Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harapan itu disemai oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Banten. Di sini Profesor Hanafi dan kawan-kawan berhasil mengidentifikasi struktur molekul 1-carboxyl-phenazine.
Metabolit sekunder yang dihasilkan mikroba tanah Pseudomonas pycocyaneae itu bukan senyawa sembarangan. Ia adalah zat aktif yang ampuh melawan Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa—bakteri-bakteri patogen yang kerap memicu bermacam infeksi pada tubuh manusia.
Keberhasilan itu tak lepas dari keberadaan peranti canggih untuk menentukan struktur molekul, yakni Fourier Transform Nuclear Magnetic Resonance (FT-NMR). "Dulu hanya ada satu FT-NMR di Indonesia. Sekarang beberapa universitas sudah memilikinya," kata Hanafi kepada Tempo di kantornya, Kamis dua pekan lalu.
Agar lebih berdaya guna, zat aktif 1-carboxyl-phenazine, yang termasuk golongan senyawa fenolik laktam, dikembangkan menjadi bermacam senyawa turunan dan analog yang berkhasiat sebagai antibiotik. Penemuan senyawa inilah yang pada 26 Agustus lalu diganjar Inventor Award LIPI. Temuan mereka dianggap sebagai cara baru dalam pembuatan antibiotik karena memanfaatkan jenis mikroba tanah asli Indonesia.
Fenolik laktam terbukti memiliki efek sebanding dengan sejumlah antibiotik yang kini banyak digunakan, seperti eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, dan kloramfenikol. "Dengan dosis yang sama, efeknya sama dengan eritromisin," ujar Hanafi. Ia menggarap riset ini bersama Linar Zalinar Udin, Tjandrawati, Leonardus Broto Sugeng Kardono, dan Roy Heru Trisnamurti sejak 2000.
Linar mengaku penelitian ini bertolak dari meningkatnya kebutuhan antibiotik di Indonesia. "Antibiotik menjadi obat pilihan untuk menanggulangi penyakit infeksi, kelompok penyakit nomor wahid di Tanah Air," ucapnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat Indonesia adalah sarang bermacam penyakit infeksi, seperti hepatitis, tifus, malaria, rabies, dan leptospirosis.
Sayangnya, bahan baku pembuatan antibiotik selama ini masih harus diimpor dari Cina, Jepang, Amerika, dan Eropa. Itu sebabnya, Linar dan tim mencari alternatif bahan baku baru. Mereka memilih P. pycocyaneae karena pemanfaatan mikroba tanah sebagai sumber antibiotik masih sangat langka. "P. pycocyanea sangat istimewa karena menghasilkan antibiotik turunan fenolik laktam dengan spektrum cukup luas," kata Linar. Artinya, antibiotik yang dihasilkan ampuh menangkal pertumbuhan mikroba patogen kelompok gram positif dan gram negatif.
Menurut Hanafi, timnya tak hanya mengandalkan pasokan fenolik laktam dari P. pycocyaneae karena jumlahnya sangat terbatas. Untuk itu, mereka melakukan modifikasi struktur molekul lewat pemodelan komputer dan metode trial error. "Kami mensintesis senyawa baru yang berbeda tapi lebih aktif dan mudah dibuat," ujar profesor riset kimia organik ini. Mereka, misalnya, menambahkan asam salisilat, gugus metoksi, dan gugus nitrogen.
Kini fenolik laktam telah dikembangkan menjadi beberapa senyawa analog, dari fenoliklamtam A sampai F. Senyawa analog adalah senyawa yang berbeda dengan senyawa asli dari P. pycocyaneae, tapi masih memiliki gugus fungsi yang aktif sehingga masih ampuh menghambat pertumbuhan bakteri. Bahkan senyawa analog buatan tim peneliti ini potensial juga untuk menghambat pertumbuhan sel kanker.
Khasiat antibakteri anyar ini memang baru lolos uji in vitro alias tokcer di skala laboratorium. Untuk bisa dimanfaatkan bagi manusia, masih harus lolos uji praklinis pada binatang coba plus lulus uji klinis pada manusia buat mengetahui efektivitas dan keamanannya. Dan Linar bersama tim tak suntuk menempuh jalan panjang itu.
Mahardika Satria Hadi, Gabriel Wahyu Titiyoga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo