Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) biasanya menyisakan limbah lumpur geotermal berupa kumpulan serbuk bercampur air. Selama ini, limbah tersebut belum dimanfaatkan dan hanya menumpuk di tempat penampungan. Padahal lumpur geotermal banyak mengandung unsur logam.
Tergerak memanfaatkan sekaligus mengurangi limbah tersebut, sekelompok periset muda di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, melakukan uji coba pembuatan beton tanpa semen dari limbah tersebut. Uji coba dan proses produksi dilakukan di PLTP Dieng, Jawa Tengah.
"Sekitar 85 persen silika (SiO2) dengan pengotor berupa garam. Sedangkan persentase unsur logam lainnya kecil," kata ketua tim riset, Bagus Dinda Erlangga, pertengahan Desember lalu. Tim ini beranggotakan Eko Tri Sumarnadi, Endro Bhakti Santoso, Atet Saepuloh, Fuad Saebani, dan Anggoro Tri Mursito.
Riset di laboratorium pada 2015Â itu untuk memanfaatkan silika secara cepat, murah, dan mudah untuk diaplikasikan masyarakat ataupun industri. Salah satu potensi pemanfaatan tersebut adalah pembuatan geomaterial dengan melibatkan teknologi rekayasa.
Geomaterial merupakan pengembangan dari geopolimer, yakni proses polikondensasi dari mineral aluminosilikat. Geomaterial mempunyai densitas ringan dan kuat sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan bahan konstruksi bangunan. Metode itu sanggup mengurangi potensi degradasi lingkungan akibat tumpukan limbah lumpur geotermal sekaligus memberikan nilai tambah.
Dari hasil kajian geomaterial, tim riset menemukan material baru dari jenis beton tanpa semen ramah lingkungan. Material itu tersusun dari sintesis bahan-bahan alam non-organik melalui proses polimerisasi. Bahan dasar utama geopolimer adalah bahan yang banyak mengandung silikon dan aluminium.
Untuk melarutkan unsur-unsur silikon dan aluminium serta memungkinkan terjadinya reaksi kimiawi, digunakan larutan yang bersifat alkalis. Bagus mengatakan material geopolimer, jika digabungkan dengan agregat batuan, akan menghasilkan beton geopolimer tanpa semen.
Mereka lalu mengkaji pembuatan geomaterial dengan harga relatif murah dan berkualitas. Dari hasil kajian tersebut, ditetapkan menggunakan silika amorf yang merupakan unsur terbanyak, yaitu 85 persen dari limbah lumpur geotermal. Silika amorf berbentuk seperti tepung berwarna putih cerah.
Cara mendapatkan silika amorf mudah. Lumpur geotermal cukup dicuci dengan air untuk meluruhkan kandungan garamnya. "Kalau dalam posisi asin, akan mengurangi kekuatan," ujar Bagus. Setelah pencucian, lumpur dikeringkan di oven bertemperatur 100 derajat Celsius. Cara ini lebih efektif ketimbang dijemur di bawah sinar matahari.
Lumpur dikeringkan selama 6-12 jam, lalu digerus dengan mesin. Tahap berikutnya menyaring lumpur kering tersebut dengan ayakan ukuran -20 mesh agar material menjadi seukuran butiran pasir. Ukuran itu standar ideal agar material bisa saling merekat dengan sempurna.
Langkah selanjutnya, mencampur serbuk silika amorf dengan campuran agregat berupa pasir serta abu sekam padi. "Abu sekam menambah daya rekat material pasir dengan silika amorf," kata Bagus. Agregat merupakan material campuran, seperti pasir, kerikil, dan batu pecah.
Silika amorf dan bahan agregat kemudian dicampur dengan bahan pengikat formula yang disebut waterglass. Dalam uji coba, tim riset membuat lima variasi komposisi. Secara kasatmata terlihat ada perbedaan warna batu dari sedikit kehitaman, kelabu, sampai putih. "Yang bagus yang putih, karena silika amorfnya lebih banyak. Batu jadi lebih ringan," ujar Bagus.
Menurut SNI 03-0691-1996 tentang bata beton (paving block), produk geomaterial ini masuk klasifikasi paving block kelas D, yaitu baik digunakan untuk taman, trotoar, dan keperluan lain. Inovasi hasil riset ini sudah didaftarkan untuk mendapat hak paten. Hanya, Bagus dan timnya belum menetapkan harga jual bata beton tanpa semen ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo