Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ilmu damai dari bulaksumur

Seminar polemologi (ilmu perdamaian) di ugm yogya, untuk membangkitkan kesadaran kelompok pemikir bahwa masalah polemologi tersebut perlu dipikirkan lebih lanjut. (ilt)

24 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH seminar karena waswas. Namanya: Seminar Polemologi. Untuk pertama kali diselenggarakan di Indonesia, berlangsung 14-15 Desember lalu di kampus UGM, Yogya. Waswas karena kini, konon, ada 16 bilyun ton TNT yang siap ledak. Itu artinya, "untuk setiap kepala orang di dunia ini, termasuk anak-anak dan bayi, tersedia 4 ton TNT," kata Prof. Dr. TeukuJacob. Dan seorang yang sudah mati, dengan nuklir, akan mengalami mati berkali-kali. Gagasan seminar itu memang herasal dari Jacob sendiri. Sebagai salah satu kegiatan dies ke-34, "UGM ingin memberi sesuatu untuk perdamaian dunia, seperti diamanatkan presiden UGM pertama, Almarhum Prof. Dr. Sardjito," kata Jacob, rektor UGM. Ancaman perang nuklir, "memang paling menggelisahkan setelah PD II," katanya. Melihat gambaran demikian, belakangan ini orang mulai berpikir dan mencari sebabsebab perang secara mendalam. Apakah perang satu-satunya cara manusia menyelesaikan masalah besar? Untuk mencari jawaban itulah muncul ilmu perdamaian, yang disebut polemologi. Polemologi adalah studi tentang agresivitas manusia dan konflik grup. Ia bidang baru yang berusaha menentukan penyebab serta cara untuk mencegah konflik, terutama konflik yang paling ekstrem, yang disebut perang. Polemologi (polemos = perang) semula luas dikcmbangkan di Eropa oleh ilmuwan biologi serta psikologi eksperimental. Mereka bersikutat untuk menjelaskan perilaku manusia dengan mempelajari binatang yang tidak secara langsung diharapkan bisa menjelaskan naluri perang. Jadi, pada mulanya, studi itu berusaha mengabaikan peranan kebudayaan dalam membentuk perilaku manusia. Habis, perang toh selalu terjadi dan menimbulkan pertanyaan, "apakah perang sudah secara biologis tertanam dalam diri manusia?" ujar Jacob, guru besar bioantropologi. Ilmu ini kemudian berkembang multi disipliner. Ia merambat luas ke hal penyebab perang dan mempelajari syarat-syarat perdamaian. Maka, "ilmu ini dapat memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam usaha kita ikut membina perdamaian dunia," kata T.B. Simatupang, bekas kepala staf angkatan perang RI ini. Di Eropa, ilmu ini kian berkembang dengan berdirinya lembaga-lembaga riset perdamaian. Di Stockholm, misalnya, berdiri Stockholm International for Peace Research Institute (SIPRI). Di Universitas Groningen, Belanda, pada 1966 berdiri International Peace Research Association (IPRA), yang didirikan Prof B.V.A. Roeling. Tokoh polemologi yang cukup beken adalah Johan Galtung Uerman), Gastong Buthoul (Prancis), dan juga Roeling. Roeling, ahli hukum, mengajarkan kriminologi dan hukum internasional di Universitas Groningen. Ia juga anggota hakim atau anggota Juri yang mengadili penjahat perang di Barat dan Jepang. Dari pengalaman hakim penjahat perang itulah "Roeling mulai mengembangkan ilmu ini," kata Suryo Sumarwotho, dosen Sejarah Militer dan Maritim Fisipol Universitas Diponegoro, Semarang, satu-satunya sarJana Indonesia dari sekitar 10 ribu ahli polemologi anggota IPRA yang berpusat di Amerika itu. Prof. Dr. Mukti Ali mengusulkan agar di Indonesia diajarkan polemologi, dengan nama "pendidikan perdamaian". Di Undip, tahun ini mulai diadakan kuliah polemologi. Apakah UGM akan mengajarkannya pula? "Tujuan seminar ini hanya untuk membangkitkan kesadaran kelompok pemikir bahwa masalah polemologi ini perlu dipikirkan lebih lanjut," ujar Jacob. Tapi, seorang peserta seminar mengingatkan UGM agar berhati-hati dengan "gerakan perdamaian". "Di luar negeri," katanya, "peace movement sudah ditunggangi komunis," seperti dituduhkan Amerika dan Jerman Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus