Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Baterai Dari Air Laut

28 Mei 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUMBER listrik ternyata bisa datang dari mana saja. Termasuk dari air laut. Inilah yang mendorong Rizqi Fauzi membuat terobosan. Bersama dua rekannya, Zainal Fatah dan Iqbal Safirul Barqi, mahasiswa semester delapan Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya ini gencar melakukan riset dan percobaan.

Hasilnya? Ia berhasil menciptakan Sea Water Electrochemical Cell (Swecell), sistem baterai penghasil listrik bertenaga air laut. Dengan 0,5 liter air laut, Rizqi bisa memproduksi listrik buat menyalakan lampu petromaks perahu nelayan hingga 12 jam. Pada pertengahan Mei lalu, mereka berhasil menguji coba alat ini pada lampu perahu nelayan tradisional di Kenjeran, Surabaya.

Sekilas, alat buatan mereka itu mirip aki kendaraan. Terdiri atas kotak akrilik berukuran 10 x 20 sentimeter, alat ini diisi 120 sel pelat logam berkutub positif dan negatif sebagai elektroda, kertas membran, dan kabel. Semakin banyak jumlah sel yang dipakai, semakin besar daya listrik yang dihasilkan.

Cara penggunaannya mudah, tinggal menuangkan air laut ke dalam kotak akrilik, lalu hubungkan kabel positif dan negatif ke lampu. Byar! Lampu langsung menyala. Jika daya listrik mulai berkurang atau habis, tinggal ganti air di kotak dengan air laut baru. Dengan alat ini, nelayan tak perlu lagi khawatir kehabisan bahan bakar buat menyalakan lampu saat berada di tengah laut.

Prinsip kerja Swecell juga mirip cara kerja aki biasa. Bedanya, aki biasa menggunakan asam sulfat (H2S04) untuk diurai menjadi ion negatif dan positif sehingga bisa menghasilkan listrik. Sedangkan Swecell menggunakan air laut yang mengandung garam (NaCl) untuk diurai menjadi ion negatif (Cl) dan ion positif (Na).

Komponen-komponen pembuatan Swecell tak susah diperoleh di toko-toko elektronik. Biaya pembuatannya juga cukup murah. Satu unit berisi 120 pelat logam rata-rata memerlukan Rp 300 ribu.

Kini Rizqi, Zainal, dan Iqbal masih terus berupaya menyempurnakan alat itu. Terutama untuk mengatasi persoalan sifat korosif air laut, yang berpotensi membuat komponennya cepat rusak.l

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus