Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Biar Mahal Asal Awet

Seminar mengenai satelit, membahas berbagai masalah aplikasi penginderaan jauh & satelit komunikasi untuk pendidikan & pengembangan, diselenggarakan oleh Lapan kerjasama dengan PBB & berbagai instansi.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUTAAN orang di seluruh tanah air pekan ini asyik mengikuti kegiatan para atlet di gelanggang SEA Games, Manila, melalui layar televisi. Tapi mungkin tak banyak antara pirsawan itu sadar, keasyikan itu hanya mungkin karena hadirnya satelit Palapa yang bergantung" puluhan ribu kilometer di atas Samudera Indonesia. Ada juga orang yang pernah mendengar tentang satelit Landsat atau bahkan Meteosat. Tapi berapa betul menyadari kehadiran satelit yang--seperti diungkapkan Dr. Adigun A. Abiodun -- "dalam jumlah ribuan", besar kecil. melesat di atas kepala mereka ? Dr. Abiodun dari Afrika, memimpin Seksi Aplikasi Antariksa dari PBB dan bulan lalu di Jakarta mengikuti suatu seminar PBB tentang urusan satelit itu. Seminar itu, yang membahas berbagai masalah aplikasi penginderaan jauh (remote sensing) dan satelit komunikasi untuk pendidikan dan pengembangan, 18 November lalu dibuka Menteri Negara Ristek, Dr. B.J. Habibie. Pertemuan itu diselenggarakan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) bekerjasama dengan PBB dan berbagai instansi pemerintah. "Topik vang bakal dibahas, disambut penuh gairah oleh Masyarakat Antariksa Indonesia," ujar Marsda (Purn.) dr. R. Sunaryo, Ketua Lapan dan Ketua Panitia Pelaksana seminar itu. Terbukti hadir lebih 100 peserta dan pengamat dari pihak Indonesia yang ingin membandingkan pengalaman, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dengan 37 ahli antariksa negara lain. Antara lain 23 peserta dari 11 negara di wilayah Asia-Pasifik, termasuk RRC dan Jepang, dan 14 peserta dari negara industri maju, PBB dan Badan Internasional Keantariksaan. Usang Seminar regional PBB ini lanjutan serangkaian seminar regional, yang sejak awal tahun ini diadakan di Addis Ababa, Ethiopia, Buenos Aires, Argentina, Toulouse, Prancis dan Sofia, Bulgaria. Kegiatan itu hendak menjamin kesertaan yang seluas mungkin dalam Konperensi PBB ke-2 tentang Eksplorasi dan Pemanfaatan Secara Damai Antariksa (Unispace II) di Wina, Austria, Agustus mendatang. Juga diharapkan terungkap bahan dan rekomendasi yang mantap berbagai konperensi itu, agar terwujud suatu tata tertib dalam pemanfaatan sumber dayaalam antariksa itu. Ini agaknya dianggap mendesak, agar sebagian besar negara di dunia tidak kehabisan kesempatan, "termakan" oleh sejumlah kecil negara industri maju yang dengan teknologi mereka mampu menguasai antariksa itu. Dalam aplikasi teknologi satelit buatan itu terutama dua aspek yang menonjol penginderaan Jauh dan komunikasi. Penginderaan jauh bukanlah suatu konsep baru. Sejak manusia percama kali memanjat pohon untuk bisa mengamati medan sekitarnya lebih jelas, konsep itu sudah diterapkan. Tapi pemanfaatannya secara ilmiah baru muncul dengan perkembangan teknik fotografi dari pesawat terbang. Sejak itu pemotretan udara memberi manfaat luar biasa dalam berbagai bidang seperti pemetaan, geologi, geodesi, penataan lahan pertanian, eksplorasi dan inventarisasi sumber mineral serta sumber daya alam lainnya. Tapi ketinggian "landasan penginderaan" itu terbatas hingga jangkauan luas wilayah juga terbatas. Baru satelit buatan, karena tempatnya pada ketinggian luar biasa, merupakan landasan penginderaan yang ideal. "Landasan di antariksa menyediakan kemungkinan unik untuk mengamati dan berinteraksi sekaligus dengan bagian luas dari bumi," ujar Dr. Abiodun dalam kata sambutannya. Setiap jenis bahan di permukaan bumi, seperti tanah, air, batuan atau tumbuhan, menyerap dan memantulkan energi matahari dengan caranya tersendiri, tergantung struktur atom dan molekul bahan itu. Energi yang terserap, terpantulkan dan terpancarkan itu dapat diindera dan direkam dengan berbagai peralatan, hingga bisa memberi informasi tentang