TAK ada penduduk yang sakit. Tapi mobil ambulans itu memasuki Desa Sungai Nangka dengan kecepatan cukup tinggi. Dan kemudian dari ambulans itu turun beberapa perawat pria, langsung menuju rumah Dukun Istadi yang beratap nipah. Suasana tiba-tiba berubah tegang ketika dua orang "perawat" mendobrak pintu sembari berteriak, "Angkat tangan!" Perawat tadi, tak lain, petugas polisi dari Poltabes Medan. Begitu pintu terbuka mereka melihat para buron yang dicari sedang dalam suasana mistis: Delapan lelaki bertubuh kekar, dipimpin Istadi, 45, membentuk lingkaran sembari mengucapkan jampi-jampi. Ruangan dipenuhi asap kemenyan dan bunga warna-warni. Dua orang buron, Gelora dan Nurdin, tak mau menyerah begitu saja. "Keduanya mencoba melawan, hingga terpaksa kami dor. Kena kakinya," tutur Komandan Tekab Poltabes Medan, Letnan Dua T. Sinambela. Tapi tujuh lainnya, termasuk Istadi, tak berkutik dan langsung diborgol. Penyergapan yang sukses itu terjadi 24 Maret lalu, dan sampai pekan silam para tersangka masih diperiksa. Tertembaknya penjahat itu sekaligus meruntuhkan anggapan bahwa mereka kebal peluru seperti di sangka orang selama ini. Para tersangka yang tertangkap itu, menurut Sinambela, tak lain kawanan penjahat yang cukup ditakuti. Mereka sering merampok di kawasan Medan Baru - daerah elite di Medan - dan sepanjang jalur Padang Bulan sampai Pancurbatu. Penyergapan terpaksa menggunakan mobil ambulans karena "setiap ada mobil berpelat hitam, apalagi mobil polisi masuk desa itu, mereka sudah kabur duluan." Korban mereka, kata Sinambela lagi, antara lain Dokter Sutanto, yang tangan kirinya kena bacokan parang sampai lumpuh, setelah uang dan hartanya senilai Rp 3 juta disikat. Korban lain yaitu sebuah toko emas di Kabanjahe yang kena gasak Rp 4 juta, dan sebuah rumah di Jalan Sekata, Medan, yang kecolongan Rp 1,5 juta. "Setelah kawanan perampok itu tertangkap, telepon pengaduan dari penduduk Kecamatan Medan Baru ke kantor polisi berkurang," kata Sinambela. Kawanan perampok yang kena jaring itu adalah Tuka, Edi Pasti, Anto, Ferdinan, Praten, dan dua orang yang kena tembak tadi. Mereka rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Satu bulan polisi mencoba mengendus mereka, yang bisa bergerak dan menghilang dengan cepat sekali. Ternyata. setelah diselidiki, mereka itu bersembunyi di rumah Dukun Istadi, di Desa Sungai Nangka Kecamatan Pancurbatu - sekitar 16 km dari Medan. Sambil bersembunyi, mereka berguru. Di desa itu Istadi memang dikenal sebagai dukun yang memiliki ilmu kebal, ilmu menghilang, ilmu penglaris, dan ilmu pemanis. Ia juga bisa mengobati orang sakit. Tuka dan kawan-kawan, sesuai dengan "profesi" mereka, sampai saat digerebek tengah belajar ilmu kebal. Biaya untuk bisa menguasai ilmu itu, kata Istadi kepada TEMPO pekan lalu, cukup dengan uang Rp 50.000. Istadi juga bertindak sebagai penasihat. Dialah, kata Sinambela, yang mencarikan "hari baik" untuk beroperasi. Sebelum operasi dilancarkan, Tuka dan kawan-kawan bergantian bertapa di sebuah lubang berukuran 2 x 1 meter dan dalam 2 meter, yang terletak di belakang dapur rumah si dukun. Di lubang itu juga Istadi biasa bersemadi untuk mengasah ilmunya. Namun, Istadi membantah seolah telah menjadi guru rohani bagi kawanan penjahat yang ditakuti itu. "Saya hanya petani biasa, Iho. Saya bukan dukun, melainkan sekadar bisa mengobati orang," begitu pengakuannya kepada TEMPO. S. Pelawi, Kepala Desa Sungai Nangka, selama itu jua hanya tahu bahwa Istadi orang baik-baik yang suka menyembuhkan penyakit. Tapi memang, katanya, Istadi dulu terlibat G-30-S/PKI, dan sampai sekarang masih dikenai wajib lapor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini