Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dengan jumlah penduduk mayoritas memeluk agama Islam, mempunyai potensi pasar produk halal yang sangat besar. Karenanya, pemerintah tengah mengembangkan kawasan industri halal sekaligus menjadi upaya penguatan ekosistem industri halal di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejalan dengan upaya memperkuat ekosistem tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian dan pengembangan deteksi autentikasi halal, substitusi bahan non halal, dan pengembangan produk halal berbasis laut. Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan, Satriyo Krido Wahono, membeberkan ini dalam webinar 'Fasilitas Riset Halal', Jumat 1 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Riset Autentikasi Halal
Satriyo menceritakan, selama ini untuk mendeteksi kandungan halal di dalam sebuah produk masih menggunakan prosedur standar yakni melalui DNA. BRIN, kata dia, meneliti untuk menemukan metode cepatnya dan yang lebih sederhana. Harapannya, dengan prosedur yang lebih singkat dan sederhana, biaya proses deteksi autentikasi halal sebuah produk bisa lebih murah.
BRIN memiliki tiga fasilitas deteksi autentikasi produk halal yakni di Kawasan Cibinong, Serpong, dan Yogyakarta. Ketiganya, Satriyo menuturkan, mempunyai fokus masing-masing. "Di Cibinong untuk hayati, Serpong prosesnya melalui kimia, dan Yogyakarta bukan sekadar deteksi melainkan juga untuk pengembangan produk halal,” katanya.
Satriyo menjelaskan bahwa saat ini BRIN telah melakukan penelitian deteksi cepat terhadap lemak babi dalam lemak susu menggunakan spektroskopi FTIR, dan deteksi daging anjing dalam bakso sapi menggunakan RT-PCR. Berikutnya, BRIN akan melakukan berbagai penelitian deteksi halal, seperti deteksi halal produk makanan melalui analisis metabolomic, deteksi cepat kehalalan produk berbasis asam lemak pada produk daging dan susu.
“Di samping itu, akan dilakukan deteksi porcine gelatin pada produk kosmetik komersial non label halal MUI melalui proteomics,” kata Satriyo.
Riset substitusi produk non halal
BRIN juga mengembangkan produk substitusi untuk produk non halal seperti kolagen dan gelatin yang banyak dibutuhkan masyarakat. Kolagen adalah jenis protein yang terbuat dari asam amino yang bersifat keras dan tidak larut di air. “Kolagen sering dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik," kata Satriyo.
Sedangkan gelatin adalah zat yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan seperti puding atau agar-agar. Seperti juga kolagen, gelatin juga masih banyak diproduksi dari sumber non halal, yakni dengan mengekstraksinya dari tulang rawan atau kulit hewan, "dan hewan yang digunakan terkadang hewan non halal."
Kalaupun saat ini sudah banyak yang mengembangkan gelatin dari produk halal, namun bahan dasarnya masih diimpor dari luar negeri. “Berdasarkan pemetaan yang kami lakukan bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) relatif belum ada produk dalam negeri yang menghasilkan bahan baku halal untuk gelatin,” kata Satriyo menambahkan.
Yang juga menjadi catatan BRIN adalah bahwa sudah banyak riset pengembangan produk halal di Indonesia di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi, namun produk-produknya belum sampai kepada masyarakat. Karena itulah, BRIN bersama berbagai pihak terkait melalui sebuah konsorsium berkomitmen mempercepat proses hilirisasi berbagai produk riset terkait pengembangan produk halal.
Seorang mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang sedang membuat bodi losion Moristin dari ekstrak daun kelor dan kolagen kulit ikan patin. Dok. FPIK Universitas Brawijaya
Dengan adanya BRIN, Satriyo optimistis, kolaborasi lembaga dan perguruan tinggi itu akan terbuka dan lebih mudah dilakukan. Dia pun meyakini target Indonesia pusat industri halal 2024. “BRIN punya fasilitas yang luar biasa, pendanaan lebih jelas dan pusat kolaborasi riset,” kata Satriyo.
Pengembangan produk halal berbasis laut
Terkait substitusi produk non halal, BRIN telah berhasil melakukan ekstraksi kolagen halal dari kulit kambing. Saat ini tengah dikembangkan pembuatan tepung tulang ikan sebagai sumber gelatin halal, kapsul berbahan baku pati dan karagenan.
Berikutnya, Satriyo mengatakan, akan dilakukan penelitian untuk pembuatan gelatin halal dari ikan dan tulang ikan. Juga pengembangan produk berbasis kolagen dan gelatin halal dari kulit kambing, dan substitusi enzim dalam proses produksi keju.