distribusi, perubahan, pengaruh atau perkembangan bahan itu. Antara berbagai peralatan itu yang paling terkenal tentunya fotografi, hitam-putih maupun warna. Tapi juga dipergunakan peralatan seperti radar, pengindera gelombang merah-infra atau pengindera beberapa panjang gelombang energi sekaligus, yang nantinya bisa dipisahkan, sesuai kebutuhan. Akibat ini semua informasi yang bisa diperoleh menjadi berlipat ganda, banyaknya maupun kecermatannya. Tentunya ini juga tergantung dari kemampuan menganalisa dan menginterpretasi berbagai data itu. Selain ini membutuhkan peralatan khusus lagi, juga diperlukan ketrampilan yang tinggi. Ini pun berdasarkan pengetahuan pencocokan gejala yang diindera itu dengan kenyataan di bumi. Perkembangan yang amat pesat di berbagai bidang teknologi itu justru menimbulkan problematik, setidaknya bagi negara berkembang. "Jangan sampai per?latan yang baru saja dibeli, besok sudah usang," ujar dr. Sunaryo seusai penutupan seminar PBB itu, 25 November lalu. Kekhawatiran ini menjadi salah satu pokok pembahasan dalam seminar itu. Ini menghasilkan suatu rekomendasi agar terjamin kecocokan dan kelestarian teknologi antariksa itu selama suatu jangka waktu yang wajar. Problematik itu lebih lagi terasa dalam teknologi yang berhubungan dengan satelir telekomunikasi -- aplikasi yang paling menonjol bagi satelit buatan. Sejak semula orang sudah melihat manfaat besar dari suatu landasan di antariksa untuk memantulkan gelombang mikro dan televisi. Kedua jenis gelombang itu, meski unggul sebagai pembawa isyarat, tidak seperti gelombang radio, terpantulkan oleh ionosfera hingga bisa keliling bumi. Gelombang mikro dan televisi memerlukan suatu jaringan stasion relay pada lokasi tinggi, untuk bisa menjangkau jarak yang berarti. Tapi satelit meniadakan kebutuhan akan jaringan yang mahal itu. Cukup gelombang itu dipantulkan dari permukaan satelit dan seketika terjangkau hampir separuh permukaan bumi. Itu disebut satelit pasif. Kini terbanyak dipergunakan satelit aktif, yang memperkuat gelombang itu sebelum dipancarkan kembali ke bumi. Satelit Palapa termasuk golongan ini. Investasi dalam suatu sistem komunikasi semacam ini tetap tidak murah. Kalau sekedar karena perkembangan teknologi, seketika investasi itu menjadi usang, memang bisa berabe. Di Atas Khatulistiwa Problem lain dari satelit buatan, terutama yang bertugas mengindera permukaan bumi, juga ada. Banyak negara dengan cemas menyaksikan negara maju tertentu dengan enaknya memperoleh segala macam informasi tentang wilayah mereka yang dilintasi berbagai satelit itu. Ini sendiri sudah mencemaskan, apalagi belum tentu seluruh informasi itu bisa diperoleh oleh negara yang "tersadap" itu. Seperti dikemukakan Dr. Abiodun, "tergantung itikad pemilik informasi itu bagaimana memanfaatkannya. " Maksudnya, citra suatu wilayah, dengan berbagai teknik analisa bisa mengungkapkan informasi bagi pemetaani meteorologi, oseanologi, geologi, penauan lahan, eksplorasi mineral, tpi juga misalnya untuk keperluan intelijens. Justru teknologi dan ketrampilan untuk menganalisa itu masih merupakan kornoditi yang langka dan mahal. Persoalan lain adalah jaminan akan lokasi di antariksa. Teoretis setiap tempat di antariksa bisa dimanfaatkan, tapi bagi komunikasi terdapat suatu orbit yang paling ideal yang dikenal sebagai Geostationair Orit. GSO itu terdapat pada ketinggian 35.800 kilometer tepat di atas khatulistiwa. Di orbit ini kecepatan satelit sama dengan perputaran bumi. Akibatnya satelit itu tetap berada di atas suatu lokasi tertentu di bumi. Ini membawa keuntungan teknis dan finansial yang amat berarti, hingga orbit itu menjadi rebutan -- yang empuk bagi negara yang mampu meluncurkan satelit tentunya. Yang dikhawatirkan "kapling" yang baik sudah habis terisi, bila kelak berbagai negara berkembang juga punya ke mampuan itu. Juga di sini diperlukan penataan, suatu hal yang juga sangat di dukung Indonesia meski dua satelit Palapa sudah melayang di orbit ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus