PELATIH kesebelasan Mercu Buana, Ipong Silalahi, 31 tahun, sial
melulu. Ketika klubnya bertanding melawan Pardedetex, di Medan 4
Juni ia digasak polisi sampai terjerembab. Memang, giginya tak
rontok dan hidungnya tak berdarah. Dan Ipong sendiri tak hendak
menuntut. Malah memberikan maafnya kepada anggota penjaga
keamanan itu.
Ceritanya, karena pada menit ke-75 itu permainan bertambah keras
dan para pemain nyaris baku hantam, Ipong dan tim manajernya
Kamaruddin Panggabean, merasa harus seera turun ke
lapangan."Mau menasihati para pemain agar jangan meladeni
permainan keras lawan," maksud Ipong. Wasit tak melarang, sebab
situasinya sudah gawat.
Kamaruddin yang terkenal itu masuk lapangan tanpa kesulitan.
Tapi begitu Ipong maju, seorang polisi berpangkat Bhayangkara
Dua menghadangnya. "Saya pelatih," kata bekas pemain nasional
yang beranak 4 orang itu. Tapi polisi itu rupanya tak mendengar.
Maklum puluhan ribu penonton gaduh.
Jadi ketika Ipong nyelonong terus, polisi lantas saja menghantam
mukanya. Untung ada polisi lain yang kenal dan segera
mengamankannya. Namun karena merasa masih terancam, ia berontak
sampai terjerembab. Melihat itu, para pemain yang ricuh di
lapangan serentak menghentikan pertengkarannya: menonton
kericuhan baru yang untunglah bisa segera diatasi. Ipong masih
sempat memberi pesan kepada anak buahnya: "Jangan berkelahi!"
serunya.
Mercu Buana sendiri - yang hari itu ditongkrongi cukongnya,
Probosutedjo -- pada menit ke-86 mendapat hadiah penalti. Dan
Abdul Rahman berhasil menyarangkan bola ke gawang lawan: 1-0.
Itulah kemenangan MB pertama kali atas Pardedetex. Probo pun
girang, sehingga menjanjikan hadiah khusus kepada pemainnya.
Bahkan kalau MB berhasil masuk ke dalam 5 Besar saja -- dalam
kompetisi Galatama 1980-81 - klubnya akan diajaknya tour Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini