Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Seluk-beluk Pemakzulan Presiden

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Impeachment Presiden: Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945
Penulis: Hamdan Zoelva
Penerbit: Penerbit Konstitusi Press (KONpress)
Terbitan: Maret 2014
Tebal: 296 halaman

Dalam sejarah Indonesia, ada dua presiden yang pernah dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sukarno dimakzulkan pada 1967 karena pertanggungjawabannya terkait dengan peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI 1965 ditolak MPRS. Sedangkan Abdurrahman Wahid dimakzulkan MPR pada 2001 karena dianggap melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara serta mengeluarkan maklumat pembekuan DPR/MPR. Kedua pemakzulan itu dilakukan berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebelum perubahan.

Menurut penulis, rentannya posisi presiden karena UUD 1945 sebelum perubahan tidak memuat aturan terinci tentang pemakzulan presiden, baik alasan maupun prosedurnya. Itu hanya ada di Penjelasan UUD 1945 angka VII alinea ketiga, yang menyatakan bahwa Dewan dapat mengundang Majelis bersidang untuk persidangan istimewa meminta pertanggungjawaban presiden jika yang bersangkutan dituding melanggar haluan negara.

Perubahan UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia terkait dengan pemakzulan presiden. Pasal 7-A UUD 1945 menentukan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat serta hanya dapat dimakzulkan dalam jabatannya apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, atau perbuatan tercela ataupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.

Penulis, yang ikut merumuskan pasal-pasal perubahan UUD 1945 sebagai anggota DPR/MPR periode 1999-2004, menilai UUD 1945 menganut prinsip yang mempersulit pemakzulan presiden, berdasarkan aspek alasan dan prosedur pemakzulan tersebut.


Misi Maut Malala

I Am Malala: Menantang Maut di Perbatasan Pakistan-Afganistan
Pengarang: Malala Yousafzai dan Christina Lamb
Penerbit: PT Mizan Pustaka
Terbitan: Mei 2014
Tebal: 383 halaman

DUA lelaki muda melangkah ke jalanan dan menghentikan bus Sekolah Khushal secara mendadak Selasa siang, 9 Oktober 2012. Mereka bertanya, "Yang mana Malala?" Dan, dor, dor, dor, tiga butir peluru pun menembus kening sang gadis.

Sementara Malala Yousafzai, 15 tahun, melayang-layang antara hidup dan mati, Taliban menyatakan bertanggung jawab atas penembakan itu. Namun mereka menyangkal tudingan bahwa penyebab penembakan karena kampanye Malala untuk pendidikan. "Kami melancarkan serangan ini dan siapa pun yang berbicara menentang kami akan diserang dengan cara yang sama," kata Ehsanullah Ehsan, juru bicara Gerakan Taliban Pakistan.

Cerita percobaan pembunuhan itu menjadi bagian dari buku yang ditulis Malala bersama Christina Lamb, jurnalis Sunday Times. "Tujuanku menulis buku ini ialah untuk bersuara lantang mewakili jutaan anak perempuan di seluruh dunia yang tidak mendapatkan hak mereka buat bersekolah dan mewujudkan potensi mereka," ujar Malala. Tepat satu bulan satu hari setelah penembakan Malala, Perserikatan Bangsa-Bangsa mencanangkan 10 November sebagai Hari Malala.


Panduan Etis Wartawan Lingkungan

34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan: Panduan Praktis untuk Jurnalis
Pengarang: Agus Sudibyo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Terbitan: Agustus 2014
Tebal: 207 halaman

Aktivis lingkungan Erna Witoelar menyebutkan dua perkembangan kontradiktif yang terjadi pada jurnalisme lingkungan akhir-akhir ini. Salah satunya adalah berkurangnya kuantitas pemberitaan jurnalisme lingkungan di media-media mains­tream. Di sisi lain, yang menjadi kabar baik, kepedulian lingkungan sudah berevolusi dari kepedulian menyerang industri pencemar lingkungan atau menyerang pemerintah berkembang menjadi inisiatif untuk bertindak.

Sedangkan masalah lingkungan hidup dewasa ini semakin penting dan populer. Semua pihak semakin sadar betapa terancamnya lingkungan hidup secara global dan betapa terlambatnya dunia bergerak mengatasinya. Masalah lingkungan juga bersentuhan langsung dengan masalah politik, hubungan internasional, keadilan sosial, ekonomi, teknologi, dan aspek-aspek lain. Hal ini menuntut pers untuk memotret kompleksitas masalah sekaligus berkontribusi dalam pemecahan masalah lingkungan hidup.

Jurnalisme lingkungan tetaplah jurnalisme yang mesti bertolak dari aturan, norma, dan etika baku dalam jurnalistik. Buku ini bertitik tolak dari Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan Peraturan Dewan Pers. Penulis menjelaskan pedoman etis itu dalam 34 pernyataan berdasarkan konsep etika jurnalistik universal dengan memasukkan kasus-kasus konkret di lapangan sebagai ilustrasi.

Erwin Zachri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus