Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jalur rel gaya baru

Pemakaian bantalan beton pada jalur rel baru antara depok lama dan manggarai, selama ini rel K.A Indonesia memakai bantalan kayu atau baja. (ilt)

12 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Stasiun Depok Baru, sebelah selatan Jakarta, baru saja dimulai pembangunan fisik dan rehabilitasi jaringan kereta api Jabotabek. Dalam waktu 9 tahun, menurut rencana, peranan kereta tapi dalam pola angkutan di wilayah Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) itu meningkat dari 1,4% sekarang, menjadi minimal 30% (TEMPO, 26 Februari). Langkah awal proyek ini ialah pembuatan 30-an km jalur ganda antara Depok dan Manggarai. Ini dimulai dengan pemasangan jalur rel baru antara Depok Lama dan Pondok Cina (2,2 km). Ratusan pekerja tampak sibuk, antara lain memasang bantalan beton, suatu hal baru dalam perkeretaapian di Indonesia. Selama ini dipergunakan bantalan kayu atau baja. "Bantuan beton ini mempunyai life-time (umur pakai) minimal 30 tahun," ujar Irawan Satjadipura. Dia anggota direksi PT Kodja (Persero) yang membikin bantalan itu di Jakarta. Bahkan di Jepang bantalan beton sudah dipakai hampir 40 tahun tanpa ada kerusakan. Ada dua jenisnya: monoblock atau balok beton utuh, dan biblock, dua balok beton yang terhubungkan sebatang baja. Jenis bibLock banyak dipakai di Prancis, tapi menuntut perawatan tanggul dan balas yang cermat. Justru perawatan ini diperkirakan akan kurang di Indonesia, karenanya dipilih monoblok. Tipe ini, berbeda dengan biblock, tak mudah terpengaruh gaya puntir akibat kondisi ban dan balas yang jelek. Beratnya yang 180 kg itu menjaga kemantapan letak, sekalipun balas (pecahan batu di bawah dan sekitar bantalan) kurang terawat. Sebagai bandingan, bantalan kayu jati atau ulin hanya seberat 30-an kg. Pembuatannya tak melibatkan teknologi tinggi. PT Kodja membuatnya berdasarkan spesifikasi PJKA. Sebagian besar dipakai bahan dalam negeri, seperti semen 'Kujang', pasir dan koral. Sedikit dipakai cementaid, larutan kimiawi agar beton itu cepat mengeras. Bahan ini diimpor, begitu juga besi tulang dan alat penambat rel. Penulangan setiap bantalan terdiri dari 18 batang besi beton bergaris tengah 5 mm, semuanya direntang (pratekan) sebelum betonnya dicor. Saat itu juga dipasang jangkar penambat rel merk 'Panroll', yang khusus diimpor dari Australia atas permintaan PJKA. Hanya sedikit kesulitan dialami, menurut Irawan, dalam memperoleh mutu standar pasir dan koral. Kini, dari pesanan PJKA sebanyak 15.000 bantalan, 3.000 sudah selesai diproduksi, di antaranya 1.000 buah sudah diserahkan kepada PT Papan-Gading, kontraktor yang memasangnya, di Depok. "Kapasitas produksi sekarang sekitar 20.000 bantalan setahun," ujar Irawan. Bantalan beton - yang panjangnya 2 m tinggi maksimum 19,2 cm dan lebar dasar 27 cm - harus mampu menampung tekanan gandar 18 ton dengan kecepatan 120 km per jam. Sekarang pengujiannya masih dilakukan PT Kodja sendiri, sepengetahuan PJKA. Tapi kelak ada rencana PJKA membuat test-track sepanjang 7 km pada jalur KA CikampekJakarta. "Kapan waktunya belum tahu," ujar Irawan. "Kami sih maunya cepat." Harga sebuah bantalan beton itu (0,09 m3 dengan 5,5 kg besi) sekitar Rp 40.000 atau Rp 440.000 per m3 (60-an kg besi). Ini hampir dua seperempat kali lebih tinggi, dibanding Rp 200.000, standar harga saat ini per 1 m beton bertularig (300 kg besi). Tapi sudah tentu harga ini termasuk penyusutan harga alat cetak dan dongkrak perentang besi. "Harga itu bisa berkurang sesuai dengan banyaknya pesanan," ujar Irawan. Menutut Drs. Soekotjo - yang perusahaannya juga mensuplai bantalan kayu untuk PJKA harga bantalan kayu ulin yang sudah diawet kan sekitar Rp 12.500. Tapi umur pakainya jauh lebih singkat dari bantalan beton. "Kita harus jamin umur pakai selama 8 tahun," ujar Soekotjo. Dari 1.000 buah yang sudah diterima PT Papan Gading, sekitar 600 sudah terpasang pekan lalu. Perusahaan pemasang itu menerima rel dari Balai Yasa PJKA di Manggarai. Di bengkel itu lima lonjoran rel (17 m) dilas menjadi satu lonjoran sepanjang 85 m. Setelah terpasang di lapangan, setiap dua lonjoran itu oleh PJKA disambung lagi menjadi 170 m. Rel tanpa sambungan itu menjamin perjalanan yang mulus dan rata, tak terganggu oleh gentakan setiap kali sepasang roda kereta melewati sambungan. Pada jalur rel lama terdapat sambungan setiap 80-an m. Di luar negeri pemakaian rel tanpa sambungan sudah dipakai sejak tahun 50-an, bahkan menggunakan lonjoran sepanjang 400 m yang kemudian disambung menjadi satu di lapangan. Tentu peletakannya semua dilakukan dengan mesin. Kemulusan perjalanan juga bertambah karena alas karet buatan antara setiap pertemuan rel dengan bantalan beton. Di tempat ini rel itu ditambatkan pada bantalan dengan klem khusus, bagian dari penambat 'Panroll' yang disediakan PJKA. Selain pemasangan rel ini, tanggung jawab utama PT Papan Gading ialah pembuatan tanggul (tubuh ban), peletakan dan pemadatan balas serta menjamin kerataan letak jalur rel itu. Teknologi untuk tanggul itu tidak berbeda dari zaman Belanda. "Bedanya kita sekarang menggunakan alat besar untuk mengeruk dan menggilas," ujar Soekotjo. Alat besar mesin juga dipakai untuk meratakan jalur rel yang selesai dipasang serta memadatkan balas sekitar bantalan. Dulu bisa dilakukan dengan tenaga manusia, tapi sekarang bantalannya saja sudah seberat 180 kg. Mau tak mau harus pakai mesin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus