup mengimbangi biaya $ 2,5 milyar program Skylab
itu. Namun ketika kelompok astronaut ketiga awal tahun 1974
kembali dan program Skylab dinyatakan berakhir, laboratorium
berdiameter 7 M dan panjang 11 M helum berhenti menjadi problim
bagi NASA.
Sejak semula NASA tidak bermaksud membiarkan Skylab jatuh
kembali ke bumi -- suatu hal yang pasti terjadi kalau satelit
itu dibiarkan beredar di ketinggian 430 Km, orbit yang ditempati
sejak peluncurannya. Ada rencana di awal 1979 untuk mengirim
sekelompok astronaut lagi dengan tugas menempelkan sebuah roket
di badan satelit itu. Roket itu diharap akan mendorong Skylab ke
orbit 800 Km sehingga tidak mungkin jatuh, paling tidak selama
ratusan tahun mendatang. Bermacam kesulitan teknis menunda
rencana NASA ini sampai akhir tahun 1979.
Sementara itu Skylab berkurang ketinggiannya lebih cepat dari
perhitungan semula. Tahun 1978, ketinggiannya berkurang dengan
45 Km. Ketika itu Dr. Robert Frosch, Kepala NASA masih optimis
dapat menyelamatkan laboratorium itu. Ternyata NASA kini sudah
pasrah. Ketinggiannya saat ini tinggal 265 Km. Tidak dapat
dicegah lagi kejatuhannya kembali ke bumi.
Berjaga-jaga
Pernah beberapa ahli penerbangan ruang angkasa merencanakan
untuk pada saat terakhir (144 Km) mengaktivir roket pembantu
Skylab dan berusaha mengarahkannya supaya jatuh ke dalam laut.
NASA memandang rencana itu dengan skeptis. Bahkan mungkin usaha
itu justru mengarahkan Skylab ke atas daerah berpenduduk, dan
mengancam lingkungan. "Sebaiknya jangan dijamah," nasehat Smith.
Tidak puas dengan sikap NASA yang berlepas tangan, seorang
pengacara di Cleveland, Ohio, AS, Jeffrey Largent, menuntut NASA
melalui pengadilan setempat. Ia ingin memaksa NASA untuk
berterus terang kepada masyarakat tentang tingkat bahaya serta
tepatnya lokasi jatuhnya kepingan Skylab. "Mereka mengumumkan
'Langit akan jatuh, tapi umum tidak perlu cemas," ujar Largent.
Di Jerman Barat, sebuah panitia pemerintah merumuskan garis
kebijaksanaan menghadapi kemungkinan malapetaka. Juga Jerman
terletak dalam jalur kemungkinan itu. Pusat Komando untuk
mengkoordinir segala kegiatan telah dibentuknyadan mulai memberi
penerangan kepada penduduk. Penjelasan itu meliputi jaminan
bahwa Skylab tidak membawa muatan bahan radioaktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini