Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

BRIN Kukuh Koleksi Arkeologi Barus Harus Dipindah ke Cibinong, Apa Alasannya?

BRIN mengungkap rencananya yang lain untuk membangun museum baru untuk menampung semua koleksi dan aset negara yang masih tersebar di banyak daerah.

21 Juni 2024 | 16.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan tetap melanjutkan rencana mengangkut dan memindahkan benda-benda koleksi arkeologi Barus di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, ke Cibinong, Jawa Barat, walaupun ditolak masyarakat setempat. Alasan BRIN, menjaganya sebagaimana yang dilakukan terhadap aset berharga milik negara dan memastikan keamanannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Koleksi itu aset negara dan memang kami harus memastikan bahwa bisa dikonservasi secara aman dan tidak ada potensi terbakar, hilang dan seterusnya," kata Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat, 21 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Handoko, rencana pemindahan koleksi telah mulai dibicarakan sejak tahun lalu, namun surat resmi baru diterbitkan tertanggal 31 Mei 2024 oleh Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN. Tujuannya tertera untuk pendataan spesimen sebagai persiapan migrasi koleksi arkeologi, dan sejatinya dilakukan pada 3-10 Juni 2024 lalu. BRIN menggandeng pekerja CV Sinergi Indonesia untuk pemindahan koleksi tersebut.

Aset koleksi yang ingin dipindahkan tersimpan di Laboratorium Arkeologi Barus di Desa Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sedangkan migrasinya ke Gedung Koleksi BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong. Terdapat sekitar 60 ribu benda yang bakal dipindahkan, di antaranya koleksi hasil temuan penggalian arkeologi rentang 1980-2005 dan benda-benda bersejarah Barus di Situs Lobu Tua era abad ke-8 sampai 13.

Menurut Handoko, BRIN mengambil kebijakan pemindahan itu berbasis pada regulasi. "Koleksi itu sebenarnya aset negara dan kita akan memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa itu barang bukan diambil terus hilang. Tapi dipindahkan supaya bisa menjamin keamanannya, kalau di situ siapa yang jaga," ucap Handoko.

Menurut Handoko, pemindahan koleksi arkeologi di Barus ke Cibinong sebagai upaya menjaga aset negara menjadi lebih aman dan bisa dipantau keberadaannya. Dia menyatakan akan menyampaikan kepada masyarakat bahwa lokasi yang dituju adalah sebuah pusat koleksi untuk menyimpan bukan hanya artefak tapi juga manuskrip, juga spesimen tumbuhan dan binatang yang jauh lebih cepat rusak. "Karena semua itu aset negara dan nasional yang harus kita lindungi bersama."

Handoko mengungkap rencananya yang lain untuk membangun museum yang baru untuk menampung semua koleksi dan aset negara yang masih tersebar di banyak daerah. Bakal melibatkan berbagai pihak, dia belum merincikan lokasi hingga detail anggaran untuk wacana tersebut. 

"Lokasinya belum tahu, biasanya kan tanahnya dari pemerintah daerah dan nanti kami fundraising, seperti di tempat-tempat lain," ujar Handoko.

Rencana pemindahan benda-benda koleksi arkeologi Barus sebelumnya ditolak oleh masyarakat di Barus. Diwakili pengurus Yayasan Museum Barus Raya (MBR), masyarakat meminta seluruh koleksi arkeologi yang sebelumnya ada di Barus jangan dipindahkan, sebab bisa menjadi harta pusaka daerah setempat.

"Biarkan semua koleksi arkeologi itu tetap di Barus dan jadi harta pusaka kami. Silakan BRIN melakukan penelitian lanjutan di Barus saja, supaya lebih efektif dan efisien penelitiannya," kata Wakil Ketua III Yayasan MBR, Muhammad Nurdin Ahmad Tanjung.

Tindakan BRIN yang memindahkan koleksi arkeologi di Barus ke Cibinong, menurut Nurdin, berpotensi untuk menghambat upaya masyarakat Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga yang sedang menguntai sejarah kuno Barus sebagai pusat peradaban Islam tertua di Nusantara. Sekaligus sebagai salah satu kota perdagangan tertua di Indonesia dengan kapur barus, kamper dan kemenyan sebagai komoditas andalannya.

"Rata-rata tiap bulan ada seribuan orang berwisata ziarah ke sini. Kalau benda-benda bersejarahnya dibawa ke Cibinong, wisatawan yang datang mau lihat apa?" kata Nurdin sambil menyambungnya, "Rencana itu seperti mau memutus hubungan kesejarahan dan kebudayan kami dengan Barus."

Suasana di Gudang Arkenas atau Gudang EFEO yang selama ini menjadi Laboratorium Arkeologi Barus berlokasi di Jalan KH Zainul Arifin, Desa Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Foto dokumentasi Yayasan MBR.

Pada 6 Juni lalu, tim BRIN sudah sempat mengisi penuh satu dari tiga truk yang mereka bawa dengan benda-benda koleksi arkeologi itu ketika masyarakat, tokoh adat, dan pengurus Yayasan MBR datang menghentikan. Dimediasi oleh kapolsek setempat, seluruh unsur masyarakat di Barus tegas menolak pemindahan koleksi arkeologi itu. 

Peneliti BRIN di Lapangan Akui Sensitivitas Persoalan

Saat dihubungi, Ery Soedewo, penelitii Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan, membenarkan adanya upaya memindahkan benda koleksi arkeologi Barus. “Karena ada perubahan administrasi dalam arkeologi, maka semuanya harus diangkat ke Cibinong,” katanya.  

Dia menunjuk peleburan 10 balai arkeologi yang berada di bawah Puslit Arkenas ke dalam BRIN. Satu di antaranya adalah Balai Arkeologi Sumatera Utara, tempat Ery bekerja. Ery juga pernah membantu penelitian Barus selama 2001-2005 bersama tim Puslit Arkenas dan EFEO. 

Ery adalah satu dari antara peneliti yang ditugaskan mendata spesimen dalam rangka persiapan migrasi koleksi arkeologi di Laboratorium Arkeologi Barus itu, dan mendampingi pekerjaan pemindahannya. Dia menilai, secara ilmiah-akademis, pemindahan koleksi arkeologi sangat berguna untuk pengintegrasian dan komparasi riset dengan benda-benda sejenis dari tempat lain di Indonesia yang berasal dari periode sama.

Masalahnya, dia memberi catatan, ada hal-hal kultural yang tidak boleh luput diperhatikan, apalagi dilupakan. Dalam kasus masyarakat Barus, Ery menjelaskan, respons negatif selalu didapat di setiap sosialisasi rencana pemindahan benda-benda arkeologi. Hal itu disebutnya berhubungan dengan sikap primordialitas terhadap sejarah, kebudayaan, dan keagamaan atau religiusitas. 

“Itu sudah jadi identitas mereka. Saya sudah sampaikan kepada pimpinan, tolong rencana migrasi koleksi arkeologi tahun ini pun dipersiapkan dengan sangat baik,” kata Ery. 

Menurut Ery, rencana pemindahan koleksi arkeologi Barus harus sepenuhnya disadari bersifat sensitif. Ini, misalnya, digambarkan Ery dengan keberatan masyarakat muslim dan nonmuslim di sana atas rencana migrasi tersebut. Merujuk sejarah panjangnya, bicara Barus tidak melulu bicara tentang kepentingan umat Islam, tapi juga umat nonmuslim lainnya. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus