LANGIT sore waktu itu biru cerah. Danny Niemann, 25 tahun,
seorang montir mobil, menghentikan pekerjaannya sebentar untuk
memperhatikan sebuah DC-10 berwarna perak, merah dan biru,
tinggal landas. Pelabuhan udara internasional O'Hare dekat
Chicago, berjarak hanya 2 mil dari bengkel mobil Niemann.
Dengan lebih 740.000 pesawat mendarat dan tinggal landas dalam
setahun, O'Hare terkenal paling sibuk di Amerika Serikat, bahkan
mungkin di dunia. Niemann sudah terbiasa menyaksikannya. Tapi
kali ini perhatiannya tertarik oleh gerakan aneh dari DC-10 yang
baru mengudara itu. Badan pesawat itu goyang keras dan tiba-tiba
menukik tajam ke kiri. Sesaat kemudian suara dahsyat menggelegar
memekakkan telinga Niemann dan lantai tempat ia berdiri bergetar
keras. Ia menyaksikan pesawat tadi meledak, menjadi bola api
raksasa yang memercikkan ribuan keping menyala ke segala
jurusan, sedang asap hitam pekat menjulang ke udara mencapai
puluhan meter. "Seakan-akan sinar mata-hari tertutup," komentar
Karen Sundblom, 18 tahun, teman sekerja Niemann, yang melihat
kepulan asap itu, kemudian.
Memorial Day
Hari Jumat sore (25 Mei) itu penerbangan 191 tinggal landas
menuju Los Angeles, membawa 271 penumpang dan awak pesawat.
Beberapa waktu sebelumnya para penumpang dalam suasana gembira
menaiki tangga pesawat itu, membayangkan malamnya akan berkumpul
dengan sanak keluarga dan teman di California, menghadapi 3 hari
libur. Hari Senen masih libur karena Memorial Day, memperingati
korban perang Amerika, yang selalu jatuh pada hari Senen
terakhir dalam bulan Mei. Tapi pesawat itu dan semua
penumpangnya menjadi ribuan keping logam dan gumpalan daging,
berserak sejauh ratusan meter.
Kepulan asap hitam juga disaksikan oleh seorang pilot muda asal
Kanada, Michael Laughlin, yang kebetulan berada di O'Hare ketika
itu. Hobbynya untuk memotret kali ini membawa keuntungan besar.
Ketika DC-10 itu mengudara, Laughlin mengabadikannya dengan
kameranya. Kebiasaannya membuat serangkaian foto. Ia berhasil
merekam kejadian ketika mesin yang berada di sayap sebelah kiri
jatuh di atas landasan yang baru ditinggalkan. Ketika itu
jarinya secara otomatis menekan tombol kameranya mengikuti
rangkaian peristiwa. Suratkabar Chicago Tribune membeli
rangkaian fotonya seharga $ 5.000.
Kecelakaan pesawat itu paling buruk dalam sejarah penerbangan
Amerika Serikat. Selain semua 271 penumpang dan awak pesawat, 2
orang yang berada di sekitar lapangan tempat kecelakaan, juga
meninggal. Diduga bahwa di antara penumpang terdapat paling
sedikit seorang bayi. Biasanya bayi tidak tercatat dalam daftar
penumpang.
Segera kecelakaan itu bergema sekeliling dunia. Betapa tidak.
Kini terdapat 41 perusahaan penerbangan di dunia yang
mempergunakan hampir 275 buah DC-10. Di Amerika Serikat sendiri
terdaftar 134 buah yang dioperasikan oleh 8 perusahaan. Sisanya
tersebar di Kanada, Eropa, Australia, Afrika dan Asia. Garuda
Indonesia Airways memiliki dan mengoperasikan 4 buah DC-10 dan
tahun ini ia menunggu kedatangan 2 lagi.
Para ahli berusaha merekonstruksi rangkaian peristiwa yang
menuju malapetaka itu. Di landasan ditemukan sebuah baut, yang
dikenal sebagai salah satu yang mengikat mesin pesawat pada
sayapnya. Baut ini menunjukkan retakan, hingga para ahli menarik
kesimpulan sementara bahwa jatuhnya mesin itu karena sudah haus
logam baut tadi.
Pembuat DC-10, McDonnell Douglas, menjelaskan pesawat itu
dirancang untuk masih bisa terbang walaupun hanya dengan 2
mesin. Tetapi ia rupanya kehilangan keseimbangan tiba-tiba,
ketika sebuah mesin seberat 2 ton lebih terlepas, menyebabkan
ada goncangan keras. Ketinggiannya ketika itu sekitar 150 meter,
dan diduga goncangan itu membuat ujung sayap sebelah kiri
menyentuh tanah, lantas terjungkir dan kemudian meledak karena
muatan bahan bakar sebanyak hampir 300 ribu liter. Alur dalam
tanah sepanjang 30 meter terkena ujung sayap 800 meter dari
landasan, membenarkan teori ini.
Penemuan pertama ini menunjukkan suatu kegagalan dalam
konstruksi bagian DC-10 itu. Segera Badan Federal Pengawas
Penerbangan AS (FAA) mengeluarkan insttuksi kepada seluruh
perusahaan penerbangan di Amerika untuk mendaratkan DC-10 mereka
dan melakukan pemeriksaan seksama. "Saya tidak mau mengambil
risiko DC-10 itu mengangkut penumpang," ujar Langhorne Bond,
Direktur FAA.
Ralph Nader, tokoh gerakan konsumen di Amerika menulis surat
kepada FAA, mendesak untuk mendaratkan semua DC-10. Menumt
Nader, pemeriksaan terhadap DC-10 selama ini kurang teliti,
terutama terhadap mesinnya, termasuk mesin no. 3 yang terpasang
di ekor pesawat itu. "Pesawat jenis DC-10 telah lama diganggu
oleh kekurangan dan kegagalan disain konstruksi," kata Nader,
"dan ini telah mengorbankan ratusan jiwa."
Tahun 1974 sebuah DC-10, milik perusahaan Turki tinggal landas
dari pelabuhan udara Orly di Paris dan jatuh beberapa saat
kemudian di hutan Ermenonville, sebelah utara ibukota Perancis
itu. Diduga kecelakaan itu bermula dengan terbukanya pintu
bagasi pesawat itu.
Sebuah DC-10 pernah mengalami peristiwa yang sama dua tahun
sebelumnya. Untungnya ketika terbang di Kanada ia sempat
mendarat dengan selamat dan tidak terjadi korban manusia.
Kegagalan mesin pernah terjadi di tahun 1975, ketika sebuah
DC-10 tinggal landas dari pelabuhan udara internasional J.F.
Kennedy di New York. Ketika itu pesawat berhasil didaratkan dan
semua penumpang selamat, kemudian DC-10 itu habis terbakar.
Keterangan ketika itu bahwa seekor burung tersedot ke dalam
mesin jet yang kemudian mengakibatkan kerusakan.
Satu lagi peristiwa DC-10 terjadi dalam tahun 1978. Ketika itu
DC-10 milik Continental Airlines dengan kecepatan penuh menuju
saat tinggal landas di pelabuhan udara internasional Los
Angeles. Beruntun dua bannya pecah. Logam pelg roda itu kemudian
menghancurkan sebuah ban lagi. Pilotnya berusaha menghentikan
DC-10 itu dengan mengerem dan membalikkan arah dorongan dari
mesin jet, tetapi pesawat masih melaju sampai ujung landasan,
dan kemudian terbakar. Ada 200 penumpang berhasil diselamatkan.
Dua orang meninggal akibat keracunan asap dan 31 lainnya
mengalami luka-luka berat.
Terpotong
Semua perusahaan penerbangan di seluruh dunia mengikuti anjuran
FAA untuk pemeriksaan. Tetapi tidak semua merasa keperluan
untuk mendaratkan armada DC-10 mereka. Di Jepang dalam
pemeriksaan terhadap 9 buah DC-10 milik JAL, ditemukan beberapa
baut yang rusak pada sebuah pesawat.
Garuda, yang mengoperasikan 4 buah DC-10 dalam penerbangan ke
luar negeri, menerima telex dari FAA supaya dimulai
pemeriksaannya. Pekan lalu pemeriksaan dinyatakan selesai dan
tidak ditemui kelainan pada keempat pesawat itu yang
masing-masing bernama Java, Bali, Irian Jaya dan Sumatera.
Penerbangannya ke luar negeri tidak berhenti, sementara
pemerintah Indonesia memberitahukan semua perusahaan penerbangan
asing di Jakarta bahwa DC-10 milik mereka tidak diizinkan
mendarat bila tidak memiliki sertifikat lulus pemeriksaan.
Banyak negara lain melakukan hal yang sama, mengakibatkan banyak
perjalanan orang terganggu di mana-mana. Tapi hampir tidak
diketahui bahwa orang membatalkan perjalanannya karena kuatir
terbang dengan DC-10.
Sementara pengusutan berjalan terus, para penyidik kini
menemukan bukti baru bahwa kecelakaan itu tidak disebabkan oleh
lepasnya sebuah baut yang karena logamnya haus. Sebaliknya, baut
itu gagal karena serangkaian kegagalan konstruksi yang lebih
pelik dari dugaan semula. Juga ada kesimpulan baru bahwa pilot
DC-10 yang malang itu tidak berhasil menguasai pesawatnya bukan
karena semata-mata kehilangan keseimbangan, tetapi karena
kegagalan sistim hidraulik yang mengatur kemudi sayap dan ekor
pesawat itu. Tekanan untuk sistim itu diperoleh dari mesin nomer
1 yang jatuh. Tekanan sistim hidraulik nomer 2 tidak mengatur
kemudi-kemudi itu. Hanya sistim hidraulik nomer 3 yang bisa
memberi tekanan untuk itu. Tetapi ketika mesin nomer 1 terlepas,
penyangganya (pylon) terlipat kebelakang melalui sayap, hingga
pipa saluran tekanan sistim hidraulik nomer 3, yang berada di
bagian depan sayap, terpotong. Akibatnya, pesawat tidak dapat
dikendalikan lagi sekalipun dua mesin masih bekerja normal.
Besar kemungkinan McDonnell Douglas terpaksa merancang kembali
sistim hidraulik sehingga lebih aman.
Tetapi apa obat sebenarnya untuk DC-10 belum dapat dipastikan.
Seorang ahli FAA menjelaskan bahwa obatnya mungkin sekedar
mengencangkan beberapa baut, atau bahkan merancang kembali
bagian penyangga mesin itu. "Tetapi dugaan saya persoalannya di
antara dua kemungkinan itu," katanya.
Pemeriksaan di mana-mana terhadap DC-10 sekarang belum terjamin.
Buktinya, DC-10 milik National Airlines yang sudah terbang 20
menit harus kembali lagi ke lapangan Kennedy di New York. DC-10
itu yang menuju Amsterdam sudah dinyatakan diperiksa pekan lalu.
Ternyata mesinnya no. 1 mengalami kerusakan.
Perbaikan pesawat DC-10 pasti tidak murah. United Airlines,
dengan 37 buah DC-10, menemukan kerusakan penyangga mesin pada
sebuah pesawatnya, dan telah mengajukan permitaan kepada
McDonnell Douglas untuk menyediakan gantinya. Harganya $
500.000, McDonnell Douglas menjelaskan. Sebuah DC-10 punya dua
mesin terpasang dengan penyangga pada sayapnya, sedang mesin
ketiga terpasang pada ekor pesawat itu.
Lebih Dari $100 Juta
McDonnell Douglas sekarang sudah jelas akan menghadapi
pengusutan oleh pemerintah AS sampai ke akar persoalan, yang
berarti sampai ke disain pertama DC-10. Perusahaan itu juga
menghadapi kemungkinan terpaksa membiayai perbaikan pada semua
DC-10 di seluruh dunia, sedang tuntutan ganti kerugian dari
keluarga para korban diperkirakan meliputi ratusan juta dollar.
Sesudah kecelakaan DC-10 milik Turki, dekat Paris, tahyn 1974,
McDonnell Douglas terpaksa membayar $65 juta kepada keluarga
para korban. Peristiwa di Chicago pasti menghasilkan tuntutan
sampai "paling sedikit $ 100 juta" dan mungkin jauh lebih tinggi
daripada itu, kata Stewart Speiser, seorang pengacara ahli
mengenai kasus kecelakaan pesawat terbang.
Seorang janda dari Hans Juergen Kahl, 35, seorang penumpang asal
Austria telah mengajukan tuntutan ganti rugi di dua mahkamah di
Amerika Serikat. Inge Maria Kahl dari Eisenstadt, Austria
menuntut $ 15,75 juta atas kematian suaminya, dalam kecelakaan
DC-10 dekat Chicago itu. Ia menuntut perusahaan penerbangan
American Airlines, McDonnell Douglas sebagai pembuat dan General
Electric sebagai pembuat mesin. Akan banyak kasus serupa.
Kemungkinan besar akhirnya perusahaan asuransilah yang
menanggung kerugian. Kecelakaan ini "akan menimbulkan goncangan
dalam dunia asuransi"' demikian John Brennan, presiden U.S.
Aviation Underwriters Inc. di New York.
McDonnell Douglas, kata seorang ahli FAA, menghadapi kesulitan
hampir sama dengan persoalan "Electra". Pesawat Electra bikinan
Lockheed tahun 1959 dan 1960 kehilangan sayap dalam
penerbangannya. Kemudian Lockheed memerlukan bertahun-tahun dan
jutaan dollar untuk mengatasi malapetaka itu.
Sementara itu di pasar bursa New York, nilai saham McDonnell
Douglas anjlok dengan beberapa angka. Kecenderungan ini masih
berlangsung terus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini