Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Face recognition atau alat pengenal wajah dalam electronicid termasuk teknologi yang mampu mengidentifikasi atau memverifikasi subjek melalui gambar, video, atau elemen audio visual apapun terhadap wajah. Teknologi ini menggunakan ukuran tubuh, khususnya wajah dan kepala untuk mencari identitas seseorang melalui pola dan data biometrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak seperti fitur identifikasi lainnya, seperti kata sandi, verifikasi melalui email, selfie, sidik jari, atau gambar, face recognition memanfaatkan pola matematis dan dinamis yang menjadikan sistem pengenal wajah menjadi teknologi paling aman dan efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem alat pengenal wajah bekerja dengan menangkap gambar yang masuk dari perangkat kamera secara dua dimensi atau tiga dimensi tergantung pada karakteristik perangkat. Prosedur ini memerlukan koneksi internet karena basis data tidak dapat ditemukan pada perangkat penangkap.
Berkat penggunaan kecerdasan buatan dan teknologi pembelajaran mesin, sistem face recognition dapat beroperasi dengan standar keamanan.
Manfaat
Dilansir dari laman weforum, penggunaan sistem face recognition oleh lembaga hukum biasanya mengacu pada proses pengenalan seseorang dengan membandingkan foto atau gambar wajah penjahat atau orang hilang dalam penyelidikan. Cara kerja perangkat ini berpotensi untuk membantu, menyelesaikan, menghentikan, dan mencegah kejahatan serta membawa pelaku ke pengadilan.
Terutama dapat berguna untuk berbagai jenis investigasi, termasuk menemukan identitas penjahat penipuan, mencari teroris, memerangi pelecehan, dan menemukan orang hilang. Tanpa pengawasan yang tepat, face recognition mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan merugikan warga negara.
Larangan
Kota-kota di Amerika telah melarang penggunaan face recognition oleh lembaga publik. Berbagai pihak merekomendasikan pemerintah menghentikan penggunaan face recognition biometrik jarah jauh di ruang publik secara real time, sampai mereka dapat menunjukkan tidak ada masalah dengan akurasi atau efek diskriminatif. Sistem ini juga harus memenuhi standar privasi dan perlindungan data yang kuat.
Untuk mengatasi masalah ini, sebuah buku tentang tata kelola face recognition menyampaikannya dalam dua poin:
- Penggunaan face recognition bertanggung jawab untuk investigasi hukum dengan mencakup semua pertimbangan kebijakan yang relevan
- Kuesioner penilaian diri yang merinci persyaratan yang harus dihormati oleh lembaga hukum untuk memastikan kepatuhan terhadap tindakan.
Baca juga: Deretan Kasus Salah Tangkap Akibat Face Recognition Tidak Akurat
BALQIS PRIMASARI