Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lift Vacuum
Sebuah lift dengan teknologi baru tengah dikembangkan Daytona Elevator, perusahaan asal Argentina. The Residental Pneumatic Vacuum Elevator ini terbuat dari bahan aluminium dan polikarbonat. Lift ini tidak menggunakan kabel untuk menggerakkan kabin lift ke atas atau ke bawah.
Lift berbentuk silinder bergaris tengah hampir 1 meter dengan total berat sekitar 300 kilogram ini menggunakan prinsip pegas. Terdiri dari tiga bagian, bagian paling bawah atmospheric pressure zone berfungsi mendorong kabin lift ke atas. Bagian kedua adalah kabin lift berukuran 82 x 195 sentimeter yang bisa mengangkut beban hingga 210 kilogram. Bagian ketiga, low pressure zone, berada di atas kabin yang berfungsi menekan kabin sehingga bergerak tidak terlalu cepat ke atas. Dan bagian paling atas vacuum pump yang berfungsi memompa kabin.
Lift ini hanya membutuhkan tenaga 3,7 kilowatt untuk motor. Karena tidak menggunakan mesin pengerek, lift ini tidak berisik. Dan hebatnya, untuk pemasangan, lift ini hanya membutuhkan sekitar 2-3 jam.
Plastik Pengumpul Energi
Memasuki era digital ini, perang tak hanya mengandalkan senjata api, tapi juga peralatan elektronik. Kini hampir seluruh perlengkapan militer menggunakan peranti elektronik yang membutuhkan sumber energi. Untuk itu, biasanya disiapkan logistik yang cukup sebagai sumber energi cadangan. Tapi kini Konarka Technologies Inc. mengembangkan polimer photovoltaic, lembaran plastik yang bisa mengumpulkan sinar matahari yang kemudian diubah menjadi energi.
Polimer photovoltaic memperbaiki bentuk sel surya yang terlalu kaku menjadi lebih halus sehingga kemampuannya menangkap cahaya lebih besar. Rahasianya, Konarka menggunakan material 1.000 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Kemudian, material dicelup ke titanium dioksida yang berfungsi menyerap cahaya.
Konarka baru-baru ini menandatangani kontrak dengan Angkatan Darat AS senilai US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 15,2 miliar. Rencananya, material tersebut akan dipakai membuat seragam militer, tenda, penutup kendaraan, dan pakaian elektronik.
Beton Elastis
Para peneliti berhasil menemukan beton elastis dengan mencampurkan fiber. Beton campuran ini lebih ringan, tidak mudah retak, dan tahan lama. Teknik mencampurkan fiber dengan beton sebenarnya bukan hal baru. Tapi temuan yang dikembangkan University of Michigan ini 500 kali lebih kuat dibandingkan dengan beton yang umum digunakan saat ini. Beton ini juga 40 persen lebih ringan.
Beton yang disebut engineered cement composites (ECC) ini sebenarnya memiliki komponen yang sama dengan beton biasa, namun minus kerikil. ECC merupakan hasil campuran semen, air, dan pasir. Tentu saja ditambah 2 persen fiber dari jumlah keseluruhan material.
Dengan adanya campuran fiber, beton melawan tekanan yang diberikan dan menjadi elastis. Dalam pengujiannya, ECC yang bentuknya mirip beton biasa itu berumur dua kali lebih panjang. Profesor Victor Li, pimpinan proyek ini, mengatakan ECC diproyeksikan bisa menurunkan biaya pembuatan jembatan hingga 37 persen.
Salah satu bangunan yang sudah menggunakan bahan ini adalah jembatan Mihara di Hokaido, Jepang. Jembatan yang rencananya dibuka Mei tahun ini tersebut menggunakan ECC setebal 5 sentimeter. Hasilnya, jembatan tersebut 40 persen lebih ringan dan diperkirakan akan tahan 100 tahun.
Sumber: LiveScience, gizmo.com.au, konarka.com
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo