Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Bukan Masker Kain Biasa, LIPI Ungkap Riset Superhydrophobic Coating

Tujuan dari riset ini adalah menambah perlindungan pengguna masker kain non medis dari Covid-19.

29 April 2021 | 12.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelajar membenahi masker adiknya pada hari pertama sekolah tatap muka di SD Negeri 42, Banda Aceh, Aceh, Senin, 4 Januari 2021. Mayoritas lembaga pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA di provinsi Aceh mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan sistim bergiliran dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penularan COVID-19. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meneliti superhydrophobic coating untuk lapisan masker kain sebagai pelindung dari droplet atau percikan ludah dan bersin. Superhydrophobic coating merupakan sifat fisis molekul suatu material untuk menolak atau menghindari air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Nining Sumawati, menjelaskan, senyawa yang digunakan untuk mencapai superhydrophobic adalah zinc oxide (ZnO). Seng oksida ini sekaligus material fotokatalitik yang banyak berperan sebagai agen antibakteri. Sifat fotokatalitik yaitu kemampuan suatu material membentuk radikal oksida dan hidroksida yang dapat menghancurkan sel-sel mikroba ketika dikenai Sinar UV.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Karena itu, zinc oxide menjadi salah satu kandidat material yang potensial digunakan sebagai bahan pelapis untuk masker,” ujar dia dalam acara virtual, Rabu 28 April 2021.

Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa seng oksida berpotensi digunakan sebagai antivirus. Pembuktian dilakukan sebagai antivirus influenza H1N1 dimana virus ini memiliki struktur yang mirip dengan virus corona penyebab Covid-19. 

“Sasaran dari penelitian ini adalah bahan liquid spray coating yang dapat digunakan untuk melapisi masker kain non-medis sebagai pelindung dari droplet Covid-19,” kata Nining.

Pelapisan dengan metode semprot membutuhkan lapisan perekat yang membantu memperkuat lapisan antibakteri pada permukaan kain. Untuk menjaga minimnya polusi ketika material pelindung terlepas ke lingkungan, bahan adhesive berbasis organic seperti ESO (epoxy soybean oil) dengan cross linker menggunakan dicarbolic acid menjadi salah satu pilihan, karena sifatnya yang tidak beracun.

Sedangkan penggunaan konsentrasi seng oksida tetap dijaga di bawah ambang yang bisa terhirup sebesar 10 mg/m3. Sementara itu, sifat superhydrophobic dimiliki suatu permukaan jika sudut kontak permukaan didapatkan lebih dari 150 derajat.

Artinya, Nining berujar, dalam pelapisan ini diharapkan droplet langsung ditolak ketika menyentuh permukaan lapisan. “Lalu jika ada droplet yang berhasil menempel, bakteri atau virus di dalamnya dapat dirusak oleh sifat fotokatalitik material,” tutur Nining.

Pengujian aktivitas antibakteri (E.Coli dan B. Subtilis) pada masker kain yang sudah terlapisi oleh seng oksida dilakukan dengan metode standar industrial Jepang. Hasil yang didapatkan adalah dalam konsentrasi non-toxic seng oksida (di bawah 10 mg/m3) pada masker kain berbahan polyester mampu menurunkan log pertumbuhan bakteri di bawah 0,5. “Yang artinya tidak ditemukan aktivitas antibakteri pada sampel kain masker yang sudah dilapisi oleh zinc oxide.”

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus