Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Balik ke baling-baling

Dunia penerbangan kembali ke pesawat berbaling-baling, untuk mengatasi masalah bahan bakar yang makin gawat. pesawat pertama diharapkan pada tahun 1992. (ilt)

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABAD ke-20 dunia penerbangan mungkin saja akan ditutup oleh sebuah titik balik. Sejak akhir 1950-an, kapal terbang berbaling-baling mulai dipandang dengan sebelah mata, dan berangsur-angsur mundur ke latar belakang zaman jet dan supersonik. Tetapi, kini, sebuah riset sedang digalakkan menyongsong era baru dunia penerbangan: kembali ke pesawat berbaling-baling, dengan langkah awal 1990-an. Alasan paling kuat menuju titik balik ini, tampaknya ialah masalah bahan bakar yang makin gawat. Di sekitar awal 1970-an, harga bahan bakar meliputi 25% ongkos operasi langsung sebuah pesawat terbang. Kini, harga itu mendekati 50%. Pabrik-pabrik pesawat terbang memang sudah berusaha mengirit setiap galor bahan bakar yang harus dihabiskan di udara. Termasuk ke dalam usaha itu adalah menemukan komposisi plastik yang lebih ringan, tapi tetap memiliki kekuatan yang ampuh, pengembangan mesin-mesin pancargas yang hemat bahan bakar, serta riset inovatif menyangkut desain sayap dan kerangka pesawat. Beberapa di antara upaya itu menjanjikan penghematan yang diharapkan - bahkan ada yang sudah dapat diterapkan dengan berhasil. Tetapi, banyak ahli penerbangan percaya, langkah terbesar dalam efisiensi antara masa kini dan akhir abad ke-20 terletak pada sistem baling-baling. Seperti dikatakan Roger Schaufele, wakil direktur Douglas Aircraft Company, "pengembangan baling-baling adalah hal yang paling menjanjikan di tengah gagasan penghematan bahan bakar dalam jangka pendek." Sejarah penerbangan memang berputar di sekitar baling-baling, sampai menjelang 1950-an. Kemudian masuklah zaman pancargas, yang bukan sekadar sebuah perkembangan, melainkan sebuah lompatan - revolusi total di dunia penerbangan. Mesin jet telah menepiskan batas-batas yang mengikat baling-baling, dan membuka kemungkinan yang sangat luas bagi kecepatan, ukuran, dan ketinggian operasi pesawat terbang. Pada 1930, sebuah desain turbojet dipatenkan di Inggris atas nama Sir Frank Whittle, seorang letnan penerbang. Desain itu dites pada 1937, dan diterbangkan pada Mei 1941. Di Jerman, sebuah pesawat turbojet, Heinkel He 178, diterbangkan dua tahun lebih awal. Begitu Perang Dunia II usai, beberapa skuadron pesawat turbojet sudah disiapkan di Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Pesawat tempur jet pertama diterbangkan dalam Perang Korea (1950-1953), dengan kecepatan 1.000 km/jam. Dalam dasawarsa berikutnya, kecepatan itu menembus suara, dan tibalah zaman supersonik. Pesawat jet sipil yang pertama terbang pada 1949. Baling baling yang sedang dirancang sekarang ini tentu saja tidak sama dengan jenisnya dari masa lampau. Dia tidak lagi terdiri dari sekadar tiga atau empat bilah, melainkan delapan sampai sepuluh bilah tipis dan meliuk, mirip rumputan laut yang sedang dikibarkan arus. "Kipas" itu digerakkan oleh turbin yang mirip dengan turbin Jet sekarang ini. Percobaan di terowongan angin (wind tunnel) memperlihatkan, baling-baling ini menghemat 30% bahan bakar dibandingkan dengan jet, dengan kecepatan 805 km/jam. "Dunia industri boleh bergembira pada teknologi ini," ujar William Strack, ahli baling-baling pada pusat riset lembaga penerbangan dan antariksa AS (NASA) di Cleveland. Sejak 1970-an, sebetulnya, sejumlah pabrik mesin dan pesawat terbang AS sudah mengembangkan teknologi baling-baling. Selama ini, gagasan pesawat berbaling-baling sering terbentur pada pilihan bahan dan kemungkinan tenaga yang mendorong kecepatan. Riset sejenis juga berlangsung di Uni Soviet, Prancis, Inggris, dan Jepang. Kini, NASA sedang mensponsori program uji coba beberapa jenis pesawat berbaling-baling. Dalam beberapa bulan mendatang, diharapkan bisa ditandatangani kontrak dengan sebuah perusahaan AS. Pabrik-pabrik besar, termasuk McDonnel Douglas dan Lockheed-Georgia, bersaing keras untuk mendapatkan kontrak itu. Toh para pendesain masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Mengenai baling-baling itu sendiri, misalnya, masih diragukan apakah dalam ukuran sesungguhnya bilah-bilah tersebut sama kuatnya dengan pada ukuran model. Juga masalah kebisingan dan getaran di dalam kabin: dapatkah pesawat berbaling-baling mencapai kesenyapan dan ketenangan yang dIlnikmati para penumpang pesawat jet? Kemudian, apakah pusaran angin dari belakang baling-baling tidak mempengaruhi aerodinamika sayap? Betapa pun, penerbangan sebuah pesawat pertama diharapkan bisa dilakukan pada 1992. Uji coba mungkin bakal dimulai 1986-1987, setelah riset lapangan dan laboratorium selama dua tahun sebelumnya. Menurut program itu, pesawat penumpang yang pertama tak akan menyediaan fasilitas untuk lebih dari 150 orang. Ukuran itulah yang dianggap paling ideal untuk pesawat berbaling-baling generasi baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus