INDONESIA dan Jerman Barat sepakat bekerjasama meneliti
pemanfaatan tenaga matahari. Itulah oleh-oleh Menteri Riset dan
Teknologi RI, Dr Rudy Habibie, sepulangnya dari Bonn belum lama
ini. Perjanjian kerjasama itu ditandatangani Habibie bersama
Menteri Riset dan Teknologi Jerman, Dr Hans Hilger Haunschild,
dua pekan lalu.
Dari mana mau mulai? Menurut Dr Habibie, sudah dua proyek
diidentifisir. Yakni pembuatan penampung tenaga matahari di
Gajah Mada, Yogya. Di bawah pimpinan Dr M.S.A. Sastroamidjojo,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FIPA) Gajah Mada sejak beberapa
tahun silam sudah membuka Pusat Penerangan Penetrapan Tenaga
Matahari. Selain proyek di Yogya itu, Jerman juga akan membantu
pembuatan rumah bertenaga matahari yang akan ditangani Divisi
Teknologi Maju Pertamina. Divisi ini masih dipimpin oleh Rudy
Habibie sendiri. Di sini rupanya sudah mulai juga diselidiki
teknik memanfaatkan sumber enerji gratis ini.
Kerjasama ini, tak terlepas dari kepentingan Jerman juga.
Seperti dikemukakan Menteri Riset & Teknologi RI kepada pers
Jakarta: "Jerman sendiri memerlukan tempat percobaan
pemanfaatan tenaga matahari di daerah tropis seperti Indonesia."
Maka ada kemungkinan tak cuma membangun satu rumah saja. Tapi
suatu daerah pemukiman sempit, yang seluruhnya banyak menyadap
tenaga sinar surya: "suatu desa bertenaga matahari," begitu kata
Habibie. Namun dia masih menambahkan, pihak Jerman juga
menganjurkan "kerjasama dengan negara-negara lain, mengingat
adanya faktor kelebihan dan kekurangan pada masing-masing
fihak."
Pompa Aryadi
Catatan itu memang ada betulnya. Sebab Pusat Teknologi
Pembangunan ITB misalnya, sudah menjalin kerjasama di bidang ini
dengan Perancis. Dalam rangka itulah beberapa lulusan ITB sedang
di sana. Di antaranya Dr Aryadi Suwono, 29 tahun, orang
Indonesia pertama yang menggondol gelar doktor dalam bidang
enerji matahari di Centre Univeritaire de Perpignan, Perancis
Selatan. Kekhususan anak Cilacap ini, adalah penelitian pompa
air bertenaga matahari yang diharapkannya dapat "membantu petani
panen dua kali setahun" (TEMPO 16 Juli 1977).
Sementara itu, tetangga di selatan Indonesia, Australia, tak
jauh ketinggalan dalam penelitian pemanfaatan tenaga sinar
surya. Baik untuk rumah tinggal, rumah sakit, sampai pada
perencanaan suatu kota baru yang mengandalkan kehangatan sinar
surya semaksimal mungkin.
April lalu, dua rumah yang hemat enerji -- penggunaan enerji
hanya 35% ketimbang rumah biasa -- diresmikan di Endeavour
Hills, dekat Melbourne. Dan satu lagi di Albury, bagian selatan
New South Wales. Dua rumah yang harganya sekitar Rp 20 juta itu,
merupakan hasil sayembara nasional yang antara lain disponsori
Perusahaan Gas dan Bahan Bakar Victoria. Hasil disain arsitek
Terry Williamson dan Willys Span dari Universitas Melbourne itu,
berusaha mengawinkan nilai-nilai arsitektur yang manis dengan
empat gagasan penghematan enerji. Yakni penggunaan bahan
bangunan yang mampu menyimpan panas matahari, posisi rumah yang
menghadap ke arah timur-barat dengan jendela-jendela besar di
bagian utara, penyekat panas, serta sistim pemanas air bertenaga
matahari.
Kedua rumah yang berukuran luas 140 mÿFD itu masih lebih mahal
dari pada rumah konvensional. Tapi kata kedua arsitek tadi,
"harga yang mahal itu dalam jangka panjang dapat diimbangi
dengan penghematan biaya enerji."
Klinik Juga
Sementara itu, sebuah puskesmas baru yang dipanas-dinginkan
dengan enerji matahari telah dibuka di pinggiran kota Sydney.
Eldridge Medical Clini~c itu, yang menyadap tenaga sinar surya
lewat 250 lempeng kolektor yang menutupi sebagian besar
atapnya, dihuni oleh 20 dokter dalam kamar-kamar ber-AC. Di
samping itu masih ada 20 r~uang kerja bagi dokter tamu, ruang
periksa, teater bedah ruang penyembuhan, apotik dan toko
kacamata yang semuanya sejuk lantaran kem~urahan hati sang
surya. Penyadap sinar surya di atap yang luasnya 500 mÿFD itu,
tak dibuat dari tem~baga seperti lazimnya. Tapi dari lembaran
baja anti karat dengan permukaan biru-lembayung, hasil ciptaan
Institut Teknologi NSW bekerjasama dengan satu perusahaan swasta.
Pacuan pemanfaatan sinar surya di benua kecil yang tandus dan
sebagian besar panas hawanya itu, telah melibatkan pula
universitas maupun perusahaan swasta di Pantai Barat dan Pantai
Utara. Di atas tanah seluas 560 hektar, 35 km dari pusat kota
Brisbane, para arsitek Universitas Queensland bersama sekelompok
perusahaan sedang membangun suatu "kota matahari". Dengan biaya
Rp 125 milyar, dalam waktu 12 tahun akan berdiri 4000 rumah baru
di sana yang bakal menampung 15 ribu penduduk. Prototip rumah
yang akan dibangun di sana, telah dirancang oleh Steven V.
Sokolay, salah seorang pendiri UK Solar Energy Society dan
pengarang buku Solar Energy and Building, buku pegangan
mahasiswa Arsitektur Universitas Queensland.
Kipas angin, pesawat televisi, AC maupun pemanas air mandi
maupun kolam renang di rumah prototip itu, semuanya 'dijalankan'
dengan enerji matahari. Orang juga bisa mengadakan pesta
kambing-guling atau babi-guling di dalam rumah. Bukan dengan
api, tapi dengan tenaga matahari. Di dalam rumah, ada 24 tempat
memonitor panas matahari. Juga ada tirai untuk mengurangi
teriknya matahari di musim panas, serta penyekat untuk mencegah
lolosnya panas ke luar rumah di musim dingin.
Zaman matahari memang sudah tiba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini