Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Gula Bisa Bikin Kecanduan

Mengkonsumsi gula menghasilkan efek yang mirip mengkonsumsi kokain.

4 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Gula Bisa Bikin Kecanduan
Perbesar
Gula Bisa Bikin Kecanduan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Mengkonsumsi gula menghasilkan efek yang mirip mengkonsumsi kokain.

  • Para penulis mengatakan gula bisa jadi pintu gerbang menuju alkohol dan zat adiktif lainnya.

  • Mereka mengatakan gula, seperti kokain dan opium, disuling dari tumbuhan untuk menghasilkan kristal putih murni.

Tikus itu terlihat seperti sedang sakau. Perilakunya aneh. Persis orang kecanduan narkoba. Mau tahu gara-garanya? Dia butuh asupan gula untuk tubuhnya. Saat tak ada gula, dia pun sakau. Selain perilaku, gejala tak biasa ini bisa dilihat di otaknya.

Temuan itu diulas dalam British Journal of Sports Medicine, pekan lalu. Para penulis mengatakan gula bisa menjadi pintu gerbang menuju alkohol dan zat adiktif lainnya. Mereka mengatakan gula, seperti kokain dan opium, disuling dari tumbuhan untuk menghasilkan kristal putih murni. Ini proses yang mereka katakan "secara signifikan menambah sifat adiktifnya".

“Gula merupakan zat adiktif yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia dan ini mendatangkan malapetaka bagi kesehatan kita," kata ilmuwan riset kardiovaskular di Saint Luke’s Mid America Heart Institute, Kansas, James J. DiNicolantonio.

Dia dan ahli jantung James H. O'Keefe serta William Wilson, dokter yang berpraktik di kelompok peneliti nirlaba Amerika Serikat, Lahey Health, mengulas seluruh riset yang ada saat ini tentang gula dan kecanduan.

"Mengkonsumsi gula menghasilkan efek yang mirip kokain, bisa mengubah mood, mungkin melalui kemampuannya untuk menstimulasi kenikmatan dan kesenangan, yang mengarah pada kecanduan gula," ujar DiNicolantonio.

Tentu saja hasil temuan mereka ini mengejutkan. Apalagi kini sekitar 75 persen makanan kemasan di Amerika Serikat ditambahi gula. Total, rata-rata orang Amerika mengkonsumsi gula hingga seperempat kilogram dalam sehari.

Bahkan, di Inggris, menurut Public Health England, rata-rata konsumsi gula hampir tiga kali dari batas yang dianjurkan. Padahal konsumsi gula yang tinggi dapat meningkatkan obesitas, kerusakan gigi, diabetes, hipertensi, penyakit ginjal, dan penyakit jantung. Fakta bahwa gula terkait dengan penyakit tersebut tak diragukan.

Meski sebenarnya tiga peneliti itu bukanlah yang pertama kali menyimpulkan gula sebagai candu, hasil penelitian ini memicu reaksi keras para ahli. Mereka menyebut klaim tersebut "tidak masuk akal".

Para pengkritik mengatakan konsumsi gula memang menyebabkan masalah kesehatan, tapi tidak menimbulkan kecanduan. Hisham Ziauddeen, psikiater di Universitas Cambridge, mengatakan penelitian hewan pengerat telah disalahpahami oleh ketiga peneliti itu.

Ulasan tentang tikus sakau tersebut tidak mendukung gagasan bahwa gula itu adiktif bagi manusia. "Perilaku hewan seperti kecanduan itu tidak menunjukkan perilaku yang digolongkan sebagai adiksi," katanya.

Dia juga menyoroti hasil penelitian DiNicolantonio cs yang menyebutkan, meski ada perbedaan antara efek kokain dan gula di otak tikus, keduanya berinteraksi dengan reward system yang sama. Reward system adalah satu sistem di otak yang mengatur rasa senang. Ketika sistem diaktifkan, tercipta kesenangan dan ingin mengulang terus.

Menurut Ziauddeen, hal itu tidak mengherankan. Kenyataannya, rewards system otak dan sirkuit yang mengendalikan perilaku makan sama saja dengan bagian yang merespons obat terlarang. Namun, tidak seperti gula, "obat terlarang tampaknya membajak sistem tersebut dan mematikan kontrol normal mereka."

Tom Sanders, guru besar nutrisi dan diet di King College, London, mengatakan tidak masuk akal menyatakan bahwa gula itu adiktif seperti obat-obatan keras. Meski memang benar bahwa menyukai hal-hal manis bisa menjadi pembentukan kebiasaan, gula tidak membuat kecanduan seperti kokain. "Individu tidak mendapatkan gejala putus obat saat mereka mengurangi asupan gula,” ujarnya.

Dalam risetnya, DiNicolantonio mengatakan konsumsi gula pada manusia tidak menyebabkan tanda sakau, melainkan terdapat tanda-tanda biokimia sakau di otak—sebuah poin yang ditentang oleh Ziauddeen.

Meski digempur kritik, hasil riset DiNicolantonio juga mendapat dukungan. Salah satunya dari Robert Lustig, profesor pediatri di University of California, San Francisco. Dia sepakat bahwa gula itu adiktif, berdasarkan sifat metaboliknya.

Lustig pernah berpendapat bahwa gula adalah "alkohol anak". Dia menyebut gula sebagai obat terlarang yang lemah, setara dengan nikotin, tapi tidak setara dengan obat-obatan seperti heroin.

FIRMAN ATMAKUSUMA | GUARDIAN | BJSM | NY TIMES

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus